Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

OPINI: Menyoal Kinerja Keuangan Pertamina

Kinerja Pertamina akan lebih baik bila proyek yang telah dirancang dapat dijalankan dengan baik. Persoalan arus kas perusahaan merupakan persoalan penting. Bagaimana kondisinya, hanya perusahaan yang memahami, karena belum muncul dipermukaan.
Logo Pertamina/Ilustrasi
Logo Pertamina/Ilustrasi

Bisnis.com, JAKARTA – Pertamina merupakan sebuah perusahaan besar yang banyak mendukung perekonomian Indonesia, karena produk yang dihasilkan menyangkut kepentingan orang banyak yaitu minyak.

Pergantian direksi menjadi sorotan berbagai pihak, bahkan direktur perusahaan menjadi diskresi presiden dan menteri negara BUMN. Perusahaan ini juga terus menjadi sorotan berbagai pihak. Padahal aspek kehati-hatian pemerintah sangat jelas terlihat dalam mengelolan perusahaan ini agar tidak terjadi blunder.

Seperti halnya BUMN lain, Pertamina juga menjalankan penugasan pemerintah seperti program BBM Satu Harga, penyaluran BBM jenis Premium tanpa subsidi dan biodiesel 20% subsidi maupun tanpa subsidi. Tugas tersebut adalah bagian dari upaya mengatasi kesenjangan antardaerah, menciptakan keadilan sosial dan ketahanan energi nasional. Pada saat yang sama Pertamina sedang menggarap proyek kilang di Balikpapan senilai Rp75 triliun, revitalisasi kilang di Balongan, Cilacap, Dumai dan Plaju sebesar Rp246 triliun.

Di tengah berbagai tekanan tersebut, pemerintah memberikan solusi seperti menambah subsidi solar dari Rp500 menjadi Rp2.000 per liter dan pengelolaan Blok Rokan, Riau mulai 2021 yang selama ini dikelola Chevron Pacific Indonesia. Sebelumnya, pemerintah memberikan konsesi Blok Mahakam, Kalimantan Timur.

Bahkan pemerintah berjanji memberi konsesi 10 blok minyak kepada Pertamina. Pada saat yang sama manajemen puncak Pertamina dituntut mengelola perusahaan secara efisien dan inovatif, termasuk mencari dana murah untuk refinancing berbagai program di atas.

Sebagai perusahaan yang cukup besar, publik kerap membandingkan Pertamina dengan perusahaan minyak di Malaysia dan beberapa negara lain. Analisis awalnya harus dimulai dari aset perusahaan.

Kendati perusahaan ini dinilai sebagai korporasi besar, tetapi total aset Pertamina lebih kecil dibanding sejumlah BUMN lainnya seperti Bank Mandiri, Telkom dan BUMN Karya. Total aset perusahaan meningkat dari Rp41 trilliun pada akhir 2012 menjadi Rp50,7 trilliun pada akhir 2014. Aset ini mengalami penurunan menjadi Rp45,5 triliun pada akhir 2015 dan naik lagi menjadi Rp46,2 triliun pada akhir 2016 serta kembali meningkat menjadi Rp51,2 trilliun pada 2017.

Artinya, perusahaan mempunyai partumbuhan aset sebesar 9,4% per tahun selama periode tersebut. Salah satu hal yang banyak dikritik dari Pertamina adalah menyangkut penjualan yang mengalami penurunan. Pada 2012, nilai penjualan mencapai Rp70,9 trilliun dan meningkat menjadi Rp71,1 trilliun pada 2013.

Tahun berikutnya penjualan turun menjadi Rp69,9 trilliun. Penurunan terus terjadi sampai menjadi Rp36,49 trilliun pada 2016. Peningkatan tercatat pada 2017 dengan penjualan sebesar Rp42,96 trilliun atau naik 17,74%, sehingga tergolong bagus karena terdapat pertumbuhan dua digit. Berbagai langkah efisiensi manajemen seperti memperkecil diskon ikut menopang peningkatan penjualan.

Peningkatan penjualan perusahaan juga ditunjukkan dari laba bersih perusahaan yang terlihat mengalami fluktuasi. Laba bersih pada 2012 sebesar Rp2,77 trilliun dan naik lagi menjadi Rp3,07 trilliun pada 2013. Pada 2014 turun lagi menjadi Rp1,48 trilliun dan Rp1,44 pada 2015. Tahun berikutnya laba bersih berhasil naik menjadi Rp3,16 trilliun tetapi kemudian turun menjadi Rp2,55 triliun pada 2017.

Langkah Efisiensi

Efisiensi pada dua tahun terakhir membuat laba perusahaan mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya. Hal ini ditunjukkan oleh rasio gross profit yang cukup baik pada dua tahun terakhir dibandingkan dengan 2012—2015. Artinya, perusahaan perlu dikelola oleh manajemen yang bagus mengingat rasio ini sudah diatas 15% pada dua tahun terakhir. Untuk berperforma lebih baik tentu harus dibuat strategi yang lebih menarik lagi. Apalagi Pertamina ini menjadi perusahaan holding dan Perusahaan Gas Negara menjadi anak perusahaan. Sudah selayaknya, manajemen perusahaan mempunyai tenaga ahli dalam bidang strategi maupun keuangan yang membuat perusahaan menjadi lebih going-concern dimasa datang.

Inovasi yang lebih baik sangat diperlukan agar perusahaan tidak terbatas hanya pada sumber minyak saja, karena kelak produk tersebut akan habis juga.

Total aset yang dimiliki tersebut perlu dilihat dari besaran ekuitas yang mendukung nilai aset. Adapun rasio yang menyatakannya disebut dengan leverage, yaitu total ekuitas terhadap aset perusahaan mempunyai rasio yang cukup. Rasio ini sebesar 37,09% pada 2012 dan sedikit menurun pada 2013 menjadi 36,69% serta naik kembali menjadi 37,11% pada 2014.

Rasio leverage ini terus meningkat menjadi 42,78% pada 2015 dan tercatat 46,52% pada 2017. Rasio keuangan yang terus meningkat dapat menggambarkan kekuatan perusahaan yang kian besar pula.

Bila dikaitkan dengan teori yang berkembang di mana perusahaan yang modern seharusnya memiliki utang besar tetapi ternyata tidak demikian, bisa dianggap korporasi tersebut tidak mempunyai persoalan dalam keuangan.

Dalam hal ini bisa dilihat pula dari pinjaman dan bunganya yang harus dibayar. Pinjaman berbunga perusahaan ada dua jenis, yaitu pinjaman bank dan pinjaman obligasi dimana besarnya pinjaman ini jauh lebih kecil dari jumlah ekuitas perusahaan.

Tercatat, utang obligasi perusahaan sebesar Rp3,9 trilliun pada 2012 dan meningkat menjadi Rp7,2 trilliun pada 2013. Utang berbunga ini naik meski tipis menjadi Rp8,7 trilliun pada 2014 dan terus berfluktuasi dikisaran angka tersebut sampai 2017.

Untuk pinjaman bukan obligasi atau pinjaman ke bank dapat dipecah menjadi pinjaman yang harus segera dibayar dan pinjaman jangka panjang. Pinjaman yang harus segera dibayar sebesar Rp3,8 trilliun pada 2012 dan meningkat menjadi hampir Rp5 trilliun pada 2013.

Utang jangka pendek ini mengalami penurunan menjadi Rp1,8 trilliun pada 2015 dan turun lagi menjadi Rp453 miliar pada 2017. Dengan demikian tampak bahwa perusahaan sangat baik dalam mengelola keuangan, karena utang jangka pendek yang mau jatuh tempo sudah sangat kecil. Selain itu menandakan pula bahwa perusahaan tidak mempunyai kesulitan keuangan untuk membayar pinjaman jangka pendek.

Selanjutnya, dapat dianalisa pula kemampuan perusahaan dalam membayar bunga pinjaman, yaitu dengan mencermati besaran keuntungan operasional terhadap bunga. Rasio ini selalu sangat jauh diatas 1x dimulai dari 2012 sebesar 14,47x dan 10,11x pada 2013 dan kemudian menurun menjadi 7,57x pada 2014 dan turun lagi menjadi 6,49x pada 2015.

Rasio ini mengalami peningkatan dalam dua tahun terakhir yaitu 9,72x pada 2016 dan turun lagi menjadi 7,11x pada 2017. Besaran rasio ini sudah jelas membuat perbankan menilai Pertamina dalam kondisi baik. Sementara rasio ini sudah memperhitungkan bunga pinjaman jangka panjang, sehingga persoalan kesulitaan keuangan perusahaan bisa dikesampingkan. Bahkan dengan rasio ini perusahaan akan mampu membayar cicilan. Artinya kekhawatiran ketidakmampuan perusahaan dalam membayar bunga dan cicilan adalah sangat tidak beralasan.

Kinerja perusahaan akan lebih baik bila proyek yang telah dirancang dapat dijalankan dengan baik. Persoalan arus kas perusahaan merupakan persoalan penting. Bagaimana kondisinya, hanya perusahaan yang memahami, karena belum muncul dipermukaan.

Namun dari angka-angka di atas sudah jelas bahwa Pertamina tidak mengalami kesulitan keuangan.

*) Artikel dimuat di koran cetak Bisnis Indonesia edisi Kamis (16/8/2018)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper