Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ketua Umum PSI Tolak Agama Dilacurkan demi Kepentingan Politik

Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia atau PSI Grace Natalie mengatakan banyak peraturan daerah (perda) yang mengatasnamakan agama yang tidak substansial.
Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Grace Natalie (tengah) memberikan keterangan kepada wartawan usai bertemu dengan Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) untuk mengadukan sulitnya kader perempuan ikut serta dalam kontestasi politik, di Gedung Komnas Perempuan, Jakarta, Senin (19/11)./Bisnis-Jaffry Prabu Prakoso
Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Grace Natalie (tengah) memberikan keterangan kepada wartawan usai bertemu dengan Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) untuk mengadukan sulitnya kader perempuan ikut serta dalam kontestasi politik, di Gedung Komnas Perempuan, Jakarta, Senin (19/11)./Bisnis-Jaffry Prabu Prakoso

Bisnis.com, JAKARTA - Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia atau PSI Grace Natalie mengatakan banyak peraturan daerah (perda) yang mengatasnamakan agama yang tidak substansial.

Perda itu dianggap menyengsarakan masyarakat karena ulah politikus yang tidak mau berpikir dan asal mencatut nama agama.

Grace mengatakan terdapat politisi yang tak mau repot berpikir menyusun program yang baik dan menyejahterakan masyarakat. Sebaliknya, mereka malah membatasi ruang gerak masyarakat dengan peraturan yang mengatasnamakan agama.

“Inilah yang tidak kami dukung. Oleh karena itu, kami mengatakan kami tidak ingin mendukung agama dilacurkan untuk kepentingan politik,” ujar Grace kepada awak media selepas berdiskusi di Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan, Jakarta, Senin (19/11/2018).

Grace menambahkan perda diskriminatif mayoritas mengatasnamakan agama. Dengan dasar penjelasannya ini, ia pun menolak disebut mengumbar kebencian atau menistakan agama atas sikap partainya itu.

Ketua Komnas Perempuan Azriana Manalu mengatakan terdapatnya beberapa perda berdasarkan agama yang membatasi ruang gerak masyarakat, terutama bagi perempuan. Contohnya, kata Azriana adalah Perda Prostitusi di Tangerang.

Perda ini, ucap dia, tidak dirumuskan secara matang, sehingga batasan soal pelacuran dianggap jelas. Akibatnya, semua orang yang berada di wilayah yang kadung dicap sebagai teritori prostitusi dicurigai sebagai pelaku asusila.

“Akhirnya (Perda Prostitusi) memakan korban. Ada satu perempuan yg diciduk Satpol-PP di wilayah itu. Padahal ia sedang menunggu jemputan,” ujar dia.

Azriana mengatakan sejauh ini ada sebanyak 421 perda yang dinilai diskriminatif. Beberapa di antaranya berbasis agama. Namun ia menolak menyebutkan berapa tepatnya perda diskriminatif berbasis agama itu.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : JIBI
Editor : Nancy Junita
Sumber : Tempo
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper