Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Menjadi Investor Tidur ala Lo Kheng Hong

Lo Kheng Hong beberapa kali tergelak mengenang kisahnya menjadi sleeping investor saham. Menurutnya, investasi saham membuat hidupnya berkualitas seperti sekarang; punya banyak uang sekaligus punya banyak waktu.
Hery Trianto/Bisnis
Hery Trianto/Bisnis

Lo Kheng Hong beberapa kali tergelak mengenang kisahnya menjadi sleeping investor saham. Menurutnya, investasi saham membuat hidupnya berkualitas seperti sekarang; punya banyak uang sekaligus punya banyak waktu.

Di dunia yang makin renta ini, menurutnya, ada empat macam orang. Pertama, orang banyak waktu tetapi tidak punya uang. Ia adalah pengangguran. Kedua, orang yang banyak uang tetapi tidak punya banyak waktu. Mereka adalah para pengusaha dan para profesional.

Ketiga, orang yang tidak punya banyak waktu dan tidak banyak uang. Mereka adalah para karyawan, bergaji kecil dengan pekerjaan setumpuk. Tipe orang ini, sangat sibuk bekerja, tetapi pada akhir bulan uang habis. Konon, populasi kelompok ketiga, cukup besar di Indonesia.

Keempat, orang yang punya banyak uang sekaligus punya banyak waktu, yakni sleeping shareholder, pemegang saham tidur, disebut juga sleeping investor; bisa mengerjakan apapun yang disukai.

Sehari-hari LKH, panggilan akrab Lo Kheng Hong bangun pukul 6 pagi, duduk di taman, minum kopi, baca 4 koran, lalu telepon perusahaan sekuritas langganan, pesan saham yang ingin dibeli. Sesekali, dia melayani undangan berbicara di beberapa forum atau jalanjalan ke luar negeri.

Menjadi Investor Tidur ala Lo Kheng Hong

Secara teknis, pria berusia 59 tahun ini adalah investor bekerja sendiri. Bahkan, ketika portofolio sahamnya terus bertambah, dia tak perlu merekrut orang untuk sekedar mencatat aset yang tersebar dalam berbagai saham perusahaan terbuka juga properti.

LKH menjadi pribadi yang independen dalam banyak hal, dan tentu saja secara finansial. Orang yang tidak punya kantor, tidak punya pelanggan, tidak punya karyawan,
tidak memiliki bos, dan satu lagi, tidak punya utang.

Dia hanya tampak begitu sibuk pada saat-saat tertentu, seperti pada Senin, (30/4), hari yang merupakan batas waktu bagi emiten merilis laporan keuangan kuartal I/2018. LKH mengunggah foto tumpukan koran dan sejumlah kertas HVS yang berisi cetakan laporan keuangan sejumlah perusahaan di Grup Whatsapps Sleeping Investor Saham.

Ruang ngobrol virtual ini memang beranggotakan para investor saham, analis, pengurus perusahaan, juga wartawan. Kami setiap saat bicara soal perkembangan saham, membahas kinerja emiten, rumor ataupun rekomendasi saham berprospek bagus. LKH, termasuk salah satu panutan di grup ini, terlihat dari gambar profil grup berisi foto dirinya dengan latar belakang rumah Warren Buffet, di Amerika Serikat.

Sebutan sleeping investor saham memang mengandung makna harafiah investor tidur; yakni pemilik modal besar ataupun kecil, untuk kemudian didiamkan dalam jangka waktu tertentu. Investor jenis ini, tidak mudah terpengaruh oleh fluktuasi harga saham, membeli saham karena fundamental perusahaan dan mencari keuntungan dalam jangka panjang dan tentu saja menikmati dividen.

Asal tahu saja, ketika Indeks Harga Saham Gabungan [IHSG] Bursa Efek Indonesia tertekan seperti dua pekan terakhir ini, adalah saat paling tepat bagi investor seperti LKH ambil posisi beli. Alasannya, ‘banyak saham murah dan salah harga’. Selalu ada kesempatan dalam sebuah kesempitan.

Menjadi Investor Tidur ala Lo Kheng Hong

Bagi investor pemula, kehadiran Lo Kheng Hong tentu sangat berarti. Pandangannya tentang satu emiten sangat ditunggu, dan biasanya mendapatkan banyak respons anggota grup. Namun, dia tidak pernah benarbenar menunjukkan saham mana yang pantas dijual atau dibeli. “Saya hanya mau kasih tahu cara memilihnya.”

Menurutnya, untuk menjadi investor tidur, hal pertama yang harus dilakukan adalah mempelajari siapa yang mengelola perusahaan itu. Apakah perusahaan itu dikelola orang jujur, profesional, berintegritas atau sebaliknya, tidak jujur, tidak profesional dan tidak berintegritas. Bila pengelola perusahaan itu suka mengambil uang untuk dirinya, ‘adalah suatu yang mengerikan bagi investor’.

Kedua, adalah bidang usaha. Ada bidang usaha yang baik dan tidak baik. Saat ini, bidang usaha baik banyak sekali seperti perbankan, barang konsumsi, atau pertambangan batu bara. Ketiga harus rajin mengecek apakah perusahaan itu punya laba besar. Pilihlah perusahaan dengan laba besar karena itu seperti memiliki mesin pencetak uang. Harga saham berkorelasi dengan laba.

Keempat, belilah saham-saham perusahaan yang bertumbuh. Artinya setiap tahun labanya selalu meningkat. LKH mencontohkan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI), emiten yang dulu punya laba Rp11 triliun, tetapi pada akhir 2017 sudah mencapai Rp29 triliun.

Kelima, belilah perusahaanperusahaan dengan valuasi murah. Artinya, perusahaan yang salah harga, seperti price earning ratio (PER) rendah dan price to book value (PBV) di bawah satu kali.

Menjadi Investor Tidur ala Lo Kheng Hong

Bisa dibilang, LKH memang seorang investor saham kawakan, dengan pengalaman 30 tahun. Semula dia adalah bankir di PT Bank Ekonomi Rahardja Tbk., jauh sebelum lembaga itu diakuisisi dan merger dengan The Hongkong Shanghai Bank Corporation (HSBC). Posisi terakhir sebelum mengundurkan diri adalah kepala cabang.

Berhenti sebagai pegawai menjadi keputusan tepat bila merunut hasil yang sudah dinikmati saat ini. Tentu saja dia enggan membeberkan berapa nilai kekayaannya yang sudah tertanam di saham, tetapi tak sedikit yang menaksir antara Rp2,5 triliun hingga Rp3 triliun.

Namun, bila dia dengan mudah membeli sebuah rumah seharga US$1 juta, tepat berseberangan dengan tempat tinggal yang dihuni sejak 1958 oleh sang idola; investor saham Warren Buffet, di Omaha, Amerika Serikat, siapa yang tidak mahfum? Dengan membeli rumah itu, LKH mengaku ingin bertetangga dengan Warren Buffet, lalu berkenalan.

Benar-benar sebuah obsesi sederhana seorang penggemar dengan sang idola. Bagi orang awam, aktivitas ini berbiaya mahal, kendati LKH menganggap rumah tersebut dibeli secara ‘salah harga’ karena harga pasarnya jauh di atas harga beli. Salah harga, adalah kunci.

Membeli dengan salah harga ini sepertinya menjadi prinsip LKH. Tidaksaja dalam membeli rumah, tetapi juga dalam membeli mobil Mercedes Benz Seri S bekas yang kini menemani kesibukannya. “Seumur-umur, saya baru sekali membeli mobil baru merk Timor pada dekade 1990-an, itupun mobil salah harga karena bebas bea masuk. Bagi saya, membeli mobil itu nilainya akan terus turun,” tutur Lo Kheng Hong.

Pernah suatu ketika, saya berkesempatan makan siang dengan ‘Warren Buffet Indonesia’ itu dan mengorek banyak hal darinya. Terus terang keuntungan besar dari investasi saham bikin banyak orang ngiler.

LKH membocorkan beberapa rahasia sukses belanja sahamnya. Pernah suatu ketika, beberapa tahun setelah krisis 1998, dia mengoleksi saham PT United Tractors Tbk. (UNTR) diharga Rp250, lalu menjualnya beberapa tahun kemudian di harga Rp15.000.

Beberapa waktu lalu, dia juga mengaku membeli saham PT Indah Kiat Pulp & Paper Tbk. (INKP) pada harga Rp1.000 lalu melepasnya diharga Rp11.000. Lalu LKH memborong saham PT Indika Energy Tbk. (INDY) saat masih di level Rp100 dan membawanya sebagai pemegang saham terbesar keempat setelah para pendiri perusahaan itu.

Menjadi Investor Tidur ala Lo Kheng Hong

Pada 2016, LKH melepas saham INDY di level Rp4.500. Mau tahu alasan rahasia saat aksi borong terjadi? “Saya membeli di harga Rp100 saat nilai bukunya Rp1600. Inilah salah satu contoh saham salah harga,” tuturnya.

Namun, bila kita ingin belajar, jangan pernah puas menilai hanya dari kesuksesannya sekarang. Investor seperti Lo Kheng Hong, bukan lahir dari sebuah keajaiban semalam. Ia ditempa oleh kegagalan, termasuk ketika krisis 1998, nilai portofolio sahamnya melorot tinggal 15%.

Hanya karena investasi tanpa sepeserpun dari utang maka LKH bisa bertahan. Mengalihkan saham tersisa tersebut untuk memborong UNTR, adalah momentum penyelamatan hingga dia bertahan. Contoh gagal dan bangkit ini bukan monopoli seseorang. Saya tahu, sebagian besar investor saham punya jejak kegagalan.

Mengutip Jack Ma, pemilik Alibaba Group Ltd, perusahaan dagang el multinasional, ketika orang masih gagal, apapun yang dikatakan seperti kentut. Namun, ketika sudah berhasil, kentutpun sangat menginspirasi. Menurut saya, bisa jadi ini benar, tetapi tidak selalu tepat. Selebihnya, terserah Anda! Disclaimer mode on.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Hery Trianto
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper