Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

KORUPSI KTP ELEKTRONIK : Wacana Hak Angket Dinilai Berlebihan

Langkah anggota DPR yang mewacanakan penggunaan hak angket terkait penyidikan kasus korupsi KTP elektronik dinilai tidak memiliki alasan yang jelas, sehingga wakil rakyat itu dinilai berlebihan dalam menggunakan hak tersebut.
Juru bicara KPK Febri Diansyah menyampaikan pernyataan pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (12/4)./Antara-Reno Esnir
Juru bicara KPK Febri Diansyah menyampaikan pernyataan pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (12/4)./Antara-Reno Esnir

Kabar24.com, JAKARTA - Langkah anggota DPR yang mewacanakan penggunaan hak angket terkait penyidikan kasus korupsi KTP elektronik dinilai tidak memiliki alasan yang jelas, sehingga wakil rakyat itu dinilai berlebihan dalam menggunakan hak tersebut.

Pengamat Hukum dari Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta Zainal Arifin Muchtar mempertanyakan rencana DPR untuk menggunakan hak tersebut karena tidak ada alasan yang kuat bagi DPR untuk mempertanyakan proses penyidikan.

“Ada kecurigaan hak angket ini abal-abal karena tidak jelas alasan sesungguhnya,” ujarnya, di Gedung KPK, Jumat (21/4/2017).

Dikatakan, jika DPR sampai menggunakan hak angket tersebut, maka lembaga ini dianggap berlebihan karena hak penyelidikan sebagaimana yang diatur dalam hak angket harusnya digunakan untuk mempertanyakan kebijakan pemerintah, bukan memeprtanyakan proses penyidikan yang dilakukan oleh lembaga penegak hukum.

Berita acara pemeriksaan (BAP) para saksi merupakan suatu dokumen bersifat rahasia yang hanya bisa dibuka di persidangan. Karena itu, menurutnya KPK telah mengambil langkah yang tepat dengan menolak keinginan DPR untuk membuka BAP dan memutar video rekaman pemeriksaan Miryam S. Haryani, politisi Partai Hanura yang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pemberian keterangan palsu dalam persidangan korupsi KTP elektronik.

Sebelumnya, Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah mengatakan, bahwa permintaan DPR yang disampaikan dalam rapat dengar pendapat (RDP) tersebut tidak bisa diberikan oleh KPK, karena merupakan bagian terkait proses hukum baik di penyidikan dengan tersangka Miryam Haryani, serta penyidikan kasus KTP elektronik dengan tersangka Irman dan Sugiharto.

“Jadi jika bukti-bukti yang ada, yang muncul dalam rangkaian proses persidangan ini dibuka maka ada risiko buat bias proses hukum dan bukan tidak mungkin dapat menghambat penanganan kasus baik untuk MSH atau KTP elektronik sendiri,” ujarnya.

Pihaknya menghormati kewenangan pengawasan DPR, namun hal itu jangan sampai masuk terlalu jauh dan rentan mempengaruhi proses hukum yang sedang berjalan.

Sejak awal mengangi perkara korupsi KTP elektronik,KPK telah meminta berbagai pihak agar tidak coba mempengaruhi atau melakuakan berbagai tindakan yang berisiko hambat penanganan kasus tersebut.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper