Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pemerintah Perlu Dorong Masuknya Investasi Asing Berorientasi Ekspor

Pemerintah perlu mendorong masuknya investasi asing yang berorientasi ekspor untuk mengatasi defisit neraca perdagangan.
Ilustrasi/ANTARA-Iggoy el Fitra
Ilustrasi/ANTARA-Iggoy el Fitra

Kabar24.com, MALANG—Pemerintah perlu mendorong masuknya investasi asing yang berorientasi ekspor untuk mengatasi defisit neraca perdagangan.

Ekonom dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Dias Satria mengatakan dengan masuknya investasi otomatis akan ada dana yang masuk, di sisi lain karena produknya berorientasi ekspor, maka otomatis juga akan mendatangkan devisa.

“Jadi tugas pemerintah saat bagaimana investasi langsung dari asing yang berorientasi ekspor itu bisa direalisasikan,” ujarnya di Malang, Senin (19/3/2018).

Seperti diketahui, tren defisit neraca perdagangan yang terjadi 3 bulan berturut-turut perlu diwaspadai, karena jika hal itu terus berlanjut, efeknya bisa mempengaruhi kesehatan fiskal.

Ekspor yang tinggi, kata dia, selain mendatangkan devisa juga memperkuat fiskal karena barang-barang yang diekspor itu dikenakan pajak. Dengan begitu, tingginya angka ekspor otomatis akan makin menyehatkan fiskal, dan sebaliknya.

Menurut Dias, yang juga bisa dilakukan pemerintah mendorong pengurangan impor untuk barang-barang subsitusi. Artinya, selama barang-barang bahan baku produksi selama ada di Tanah Air, maka idealnya menggunakan barang itu, tidak mendatangkan dari luar negeri, impor, sehingga dapat mengamankan neraca perdagangan tidak defisit terlalu dalam.

Dia mengamati, neraca perdagangan Indonesia dalam 10 tahun telah bergesar dari ekspor produk-produk manufaktur ke sumber daya alam (SDA) seperti batu bara, gas, dan sawit.

Hal itu bisa dihindari karena sektor produksi manufaktur nasional memang kurang kompetitif, apalagi sektor jasa dan ekonomi kreatif.

Kelemahan ekspor SDA, kata dia, pertumbuhannya tidak bisa tinggi. “Pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa tinggi karena didukung faktor konsumsi yang besar,” katanya.

Menurut dia, beberapa komoditas perkebunan, saat ini sedang seksi di pasar dunia, yakni kopi, cokelat, dan minyak kelapa. Namun ekspor Indonesia atas komoditas tersebut masih raw, mentah, sehingga kurang mempunyai nilai tambah.

Karena itulah, untuk jangka pendek pemerintah perlu mendorong agar komoditas berbasis SDA diproses terlebih dulu sebelum diekspor sehingga mempunyai nilai.

Industri pengolahan makanan, kata Dias, berpotensi mempunyai daya saing tinggi karena potensi produksi bahan bakunya besar, seperti industri pengolahan makanan berbasis ikan.

“Untuk jangka menengahnya, mengembangkan sektor manufaktur dengan melibatkan investasi asing itu,” ujarnya.

Selain investasi asing tadi memproduksi produk manufaktur yang berorientasi ekspor, juga diharapkan ada transfer knowledge pada pelaku lokal.

Contohnya, mereka mencari bahan-bahan untuk produksi tidak secara langsung, melainkan melibatkan pemasok lokal.

Untuk memasok bahan baku, pelaku lokal diberikan bimbingan seperti cara memilih bahan baku yang bagus serta cara mengolah secara sederhana agar bahan-bahan tetap terjaga bagus dalam periode yang lama.

“China dan India berhasil mengembangkan industrinya dengan cara seperti itu sehingga neraca berdagangannya menjadi positif,” ujarnya.

Untuk jangka panjang, pengembangan produk ekspor tetap pada usaha ekonomi kreatif karena nilai tambahnya tinggi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Choirul Anam
Editor : Rustam Agus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper