Bisnis.com, JAKARTA - Dominasi kapal kecil dalam struktur armada penangkapan ikan di Indonesia perlu diantisipasi. Jika tidak dibarengi dengan tata kelola, maka akan berdampak negatif pada upaya pemerintah mempromosikan ketertelusuran.
Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch-Indonesia M. Abdi Suhufan mengatakan ketimpangan struktur armada perikanan, dengan dominasi kapal di bawah 10 gros ton, menjadi tantangan pemerintah di tengah tekad memerangi praktik illegal, unreported, and unregulated (IUU) fishing.
Tantangan muncul sebab kapal ukuran di bawah 10 GT tidak diwajibkan registrasi dan mengurus izin dengan pertimbangan sebagai tindakan afirmasi terhadap nelayan kecil yang perlu dilindungi menurut UU No 7/2016.
"Ketiadaan izin bagi kapal kecil akan menciptakan konsekuensi pada sulitnya melakukan traceability hasil dan lokasi tangkapan serta berpotensi berkontribusi pada terjadinya overfishing," kata Abdi, Minggu (19/11/2017).
DFW mencatat, selama 2013-2014, terjadi penurunan jumlah armada di bawah 10 GT dari 198.297 unit menjadi 194.867 unit, tetapi jenis kapal ukuran itu mendominasi. Jika pendataan perikanan skala kecil tidak dilakukan dengan baik, dampak berikutnya adalah penghitungan stok ikan lestari atau maximum sustainable yield (MSY) akan bias. Ikan yang ditangkap oleh nelayan kecil berisiko masuk kategori unreported.
Peneliti DFW, Nilmawati mengatakan Kementerian Kelautan dan Perikanan harus menyiapkan instrumen pengelolaan perikanan untuk memantapkan pelaksanaan sistem kuota tangkap.
"KKP harus menempatkan operator dan sistem pendataan yang andal pada semua lokasi pendaratan ikan agar bisa menelusuri kegiatan penangkapan ikan skala kecil," katanya.
Apalagi, daya jelajah sebagian kapal kecil mampu menjangkau perbatasan, seperti Malaysia dan Australia. Tanpa pemantauan, keberadaan nelayan kecil bisa mencoreng wajah Indonesia yang sedang gigih memimpin perang terhadap illegal fishing.
Melalui Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 1/PERMEN-KP/2017, pemerintah membebaskan nelayan dan pembudidaya ikan kecil dari kewajiban mengantongi surat laik operasi (SLO) kapal perikanan. Nelayan kecil dan pembudidaya ikan kecil yang dimaksud adalah mereka yang hanya memiliki satu unit atau lebih kapal perikanan dengan ukuran kumulatif paling besar 10 GT (Bisnis, 2/2/2017).
Kemudahan itu diberikan untuk meningkatkan produktivitas yang pada gilirannya meningkatkan kesejahteraan masyarakat nelayan dan pembudidaya ikan.
SLO merupakan salah satu perangkat yang digunakan oleh pengawas perikanan untuk memeriksa kepatuhan kapal-kapal perikanan sebelum melakukan kegiatan. Melalui penerbitan SLO, kepatuhan kapal-kapal perikanan akan diketahui, menyangkut persyaratan administrasi maupun kelayakan teknis untuk melakukan kegiatan perikanan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel