Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Jokowi-JK Harus Naikkan Harga BBM. Ini Sebabnya

Pemerintahan baru perlu menaikkan harga bahan bakar minyak bersubsidi secara bertahap guna mengurangi beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara ke depan, kata seorang ekonom.

 

Bisnis.com, YOGYAKARTA -- Kebijakan tidak populis nampaknya harus dijalankan pemerintahan Jokowi-JK setelah resmi dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI. 

Pemerintahan baru di bawah kepemimpinan presiden dan wakil presiden terpilih Joko Widodo-Jusuf Kalla perlu menaikkan harga bahan bakar minyak bersubsidi secara bertahap guna mengurangi beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara ke depan, kata seorang ekonom.

"Perlu dilakukan berbagai upaya agar struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) lebih sehat, termasuk mengurangi subsidi BBM," kata ekonom Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Tony Prasetyantono di Yogyakarta, Kamis (31/7/2014).

Menurut dia, meski kenaikan harga atau pengurangan subsidi BBM tetap diprioritaskan, namun perlu dilakukan secara bertahap.

"Subsidi sulit dihilangkan sama sekali. Yang bisa dilakukan adalah secara bertahap dikurangi," kata dia.

Ia merekomendasikan kenaikan harga subsidi bahan bakar minyak (BBM) dilakukan dengan menaikkan harga dengan kisaran Rp1.000-Rp1.500 secara gradual. Kenaikan itu dapat terus dilakukan hingga tahun-tahun berikutnya.

"Dengan cara berangsur-angsur seperti itu, maka harga jual tetap mendekati harga keekonomian," kata dia.

Guna memperbaiki struktur APBN, selain mengurangi subsidi BBM, pemerintah baru juga harus berupaya keras menaikkan penerimaan pajak.

Ia meyakini, apabila problem penerimaan pajak dapat diperbaiki oleh pemerintahan baru mendatang, Indonesia dapat menambah penerimaan pajak hingga Rp100 triliun per tahun.

"Ini bisa memperbaiki struktur APBN yang dananya bahkan bisa dipakai untuk menambah belanja infrastruktur dan subsidi BBM," katanya.

Sementara itu, menurut dia, untuk sektor penerimaan pajak, yang dapat dimaksimalkan lebih lanjut adalah pajak individu atau pajak penghasilan (PPh).

"Pajak jenis itu (pajak individu) banyak yang tercecer yang biasanya disebabkan kurangnya staf di Direktorat Jenderal Pajak, selain itu juga kerap disebabkan integritas petugas pajak yang kurang kuat," kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : News Editor
Editor : Saeno
Sumber : Antara

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper