Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

LARANGAN POLITIK DINASTI: Keluarga Incumbent Boleh Ikut Pilkada

Mahkamah Konstitusi membolehkan syarat pencalonan kepala daerah yang tertuang dalam Pasal 7 huruf r Undang-Undang Nomor 8 tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah.
Ketua Mahkamah Konstitusi Arief Hidayat (tengah) di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta./Antara-Wahyu Putro A
Ketua Mahkamah Konstitusi Arief Hidayat (tengah) di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta./Antara-Wahyu Putro A

Kabar24.com, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi membolehkan syarat pencalonan kepala daerah yang tertuang dalam Pasal 7 huruf r Undang-Undang Nomor 8 tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah.

MK mengabulkan ketentuan bahwa calon kepala daerah yang berasal dari keluarga incumbent (sedang menjabat)/petahana dibolehkan untuk maju sebagai kepala daerah.

"Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian, menyatakan bahwa Pasal 7 huruf r tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat," kata ketua majelis konstitusi Arief Hidayat, dalam membacakan putusan di Gedung Sidang MK, Rabu (8/7).

Dalam pertimbangan hukumnya, hakim konstitusi Anwar Usman menyatakan bahwa ketentuan yang tertuang dalam Pasal 7 huruf r Undang-Undang tentang Pilkada itu bersifat diskriminatif.

Musababnya, ketentuan pencalonan dalam pasal itu mengkebiri hak warga negara yang ingin berpolitik lantaran keluarganya merupakan incumbent.

"Menurut Mahkamah, Pasal tersebut melanggar hak konstitusi warga negara untuk memperoleh hak yang sama dalam pemerintahan," kata Anwar dalam persidangan.

"Menurut Mahkamah, Pasal tersebut akan sulit dilaksanakan oleh penyelenggara karena pemaknaan petahana diserahkan pada masing-masing penafsiran. Tidak ada kepastian hukum. Padahal itu menjadi penentu hak seseorang untuk menjadi kepala daerah."

Anwar mengatakan MK menilai bahwa konfilik kepentingan dalam pemilihan kepala daerah itu hanya bisa dilakukan apabila incumbent yang melakukan politisasi terhadap semuanya. Artinya, bukan berarti adanya sanak famili yang ingin mencalonkan dianggap sebagai munculnya konflik kepentingan.

"Keluarga hanya diuntungkan apabila ada keterlibatan kepala daerah langsung atau terselubung. Maka pembahasan petahana harus diatur dalam norma undang-undang," ujarnya.

Hakim konstitusi Patrialis Akbar menyatakan ketentuan dalam Pasal 7 huruf r yang melarang keluarga petahana mencalonkan diri sebagai kepala daerah melanggar Pasal 28 J ayat 2 UUD 45.

"Pasal 7 huruf r mengandung muatan diskriminasi, diakui pembentuk undang-undang dalam memuat perbedaan perlakuan yang semata mata atas status kelahiran dan kekerabatan," kata Patrialis.

"Dengan demikian, Pasal 7 huruf r bertentangan dengan pasal 28 huruf J UUD 45."

Mahkamah, kata Patrialis, menilai bahwa seharusnya aturan konflik kepentingan harus diatur secara spesifik untuk petahana. Bukan mengatur untuk keluarga petahana yang ingin mencalonkan sebagai kepala daerah.

Pengajuan permohonan uji materi ketentuan larangan politik dinasti itu dilakukan oleh Adnan Purichta Ichsan dan Aji Sumarno.

Adnan saat ini anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sulawesi Selatan. Dia adalah anak Bupati Gowa, Sulawesi Selatan, Ichsan Yasin Limpo, yang juga keponakan Gubernur Sulawesi Selatan, Syahrul Yasin Limpo. Sedangkan Aji Sumarno merupakan menantu Bupati Selayar, Sulawesi Selatan, Syahrir Wahab.




Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : News Editor
Editor : Yusran Yunus
Sumber : Tempo.co
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper