Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

SIDANG KORUPSI E KTP: Ini 10 Jawaban Irman

Mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Irman menyampaikan 10 bantahan terhadap keterangan pengusaha Andi Narogong dalam sidang dugaan korupsi pengadaan KTP-Elektronik.
Terdakwa kasus dugaan korupsi pengadaan e-KTP Irman (kiri) dan Sugiharto (kanan) berbincang sebelum sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (6/4)./Antara-Akbar Nugroho Gumay
Terdakwa kasus dugaan korupsi pengadaan e-KTP Irman (kiri) dan Sugiharto (kanan) berbincang sebelum sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (6/4)./Antara-Akbar Nugroho Gumay

Bisnis.com, JAKARTA -  Mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Irman menyampaikan 10 bantahan terhadap keterangan pengusaha Andi Narogong dalam sidang dugaan korupsi pengadaan KTP-Elektronik.

"Keterangan Andi banyak yang tidak sesuai fakta, banyak yang mengarang. Pertama, mengenai pertemuan yang saya hadiri bersama dengan Sugiharto, Andi, Setya Novanto dan Sekjen Kemendagri bu Diah yang disponsori Andi sendiri di Grand Melia, tapi tadi Andi mengatakan tidak ada padahal Bu Diah Anggaraini juga mengakui itu. Andi yang mengundang saya, Andi yang mengundang Pak Sugiharto," kata Irman dalam sidang di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (29/5/2017).

Andi Narogong menjadi saksi dalam persidangan untuk terdakwa Irman dan mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan (PIAK) pada Dukcapil Kemendagri Sugiharto.

Keberatan kedua adalah mengenai keterangan Andi yang mengatakan bahwa Sugiharto berpesan ada keponakan Irman bernama Dedi Apriyadi yang mengatakan bahwa pemenang tender KTP-E adalah PT Mega Global.

"Saya merasa difitnah karena dinyatakan bahwa Sugiharto menyatakan ke Andi ada keponakan saya namanya Dedi Apriyadi. Saya sampai hari ini tidak pernah punya saudara ikut proyek e-KTP atau bergabung dalam konsorsium dan tidak ada keponakan saya namanya Dedi Apriyadi. Saya tanya ke Pak Sugiharto, juga tidak ada dia bicara begitu, jadi itu menfitnah saya," ungkap Irman.

Ketiga, Irman membantah pernyataan Andi yang mengaku bahwa Andi berniat untuk menjadi subkontraktor proyek KTP-E.

"Boleh ditanya ke semua pihak, semua saksi dalam sidang bahwa tidak pernah ada minat Andi untuk menjadi subkontraktor. Minat Andi malah untuk memfasilitasi pembentukan 3 konsorsium, yang dilapori ke saya selalu itu. Tanya saja ke Pak Sugiharto, bertemu saya itu bukan untuk menjadi subkontraktor, tapi untuk memenangkan salah satu dari 3 konsorsium, pernyataan itu didengar Pak Sugiharto, itu keberatan yang ketiga," tambah Irman.

Keberatan keempat adalah mengenai pernyataan Andi yang mengakut tidak pernah berhubungan dengan DPR untuk mengatur anggaran DPR.

"Padahal lagi-lagi Pak Sugiharto jadi saksi bahwa saat pertemuan pertama saya dan Andi di ruangan saya, yang disampaikan ke saya, dia bilang diutus komisi II lalu mengatakan 'Tapi Pak Irman kunci dari proyek ini bukan di Komisi II tapi di SN (Setya Novanto) oleh karena itu kalau berkenan saya pertemukan Pak Irman dan Pak Sugiharto dengan Pak SN. Itu seminggu sebelum pertemuan di Grand Melia, jadi pertemuan pertama bukan masalah uang tapi bagaimana memfasilitasi anggaran dan kuncinya di SN," jelas Irman.

Kebeeratan kelima adalah mengenai pengakuan Andi Narogong yang mengaku bahwa Irman meminta uang 1,5 juta dolar AS kepada dirinya.

"Saya sangat keberatan dan tidak pernah terjadi saya dan Pak Sugiharto meminta uang ke Andi karena uang yang 1,5 juta dolar AS memang ada tapi prosesnya bertahap. Setiap anggota DPR meminta uang ke Pak Sugiharto, awalnya melalui saya yaitu Miryam S Haryani dan Markus. Lalu saya kasih tahu ke Pak Sugiharto lalu minta ke Andi. Jadi tidak atas permintaan saya," tambah Irman.

Irman juga mengungkapkan bahwa pemberian uang bukanlah dilakukan langsung oleh Andi dan Sugiharto tapi Sugiharto menyuruh Yosep Sumarsono dan Andi menyerahkan uang melalui adiknya, Vidi. Pembicaraan mengenai uang itu pun terjadi pada 2012, bukan pada 2011 seperti yang disampaikan Andi.

Keberatan keenam adalah bahwa Johanes Tan tidak memegang kunci SIAK karena setelah serah terima pekerjaan maka kunci SIAK diserahterimakan ke Dirjen Dukcapil dan tidak dipegang swasta.

"Kalau disebut Johanes pegang kunci, ini penyesatan publik, dan Johanes memang menguasai proyek SIAK namun tidak memegang kuncinya," tambah Irman.

Keberatan ketujuh adalah bahwa Irman membantah melemparkan piring ke Andi dan Sugiharto karena PT Mega Global kalah.

"Ya Allah, saya tidak pernah menyentuh PT Mega Global. Saya akui yang saya berikan dukungan adalah 3 korsorisum Murakabi, PNRI dan Astagraphia yang menurut Sekjen berdsarkan laporan Andi yang minta tolong ke saya agar dikawal tapi kok lari ke Mega? Makanya 3 konsorsium itu yang kami fasilitasi secara teknis, tidak ada hubungan saya dengan PT Mega Global," tegas Irman.

Keberatan kedelapan adalah Irman membantah memperkenalkan Direktur Utama PT Sandipala Artha Putra Paulus Tannos sebagai orang dari Gamawan Fauzi.

"Demi Allah, saya tidak pernah mengeluarkan kata-kata 'Ini Paulus Tannos orangnya Gamawan'. Sekali lagi saya sedang berpuasa, tidak pernah saya mengeluarkan kata-kata itu," tambah Irman.

Kesembilan, Irman juga keberatan bahwa uang muka proyek KTP-E tidak dicairkan karena ketidaksenanangan Irman terhadap pemenang tender.

"Itu betul-betul fitnah lagi. Kenapa tidak dicairkan karena jaminan yang diberikan itu jaminan asuransi. Saya konsultasi dengan Pak Menteri harusnya jaminan dari bank umum, kalau hanya jaminan asuransi dan bila yang memberikan orangnya lari akan susah menagihnya," jelas Irman.

Keberatan kesepuluh, Irman menegaskan ada pemberian uang kepada Diah Angraeni di rumah Diah yang diberikan langsung oleh Andi sebesar US$500.000  memang benar terjadi.

"Ada uang yang diserahkan ke Bu Diah Angraeni. Diakui saat Diah menjadi saksi di sidang ini, yang bercerita ke Sugiharto adalah Andi sendiri, Andi lalu lapor ke saya bahwa sudah ada penyerahan uang di rumah Diah Angraeni yang dilakukan Andi bersama dengan Johanes Marlem. Saya juga dapat informasi dari Bu Diah sebagai penerima jadi saya dapat info dari pemberi dan penerima," ungkap Irman.

Atas keberatan itu Andi menegaskan tetap pada keterangannya. "Saya tetap pada keterangan saya," kata Andi.

Sugiharto pun memperkuat pernyataan Irman. "Mengenai dana US$1,5 juta  itu yang US$500.000  semuanya untuk Miryam S Haryani, US$400.000 untuk Miryam, US$200.000  untuk Pak Irman untuk biaya tim supervisi dan US$400.000  untuk Markus Nari (anggota Komisi II dari Golkar)," kata Sugiharto menanggapi Andi.

"Apakah memberikan US$775.000, US$650.000 dan US$500.000 melalui Drajat Wisnu, betul atau tidak?" tanya Sugiharto.

"Tidak pernah," jawab Andi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Newswire
Sumber : ANTARA
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper