Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Atasi Penangkapan Ikan Destruktif, Pemerintah Harus Lakukan Ini

Pemerintah diminta memperkuat penindakan hukum dan pemberdayaan masyarakat untuk mengurangi praktik penangkapan ikan tidak ramah lingkungan.
Pekerja memanen udang Vannamei di Tambak tradisional, Kab Barru, Makassar./JIBI
Pekerja memanen udang Vannamei di Tambak tradisional, Kab Barru, Makassar./JIBI

Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah diminta memperkuat penindakan hukum dan pemberdayaan masyarakat untuk mengurangi praktik penangkapan ikan tidak ramah lingkungan.

Penelitian Destructive Fishing Watch (DFW) menyebutkan praktik bius selama ini banyak terjadi di Kepulauan Natuna karena adanya kebutuhan ikan hidup dari Hong Kong.

"Penyediaan bahan baku bius terindikasi oleh kapal-kapal Hong Kong yang masuk secara ilegal di wilayah Indonesia yang bekerjasama dengan cukong di pulau,” kata peneliti DFW Indonesia, Muhammad Arifuddin, Selasa (13/6/2017).

Kawasan Indonesia tengah juga merupakan titik rawan, dengan konsentrasi di Kepulauan Spermonde, Makassar, dan Taman Nasional Takabonerate, Selayar yang marak penggunaan bom. Hal itu terjadi karena lemahnya pengawasan di perbatasan Kalimantan dengan Tawau, Malaysia. Pupuk urea cap Matahari sebagai bahan peledak asal Malaysia masih leluasa masuk ke Indonesia.

Berdasarkan riset yang dilakukan oleh DFW-Indonesia pula di Pangkep dan Selayar, Sulwaesi Selatan, pelaku penangkapan ikan yang merusak selama ini hanya mendapat vonis pengadilan yang rendah.

“Rata-rata pelaku hanya mendapat hukuman penjara di bawah satu tahun, walaupun ancaman hukuman menurut UU 45/2009 adalah selama 5 tahun,” kata Koordinator Nasional DFW-Indonesia M. Abdi Suhufan.

DFW mengusulkan kepada pemerintah agar kejahatan destructive fishing dapat dijerat dengan berbagai UU, seperti UU Perikanan, UU Bea Cukai, dan UU Budidaya Pertanian, sehingga perlu pemahaman bersama antar penegak hukum dalam menangani kasus-kasus penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan.

Di samping memperkuat sisi penindakan, DFW menyarankan agar pemerintah melakukan pencegahan melalui program pemberdayaan masyarakat nelayan pada kantong-kantong destructive fishing. Pasalnya, pelaku hidup dalam mata rantai kemiskinan dan ketiadaan mata pencaharian akibat keterampilan kenelayanan yang minim.

Dalam kondisi miskin tersebut, muncul iming-iming dan tawaran mendapatkan penghasilan dengan cara membom dan membius ikan dengan mengesampingkan risiko yang dihadapi.

Menurut Abdi, kelompok masyarakat ini perlu diberikan intervensi program dengan meningkatkan kemampuan teknis dan bantuan modal usaha agar dapat mengalihkan aktivitas menangkap ikan yang tidak ramah lingkungan.

"Mereka bisa melakukan kegiatan ekonomi produktif lainnya seperti budidaya ikan atau mengembangkan kegiatan wisata bahari berbasis masyarakat di pulau-pulau kecil," jelasnya.

DFW memandang praktik destructive fishing melibatkan rantai pelaku, rantai material, dan rantai pasar yang kompleks, sehingga butuh strategi dan keberanian untuk mengungkap hingga ke akar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper