Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pemerintah Harus Ngotot Lobi AS Soal Insentif GSP

Pemerintah diminta untuk tidak menyepelekan pembahasan fasilitas generalized system of preference (GSP) dari Amerika Serikat, karena ketiadaannya akan memukul performa ekspor komoditas andalan RI yang selama ini memanfaatkan insentif itu.
KM Gunung tengah melakukan bongkar muat kontainer di Pelabuhan Tanjung Priok. Kapal buatan galangan Meyer Werft, Jerman ini bisa mengangkut 98 TEUs kontainer di samping mengangkut penumpang. JIBI/ Rivki Maulana
KM Gunung tengah melakukan bongkar muat kontainer di Pelabuhan Tanjung Priok. Kapal buatan galangan Meyer Werft, Jerman ini bisa mengangkut 98 TEUs kontainer di samping mengangkut penumpang. JIBI/ Rivki Maulana

Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah diminta untuk tidak menyepelekan pembahasan fasilitas generalized system of preference (GSP) dari Amerika Serikat, karena ketiadaannya akan memukul performa ekspor komoditas andalan RI yang selama ini memanfaatkan insentif itu.

Direktur Institute for Development of Economics & Finance (Indef) Enny Sri Hartati mengatakan, pasar AS untuk ekspor Indonesia sangat besar. Sehingga, apapun bentuk fasilitas yang diberikan AS akan sangat membantu perkembangan industri domestik RI.

“Pasar yang sudah pasti [seperti AS] jangan dilepas, [karena] kita susah diversifikasi pasar [ekspor],” ujarnya saat dihubungi, Kamis (21/6). Ditambah lagi, kondisi ekonomi AS sedang dalam pemulihan, sehingga kebutuhan impor komoditas mereka diprediksi naik.

Untuk itu, Enny berharap atase perdagangan RI yang melakukan lobi di AS tidak begitu saja melepaskan fasilitas GSP tersebut. Dia mendesak perwakilan dagang RI melakukan lobi lebih efektif dan memahami produk krusial apa saja yang selama ini dipasok ke Amerika.

Sekadar catatan, GSP merupakan program pembebasan tarif masuk terhadap impor barang-barang tertentu dari negara berkembang. Kebijakan ini berlangsung sejak 1976, tetapi dibekukan pada 2013 dan kembali diberlakukan pada Juni 2015.

Saat ini, pemberian insentif GSP untuk Indonesia sedang ditinjau ulang karena United States Trade Representative (USTR) khawatir RI tidak mematuhi kriteria program tersebut terkait akses pasar. Proses review itu memasuki fase dengar pendapat di Washington DC pada Selasa (19/6) waktu setempat.  (Bisnis, edisi 21/6)

Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Oke Nurwan memaparkan, total ekspor produk Indonesia ke AS yang menikmati manfaat GSP bernilai US$1,95 miliar atau 10,9% dari total nilai ekspor RI ke Negeri Paman Sam sejumlah US$17,79 miliar.

Dia mengungkapkan, 5 produk ekspor utama Indonesia yang memanfaatkan insentif GSP pada 2017 a.l. perhiasan (US$182,4 juta), ban (US$164,8 juta), kawat berisolasi (US$118,7 juta), asam lemak monokarboksilat industrial (US$91,4 juta), dan alat musik (US$86,7 juta). 

Selain itu, lanjutnya, Indonesia merupakan penerima fasilitas GSP terbesar keempat setelah India, Thailand, dan Brazil. “Nilainya [GSP untuk RI mencapai] US$1,95 miliar atau 9,6% dari total nilai GSP yang diberikan AS.” 

Dari dunia industri, para pengusaha berharap pemerintah segera meningkatkan diplomasi dengan AS agar mau memperpanjang insentif GSP. Pasalnya, insentif berupa penerapan bea masuk sebesar 0% itu akan sangat membantu kinerja ekspor RI ke AS. 

“Kalau di zaman [pemerintahan Presiden AS Donald] Trump sekarang ini tidak ada lagi free trade, maka GSP ini menjadi sangat penting,” kata Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat Usman saat dihubungi. 

Dia berharap pemerintah benar-benar serius dalam menekan otoritas AS untuk melanjutkan fasilitas GSP bagi Indonesia. “Sehingga perindustrian dalam negeri bisa maju dan banyak tenaga kerja yang bisa dipekerjakan.” 

Sekretaris Jenderal Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) Abdul Sobur mengakui, selama ini produk furnitur RI masih belum banyak memanfaatkan GSP. Hal itu dipicu kurangnya sosialisasi dari Kemendag terkait fasilitas dari AS itu. 

“Padahal, seharusnya kami bisa memanfaatkan kesempatan itu untuk melakukan penetrasi pasar AS lebih jauh. Saya kira, apapun fasilitas dari negara maju harus bisa diambil dan dioptimalkan,” tuturnya. 

Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Ban Indonesia (APBI) Aziz Pane menambahkan, insentif GSP sangat menguntungkan bagi industri ban RI. Dalam proses review yang sedang berjalan, dia berharap atase perdagangan RI lebih ngotot dalam memeperjuangkan fasilitas GSP.

“Karena sukses, tidaknya industri dalam negeri mengolah karetnya akan sangat tergantung pada fasilitas GSP ini. Kalau itu dicabut, habis kita,” imbuhnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : M. Richard

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper