Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

BBM Naik, Harga SUN Ikut Terkerek

Harga surat utang negara terus naik, ditandai dengan sepekan penurunan imbal hasil obligasi bertenor 10 tahun ke bawah 8%. Investor asing memompakan dana ke pasar surat utang domestik yang dipantik oleh sentimen pemangkasan subsidi BBM akan memperkuat reformasi ekonomi. nn

Bisnis.com, JAKARTA – Harga surat utang negara terus naik, ditandai dengan sepekan penurunan imbal hasil obligasi bertenor 10 tahun ke bawah 8%. Investor asing memompakan dana ke pasar surat utang domestik yang dipantik oleh sentimen pemangkasan subsidi BBM akan memperkuat reformasi ekonomi.  

Yield obligasi benchmark series itu turun ke level 7,72%, level terendah dalam setahun terakhir, setelah bertahan di kisaran 7,8%-7,9% pekan kemarin.  

Investor asing menambahkan dana Rp12,19 triliun sejak kenaikan harga BBM subsidi, Senin (17/11), sehingga kepemilikan SUN mereka per 21 November menjadi Rp470,9 triliun, berdasarkan data Ditjen Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan.

Tambahan aliran modal itu otomatis memperbesar porsi kepemilikan asing terhadap surat berharga negara (SBN) menjadi 38,57% dari posisi awal pekan lalu yang masih 37,57%.

“Dengan subsidi BBM yang berkurang, ada ruang fiskal untuk pembangunan infrastruktur. Itu salah satu yang dilihat oleh investor asing,” ujar Head of Fixed Income Research Mandiri Sekuritas Handi Yunianto, Senin (24/11/2014).

Kendati inflasi terkerek dan berpotensi menurunkan gain, investor asing menurut Handi lebih melihat prospek jangka panjang perbaikan fiskal dan sektor riil di Indonesia setelah harga BBM dinaikkan.

Namun, tidak hanya karena sentimen BBM. Handi memandang penurunan yield ditopang pula oleh berkurangnya suplai SUN di pasar perdana setelah pemerintah membatalkan penerbitan dua instrumen SBN dengan alasan rencana pembiayaan telah terpenuhi.  

Apalagi tahun depan, pemerintah juga berencana mengurangi pasokan obligasi menyusun rencana penciutan defisit APBN 2015 menjadi 2% dari 2,21% terhadap produk domestik bruto.

Meskipun demikian, faktor perlambatan ekonomi global juga berpengaruh terhadap pengempisan imbal hasil. Suku bunga yang rendah di Eropa, Amerika Serikat, dan Jepang, yang dibarengi pula dengan pemangkasan rate di China mendorong investor berburu gain yang lebih tinggi di pasar negara berkembang, salah satunya Indonesia.

Handi melihat keberlanjutan imbal hasil SUN yang rendah akan ditentukan oleh kondisi perekonomian global. Jika suku bunga global masih dalam tren rendah, maka investor masih akan masuk ke pasar utang Indonesia.

Pergerakan rupiah pun akan turut menentukan. Jika volatilitas rupiah tinggi, maka investor tidak segan meninggalkan pasar Indonesia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Sri Mas Sari
Editor : Rustam Agus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper