Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Wah! Tanjung Priok Masih Masuk Zona Rawan Perang. Ini Penyebabnya

Joint War Committee (JWC), sebuah komite yang mewakili perusahaan asurasi berbasis di Inggris masih mencantumkan Port of Jakarta atau Pelabuhan Tanjung Priok sebagai zona rawan perang.
Kegiatan bongkar muat di Pelabuhan Tanjung Priok, Sabtu (1/4)./JIBI-Nurul Hidayat
Kegiatan bongkar muat di Pelabuhan Tanjung Priok, Sabtu (1/4)./JIBI-Nurul Hidayat

Bisnis.com, JAKARTA -- Joint War Committee (JWC), sebuah komite yang mewakili perusahaan asurasi berbasis di Inggris masih mencantumkan Port of Jakarta atau Pelabuhan Tanjung Priok sebagai zona rawan perang.

Para pemangku kepentingan diimbau melakukan pembenahan untuk memperbaiki reputasi pelabuhan Indonesia yang tidak aman.

Direktur Eksekutif The National Maritime Institute, Siswanto Rusdi mengatakan zona rawan perang yang disematkan JWC tidak berarti Indonesia tengah dilanda peperangan.

Namun, predikat tersebut mencerminkan kondisi pelabuhan yang rawan dari tindak kejahatan.

"Sejak 2015 sampai saat ini belum berubah, Tanjung Priok tetap dianggap rawan," jelasnya kepada Bisnis.com, Jumat (2/2/2018).

Dilansir dari laman lmalloyds.com, daftar negara, perairan, dan pelabuhan yang dianggap rawan dimutakhirkan pada September 2017.

Di Asia, wilayah yang juga digolongkan rawan adalah Pakistan, Iran, Irak, Israel, dan Lebanon. Selanjutnya Saudi Arabia, Suriah, dan Yaman.

Menurut Siswanto, perusahaan pelayaran akan mendapat tambahan premi karena berlayar menuju pelabuhan yang dianggap berbahaya. Premi tersebut menjadi jaminan atas kehilangan barang yang ada di atas kapal.

Siswanto menambahkan, kejahatan bisa terjadi di area pelabuhan maupun saat kapal belum merapat ke dermaga.

"Jika terjadi pencurian atau tindak kejahatan, setiap nahkoda kapal akan mencatat dalam log book-nya dan mereka bisa mengklaim ke perusahaan asuransi," jelasnya.

Berdasarkan data International Maritime Bureu (IMB), hingga September 2017 tercatat 23 insiden penyerangan dan upaya penyerangan, terbanyak dibandingkan wilayah lain.

Dalam laporan itu, penyerangan terjadi saat kapal berlabuh sebanyak 21 kali dan 2 kali saat hendak berlayar.

Kendati demikian, jumlah serangan mengalami tren penurunan. Pada 2015 tercatat 85 kali insiden dan 33 insiden pada 2016.

Siswanto mengimbau para pemangku kepentingan maritim untuk berbenah kendati Indonesia sudah menerapkan International Ship and Port Facility Security (ISPS) Code atau regulasi yang mengatur prosedur keamanan kapal dan fasilitas pelabuhan.

Dia menambahkan, mutu penerapan ISPS Code menjadi diragukan jika reputasi Pelabuhan Tanjung Priok masih dianggap rawan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Rivki Maulana
Editor : Saeno
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper