Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

OPINI: Upaya Strategis RI untuk Menarik Investasi Infrastruktur

Investasi infrastruktur yang tepat merupakan poin penting dari produktivitas dan prospek pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Untuk itu, sektor swasta masih merupakan investor yang memiliki potensi besar guna membantu proses akselerasi perkembangan infrastruktur di Indonesia.
Kebutuhan pembiayaan infrastruktur. /
Kebutuhan pembiayaan infrastruktur. /

Bisnis.com, JAKARTA – Tingkat kemajuan infrasruktur sebuah negara mencerminkan efisiensi perekonomian negara itu sendiri.

Ketika keadaan infrastruktur di sebuah negara lemah, umumnya akan berakibat sangat tingginya biaya logistik untuk kegiatan bisnis, termasuk perdagangan. Dan industri tersebut akan kehilangan daya saing, baik di tingkat nasional maupun global.

Pembangunan infrastruktur dan perkembangan ekonomi makro memiliki hubungan timbal balik, karena pembangunan infrastruktur memberikan dampak positif dan menciptakan multiplier effect. Sementara itu, pertumbuhan ekonomi membutuhkan perluasan pembangunan infrastruktur yang sudah ada, untuk menyerap peningkatan aliran barang dan sumber daya manusia (SDM).

Dalam kaitan ini, menarik untuk mencermati bagaimana capaian dan komitmen Indonesia untuk mencapai tingkat infrastruktur ideal. Pemerintah Indonesia sadar akan pentingnya memprioritaskan perbaikan infrastruktur agar iklim investasi dan bisnis menjadi lebih menarik. Oleh sebab itu, pembangunan infrastruktur menjadi salah satu fokus dari kerja nyata pemerintahan Presiden Joko Widodo.

Berbagai proyek infrastruktur yang ‘ambisius’ terlihat di beberapa daerah, terutama di daerah-daerah luar Jawa seperti Kalimantan, Sumatera, Nusa Tenggara, Papua Barat, serta Papua. Beberapa proyek tersebut antara lain Bandara Internasional Supadio Pontianak yang meningkatkan akses transportasi udara ke Kalimantan Barat dan Bandara Internasional Silangit untuk membuka akses pariwisata ke Sumatera Utara.

Kemudian, pembangunan Trans-Papua untuk mengurangi harga kebutuhan bahan pokok dan mengatasi ketimpangan pembangunan antar wilayah di Indonesia.

Adapun untuk di tingkat regional, HSBC melalui laporannya ASEAN Perspectives: Can ASEAN fill its infrastructure potholes memperkirakan bahwa diperlukan investasi infrastruktur sebesar US$2,1 triliun untuk pembangunan di seluruh Asean, dan anggaran saat ini hanya dapat mencakup US$910 juta.

Melihat situasi dimana kebutuhan akan investasi infrastruktur secara regional semakin meningkat, serta pinjaman bank tradisional semakin ketat, Pemerintah Indonesia kini harus semakin cerdas dan strategis dalam membuka jalan untuk potensi investasi dari sektor swasta.

Hal itu disadari oleh pemerintah melalui upaya-upayanya dalam membenahi birokrasi investasi yang kini berlaku. Kemudahan berinvestasi di Indonesia diakui telah mengalami perbaikan yang signifikan.

Hal ini diakui oleh Bank Dunia melalui laporan tahunan Doing Business 2018: Reforming to Create Jobs yang dirilis akhir tahun lalu. Laporan tersebut meneliti regulasi-regulasi di suatu negara yang berpengaruh dalam kemudahan atau hambatan dalam berusaha atau berbisnis.

Bank Dunia menggambarkan iklim kemudahan berusaha dari 190 negara, termasuk Indonesia, yang disebut dengan Ease of Doing Business (EoDB).

Presiden Joko Widodo menargetkan bahwa Indonesia mampu menembus 40 besar dalam peringkat kemudahan investasi di dunia pada tahun 2019. Saat ini, posisi Indonesia berada di angka 72 setelah dalam dua tahun terakhir mengalami kenaikan 42 peringkat selama tiga tahun belakangan ini.

Salah satu upaya untuk mencapai target tersebut, Presiden Joko Widodo mengimbau Kementerian/Lembaga untuk melakukan pemangkasan terhadap 50% dari 42.000 regulasi yang dianggap masih menyulitkan proses investasi masuk ke dalam negeri. Hal tersebut diutarakan Presiden pada saat membuka Rapat Kerja Pemerintah di JIExpo Kemayoran pada Maret lalu.

Selain memerhatikan aspek-aspek kemudahan berinvestasi serta birokrasi regulasi, Indonesia juga memerlukan perencanaan strategis untuk mampu menarik investasi ke dalam negeri. Produk-produk investasi yang ditawarkan pun harus semakin beragam dan sesuai dengan perkembangan minat investasi di tingkat global.

Kemitraan Jangka Panjang

Sumber investasi berpotensi lainnya untuk Indonesia adalah melalui Belt dan Road Initiative (BRI) yang diprakarsai oleh Pemerintah China. Menurut data kami, komitmen terkait BRI untuk Asean, khususnya di Malaysia, Indonesia, dan Filipina, akan berjumlah lebih dari US$77 triliun. Melalui BRI, Pemerintah China memiliki fokus pada pendekatan komersial yang mencari kemitraan yang bersifat sustainable atau berkelanjutan dan saling menguntungkan, seperti halnya kemitraan dengan Pemerintah Indonesia.

Minat berinvestasi di Indonesia dari perusahaan-perusahaan China dengan memaksimalkan BRI dalam proyek-proyek yang dirancang dengan baik dan terstruktur menjadi semakin jelas dalam proyek-proyek yang diberikan dan berpotensi.

Secara praktek, kemitraan ini termasuk menempa hubungan yang lebih kuat pada semua tingkat pemerintahan. Dalam hal ini kedua belah pihak menjadi lebih proaktif dalam mencari dan menentukan kemitraan dengan perusahaan lokal, serta konsultasi secara rinci dengan badan pemerintah terkait dengan kepastian keuntungan yang berkelanjutan dan tetap sejalan dengan standar peraturan lingkungan hidup yang berlaku.

Apabila melihat dari perspektif kemitraan swasta, apakah itu melalui pasar modal, investasi internasional maupun BRI, kesemuanya memungkinkan bagi Pemerintah Indonesia untuk meningkatkan modal baru dan mendaur ulang modal yang ada menjadi ‘lapangan baru’ serta memiliki kemampuan untuk memicu terbukanya akses terhadap pengetahuan teknologi dan efisiensi operasional.

Dengan upaya akselerasi perbaikan infrstruktur yang telah diupayakan Presiden Jokowi selama tiga tahun terakhir, beliau pun mengakui bahwa untuk terus memperoleh hasil yang optimal dalam memenuhi komitmen ini, Indonesia masih perlu mengimpor modal dan keahlian.

Investasi infrastruktur yang tepat merupakan poin penting dari produktivitas dan prospek pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Untuk itu, sektor swasta masih merupakan investor yang memiliki potensi besar guna membantu proses akselerasi perkembangan infrastruktur di Indonesia.

Menurut kami, fondasi utama dari fokus kerja ini adalah untuk membuka aset infrastruktur yang ada ke sektor swasta, yakni melalui produk seperti sekuritisasi utang dan pasar obligasi proyek.

*) Artikel dimuat di koran cetak Bisnis Indonesia edisi Rabu (17/10/2019)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper