Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kisah Sukses Ilham Nirwan dalam Bisnis Sepatu

Bisnis.com, JAKARTA - Meski hanya terletak di bagian paling bawah, sepatu tidak hanya menjadi pelindung atau alas kaki semata, tetapi telah berubah fungsi sebagai salah satu fesyen yang menunjang penampilan.

Bisnis.com, JAKARTA - Meski hanya terletak di bagian paling bawah, sepatu tidak hanya menjadi pelindung atau alas kaki semata, tetapi telah berubah fungsi sebagai salah satu fesyen yang menunjang penampilan.

Sebagai produk fesyen, sepatu yang menonjolkan desain stylish dan ekslusif yang dibuat secara handmade menjadi salah satu pilihan yang mendapat tempat tersendiri di hati para pecinta sepatu.

Kondisi tersebut menginspirasi M. Ilham Nirwan memproduksi sepatu handmade pada 2010 lalu. Sebetulnya, keputusan pria kelahiran 27 Desember 1974 ini terjun dalam dunia bisnis berawal dari kegagalannya mendapatkan pekerjaan sebagai desainer mobil, setelah menamatkan pendidikan S2 Digital Media di Jerman selama 10 tahun.

“Saya sempat melamar sebagai desainer mobil tapi tidak diterima karena faktor umur sudah 38 tahun ketika lulus kuliah,” ucapnya ketika berbincang dengan Bisnis, beberapa waktu lalu.

Akhirnya, Ilham berpikir untuk berpindah haluan dari pencari kerja menjadi seorang entrepreneur. Memiliki latar belakang pendidikan di bidang desain produk ITB serta kegemaran terhadap berbagai jenis sepatu, memantapkan keputusannya berkecimpung dalam bisnis sepatu.

Bermodal Rp250 juta, pria berdarah Minang ini memulai debutnya dengan memproduksi sekitar 820 pasang sepatu dengan proses pembuatan di Bandung dan Tanggerang.

Tidak tanggung-tanggung, sepatu/sneakers jenis casual yang diproduksinya langsung diekspor ke Jerman. “Kebetulan istri saya orang Jerman dan masih kuliah di sana sehingga kami sengaja mengekspor ke Jerman,” terang dia.

Selain itu, dia juga melihat bahwa masyarakat Eropa mulai menyukai produk sepatu handmade yang menampilkan desain ekslusif di tengah gempuran sepatu-sepatu branded pabrikan lainnya.

Untuk membedakan dari brand sepatu lainnya, Ilham menunjukan ciri khas Indonesia dengan nuansa etnik, dia pun segera mematenkan merek dan desain produknya, dengan mendaftarkan merek dagang di Hamburg, Jerman.

Ada dua brand yang digunakan, yakni Marapulai dan Rangkayo, keduanya berasal dari bahasa Minang. Marapulai artinya ‘Mempelai Pria’, sementara Rangkayo berarti ‘Orang Kaya’.

Marapulai memiliki ciri khas yang lebih ekslusif dengan menampilkan nuansa etnik Indonesia terutama penggambaran desain peta Indonesia pada setiap tapak sepatu. Tidak hanya menunjukan asal produksi tersebut, peta Indonesia sengaja dirancang agar sepatu tidak slip. Bahan yang digunakan pun lebih nyaman karena berupa kulit asli.

Adapun, sepatu dengan merek Rangkayo dibuat lebih stylish dengan desain yang lebih simple dan tetap menunjukan nuansa khas Indonesia, bahan yang digunakan tidak selalu kulit asli tetapi tetap nyaman digunakan. Berbeda dengan Marapulai yang tapaknya bergambar peta Indonesia, desain tapak Rangkayo bergambar detail motif budaya Indonesia, seperti batik.

Kisaran harga yang dibanderol untuk sepatu brand Marapulai sekitar Rp800.000 hingga Rp1,5 juta, adapun sepatu brand Rangkayo dibanderol seharga Rp190.000 hingga Rp450.000.

Ilham memproduksi sepatu-sepatunya secara handmade, seluruh proses produksi dikerjakan dengan tangan sehingga menghasilkan produk yang lebih mendetail, kuat, dan nyaman. Desain yang dihasilkan pun lebih ekslusif karena tidak diproduksi secara massal.

“Dari kacamata bisnis, industri kreatif yang diproduksi secara handmade memiliki masa depan besar karena mempunyai nilai tambah yang lebih ekslusif serta tingkat kenyamanan yang lebih terjaga,” ucapnya.

Menurutnya, kualitas menjadi hal paling penting yang harus dijaga pada setiap produk sepatu yang diekspor. Untuk itu, sebelum dikirim, Ilham harus melakukan quality control. Agar lebih memudahkan dan meningkatkan kualitas produk sepatunya, dia pun membuka workshop sendiri di kawasan Ciledug.

Hasil produksinya kini tidak hanya dikenal oleh masyarakat Jerman, tetapi telah merambah ke Brazil, Timur Tengah, dan Afrika. “Kami menjual secara online, sehingga pemesanan sudah ada ke berbagai negara.”

Ilham mengatakan sebagai produk handmade yang menekankan desain serta kenyamanan, keuntungan yang bisa didapatkan terbilang cukup tinggi. “Sebetulnya tergantung bahan, tapi biasanya bisa di atas 70% karena yang dijual desain dan ekslusifitas,” ucap dia.

Sayangnya, sumber daya manusia menjadi kendala utama yang dihadapi para produsen sepatu handmade sehingga kapasitas produksi yang mampu dibuatnya saat ini dalam sebulan hanya sekitar 260 pasang. 200 diantaranya merupakan sepatu brand Rangkayo, sementara Marapulai sekitar 60 pasang.

Prospek di bidang sepatu handmade ini pun telah menarik minat pasangan suami istri Lulu Sayyidatu dan Peni Ahlani untuk memproduksi sekaligus mendesain sepatu etnik dengan brand Mimosabi pada 2008 bermodal Rp50 juta.

Keputusannya terjun ke bisnis sepatu berangkat dari kecintaannya pada berbagai jenis sepatu. Apalagi sang suami pernah mengenyam pendidikan di jurusan Desain Produk ITB sehingga mampu mengkreasikan desain yang stylish dan menarik.

Selama ini, dia melihat hampir seluruh produk sepatu wanita yang ada di pasaran memiliki jenis dan model yang sama. “Lalu saya berpikir untuk memproduksi sepatu dengan ciri khas tersendiri berbahan kanvas dengan aplikasi kain perca sehingga menghasilkan sepatu yang lebih colourfull,” ucapnya.

Tak dinyana penjualan yang dimulai secara online tersebut mendapat sambutan positif dari pasar, terutama dari para pelanggan dari Surabaya, Jakarta, dan Bandung. “Tanggapan positif karena kami menyuguhkan sesuatu yang baru yang bisa menjadi pilihan alternatif sepatu, berbeda dari produk pasaran,” ucapnya.

Permintaan pun semakin lama semakin bertambah sehingga 2 tahun usaha berjalan, Lulu mulai membangun workshop sendiri. Penjualannya pun dibuat dengan sistem distributor yang tersebar hampir di seluruh kota di Indonesia.

Tidak hanya di Indonesia, brand Mimosabi rupanya juga diminati oleh masyarakat luar negeri seperti di Singapura, Malaysia, dan Brunai Darussalam. “Penjualan paling bagus saat ini masih di kota-kota besar seperti Surabaya, Sukabumi, dan Denpasar. Kami juga telah memiliki distributor di 3 negara Singapura, Malaysia, dan Brunai.”

Sebagai produk handmade yang menekankan keunikan desain, Mimosabi terus mengeluarkan desain-desain baru setiap 6 bulan sekali. Saat ini dia sudah memiliki 100 hingga 150 desain per katalog.

“Setiap 6 bulan sekali mengeluarkan desain baru, kami juga melakukan review untuk desain yang menjadi best seller akan dipertahankan, sementara yang kurang diminati akan diganti dengan desain baru,” ucapnya.

Saat ini kapasitas produksi mencapai 100 pasang perhari sehingga bisa menghasilkan sekitar 3000 pasang sepatu perbulan. Harga yang dibanderol mulai dari Rp100.000 hingga Rp250.000. “Menjual sepatu pasti ada naik turunnya sehingga omzet pun tidak menentu kira-kira perbulan berkisar antara Rp100 juta hingga Rp250 juta dengan keuntungan bersih hingga 30%,” ujarnya.

Ibu dari 2 orang anak ini masih yakin prospek penjualan usaha sepatu handmade masih akan tetap berprospek ke depannya sebab masih belum banyak kompetitor. “Asalkan kita memiliki desain yang khas serta menjaga kualitas, maka akan bisa bersaing dengan produk pasaran lainnya.”

Senada disampaikan Giwantari, yang menjalankan bisnis sepatu boots handmade dengan merek Shoeka Shoes di Jawa Timur. Bisnis ini juga berangkat dari kegemarannya menggunakan sepatu dengan model boots.

Dia melihat bisnis sepatu ini memiliki prospek yang masih terbuka lebar mengingat semakin banyak penggemar sepatu boots.

“Kebetulan di Jawa Timur belum banyak orang yang membuat, kalau pun ada kualitasnya kurang bagus. Akhirnya kami mencoba memproduksi sepatu boots handmade menggunakan bahan kulit asli sehingga lebih nyaman digunakan, pangsa pasarnya anak muda usia 20-an.”

Saat ini Giwatri yang berbisnis dengan rekannya David, mampu memproduksi sebanyak 160 hingga 200 pasang sepatu boots. Dengan desain ekslusif berbahan kulit asli, dia membanderol produknya dengan harga bersaing masih di bawah Rp500.000 per pasang. Keuntungan bersih yang dikantonginya sekitar 30% hingga 50%.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Dewi Andriani
Editor : Sepudin Zuhri
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper