Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

MEA 2015: Pemerintah Didesak Buat Kebijakan Pro UKM

Komunitas wirausaha meminta pemerintah Kabinet Kerja mengeluarkan kebijakan bagi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Indonesia. Kebijakan ini diharapkan bisa mempermudah pelaku UMKM menyosongsong Masyarakat Ekonomi Asean tahun depan.

Bisnis.com, JAKARTA - Komunitas wirausaha meminta pemerintah Kabinet Kerja mengeluarkan kebijakan bagi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Indonesia. Kebijakan ini diharapkan bisa mempermudah pelaku UMKM menyosongsong Masyarakat Ekonomi Asean tahun depan.

Dewan Pembina Yayasan Pro Indonesia sekaligus founder Smartpreneur Budi Satria Isman mengatakan pelaku usaha mikro dan kecil sulit naik kelas mejadi usaha menengah lantaran terhambat pembuatan izin sertifikasi produk, izin Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), dan peningkatan perusahaan dari CV ke PT. 

Dia menilai UKM di Indonesia saat ini berjumlah 57,7 juta. Namun, sebagian besar dari jumlah tersebut masih berjenis usaha mikro alias ukm nonformal.

"UKM kita harus memiliki daya saing jika ingin bersaing dengan UKM dari negara Asean. Salah satu caranya adalah naik kelas menjadi UKM formal. Sebagus apapun produk UKM, kalau izinnya masih PIRT tidak akan bisa menembus pasar regional," katanya dalam acara Gerakan Nasional Masyarakat Wirausaha Menghadapi MEA 2015 di Jakarta, Selasa (28/10/2014).

Mantan Wakil Menteri Pariwisata Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) Sapta Nirwandar mengatakan pelaku UKM di sektor kerajinan tangan (handicraft) dan fesyen muslim berkualitas tinggi dan sudah mampu bersaing dengan pelaku UKM dari negara lain. Bahkan, menurutnya, industri fesyen muslim Indonesia sudah pantas menjadi kiblat fesyen Islami di dunia.

Sebelumnya, Sapta memaparkan kontribusi fesyen muslim sekitar 30% dari total kontribusi industri fesyen dan mode, pertumbuhannya juga pesat tiap tahunnya mencapai 15%. Sepanjang tahun lalu, pakaian muslim menyumbang sekitar Rp54,5 triliun, pada tahun ini berpotensi menyumbang hingga Rp62,5 triliun.

Kendati kuat di dua sektor tersebut, sektor manufaktur belum bisa menunjukkan taringnya. "Kita masih kalah oleh China untuk manufaktur. Produktivitas mereka sangat ini. Padahal, sektor ini cukup prospektif," ujarnya.

Fauzi Rachmanto, Presiden Komunitas Tangan di Atas (TDA) mengatakan masih banyak pelaku belum sadar akan tantangan yang mereka hadapi ketika pasar bebas berlangsung.

Hal ini terjadi lantaran beberapa seminar dan sosialiasi tentang MEA 2015 hanya membahas masuknya arus tenaga kerja dari negara Asean ke Indonesia.

"Mereka [pelaku UKM] tidak sadar arus modal asing juga akan masuk. Pemodal asing tersebut bukannya pelaku usaha besar atau multinasional, tetapi UKM sama seperti mereka," ujarnya.

Karena itu, Fauzi berharap pemerintah dan pihak-pihak terkait bersama-sama melakukan langkah konkret untuk menyiapkan pelaku UKM menghadapi pasar bebas ASEAN.

Dia berharap beberapa kementerian yang bersinggungan dengan sektor UKM bisa dekat dengan pelaku usaha dan komunitas wirausaha.

"Sementara ini, kami banyak berinteraksi dengan Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan. Ke depannya kami ingin menjalin kerja sama dengan Kementerian Koperasi dan UKM," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper