Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Indonesia Dinilai Belum Mampu Manfaatkan Peluang dari Perang Dagang AS-China

Indonesia masih mengalami keterbatasan kualitas produksi dan menghadapi kompetisi yang ketat dari negara-negara Asia Tenggara lainnya.
Kegiatan bongkar muat kontainer di Terminal Teluk Lamong, Surabaya, Jawa Timur, Minggu (19/3)./Antara-Didik Suhartono
Kegiatan bongkar muat kontainer di Terminal Teluk Lamong, Surabaya, Jawa Timur, Minggu (19/3)./Antara-Didik Suhartono

Bisnis.com, JAKARTA -- Indonesia dinilai masih belum bisa memanfaatkan peluang yang tercipta dari perang dagang AS-China.

Pasalnya, Indonesia masih mengalami keterbatasan kualitas produksi dan menghadapi kompetisi yang ketat dari negara-negara Asia Tenggara lainnya.

Seperti diketahui, China akan menjatuhkan tarif sebesar 25% pada 659 produk AS, dari kedelai, otomotif, hingga makanan laut. Daftar balasan China meningkat hingga enam kali lipat dari versi yang dirilis pada April 2018, tapi nilainya tetap US$50 miliar.

Di lain pihak, Presiden AS Donald Trump mengatakan pihaknya akan menjatuhkan tarif tambahan apabila China melakukan pembalasan.

Washington dan Beijing terlihat semakin menuju konflik perdagangan terbuka setelah beberapa kali gagal melakukan negosiasi untuk menyelesaikan keluhan AS atas peraturan industrial China, kurangnya akses pasar di China, dan defisit perdagangan AS senilai US$375 miliar dari Negeri Panda.

Adapun data perdagangan AS tahun lalu memperlihatkan impor AS dari China mencapai US$505 miliar, sedangkan ekspor hanya US$130 miliar.

"Perhitungan kami untuk [produk] Indonesia bisa mengisi pasar AS dan China masih sangat terbatas," kata pengamat ekonomi dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Fithra Faisal kepada Bisnis, Selasa (19/6/2018).

AS, lanjutnya, akan mencari pengganti pemasok yang lebih dekat, seperti negara-negara Amerika Latin.  Sementara itu, dengan jarak yang begitu jauh, Indonesia kemungkinan tidak menjadi pemasok pilihan utama Negeri Paman Sam.

"Jika pun dipilih, kita masih akan kesulitan untuk bersaing dengan negara-negara tetangga," tutur Fithra.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), total ekspor non migas Indonesia ke AS mencapai US$17,14 miliar pada 2017.

Beberapa barang non migas tersebut adalah pakaian dan aksesori pakaian, karet, ikan, alas kaki, mesin dan perlengkapan elektris serta bagian perekam, dan kopi, teh, serta rempah lainnya.

Indonesia juga kemungkinan besar tidak dapat menggantikan produk yang berasal dari AS untuk masuk ke China. Alasannya, produk AS memiliki kualitas yang lebih tinggi. 

Di sisi lain, Indonesia kemungkinan bakal menjadi pasar potensial bagi kelebihan produksi dari China, seperti alumunium, baja dan peralatan-peralatan elektronik.

"Sepertinya China akan mencari pasar baru yang paling dekat yaitu pasar Asean, jadi sebenarnya kita akan lebih menjadi pasar, " imbuhnya.

Selain Asean, target utama China adalah pasar Afrika. Pasalnya, pertumbuhan ekonomi di kawasan tersebut cukup menjanjikan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : M. Richard
Editor : Annisa Margrit
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper