Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

PASAR MODAL : Menimbang Tantangan IPO Startup

Upaya Bursa Efek Indonesia untuk mendorong perusahaan-perusahaan rintisan di bidang teknologi digital menjadi besar dengan mendaftar menjadi perusahaan terbuka di bursa tidak mudah, tetapi bukannya tanpa harapan.
Startup/olpreneur.com
Startup/olpreneur.com

Bisnis.com, JAKARTA - Upaya Bursa Efek Indonesia untuk mendorong perusahaan-perusahaan rintisan di bidang teknologi digital menjadi besar dengan mendaftar menjadi perusahaan terbuka di bursa tidak mudah, tetapi bukannya tanpa harapan.

Inisiatif BEI untuk membina perusahaan rintisan atau startup melalui IDX Incubator sejak tahun lalu sudah mulai membuahkan hasil. Namun, untuk membawa startup yang dibina tersebut ke lantai bursa masih akan menghadapi sejumlah kendala.

Tahun lalu, IDX Incubator menjaring 22 startup untuk dibina. Startup-startup tersebut bergerak di industri yang berbeda-beda, meskipun semuanya menawarkan solusi produk yang berbasis teknologi digital. Sebanyak 7 di antaranya bergerak di bidang teknologi finansial atau fintech.

Tahun ini, IDX Incubator kembali menjaring startup untuk gelombang kedua sebanyak 20 startup. Sebanyak 7 di antaranya menawarkan solusi e-commerce. Sektor lain yang banyak ditawarkan yakni pendidikan, internet of things, media massa, layanan software (software as a service), dan logistik.

BEI memang tengah berusaha merespon tren zaman yang kian terdigitlisasi. Di sisi lain, semakin banyak kaum muda kreatif yang berinisiatif tinggi dan memiliki semangat berwirausaha memanfaatkan peluang yang ditawarkan era internet saat ini.

Irmawati Amran, Program Director IDX Incubator, mengatakan bahwa masa depan perusahaan-perusaahaan berbasis teknologi digital dan internet sangat prospektif. BEI berupaya untuk menunjukkan bahwa pasar modal memberi peluang bagi perusahaan-perusahaan ini untuk menjadi besar dan berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi bangsa di masa mendatang.

Namun, dirinya mengakui tidak mudah untuk membawa startup listing di BEI. Saat ini, kebanyakan startup masih menghadapi kendala kecilnya aktiva berwujud bersih (net tangible assets) serta lemahnya penerapan good corporate governance (GCG).

“Potensi mereka ke market untuk dapat revenue berkembang itu ada, cuma kita harus didik mereka dengan GCG. Sudah ada 1 yang potensial untuk go public karena net tangible assets-nya sudah terpenuhi minimum Rp5 miliar, cuma mereka harus GCG tepenuhi,” katanya, Kamis (11/1/2018).

Selain 1 startup dari IDX Incubator yang cukup siap IPO, ada 2 startup lainnya yang sudah lebih dahulu berkembang tetapi berminat untuk mendapat bimbingan melalui IDX Incubator. Menurutnya, besar peluang kedua startup itu pun akan listing tahun ini.

Irmawati menilai, masalah GCG sejatinya bukan hanya tantangan untuk startup, tetapi tantangan bagi semua perusahaan yang ingin listing di BEI. Penerapan GCG mengharuskan korporasi minimal memiliki direktur dan komisaris independen, sektretaris perusahaan, dan komite audit, yang mana tentu akan menambah beban keuangan perusahaan.

Sementara itu, startup umumnya memulai usaha bukan dengan modal tinggi, melainkan ide dan pengembangan program komputer. Tidak semua startup memiliki angel investor yang bersedia menyuntikkan modal awal yang besar untuk operasional awal.

Aset terbesar startup justru pada sumber daya manusianya serta pada ide dan program yang dikembangkan. Program yang tengah dirintis tersebut boleh jadi belum memberikan hasil nyata bagi pendapatan startup, tetapi memiliki peluang berkembang yang sangat tinggi di masa depan.

Sementara itu, saat ini BEI juga masih menunggu kejelasan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) dari Ikatan Akuntan Indonesia dalam hal penilaian terhadap intangible assets dari startup. Adanya kejelasan PSAK akan memberi keuntungan bagi startup untuk mendapatkan nilai wajar dari produk program digitalnya, sekalipun syarat untuk listing tetap harus memiliki Rp5 miliar NTA.

“Kita sempat bertemu IAI, menurut mereka dengan PSAK yang sudah ada bisa menghitung intangible asset startup. Jadi, nanti tidak perlu terbitkan yang baru. Kita tunggu sosialisasi IAI,” katanya.

Alpino Kianjaya, Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa Efek Indonesia, mengatakan bahwa syarat NTA ini bisa saja terpenuhi bila startup bisa mendapatkan angel investor. Adanya IDX Incubator justru bertujuan membantu mempertemukan startup potensial dengan investor.

Alpino mengatakan saat ini sudah banyak calon investor asing yang menyatakan minatnya terhadap startup-startup Indonesia dan ingin bertemu dengan 42 startup di IDX Incubator. Mereka berminat investasi melihat besarnya pasis pasar dan peluang semakin tingginya penetrasi internet di Indonesia.

“Kita sudah sampaikan, sangat mudah untuk berinvestasi di pasar modal Indonesia, sudah ada perusahaan sekuritas asing yang memiliki perwakilan di Indonesia,” ungkapnya.

Namun, kendati minat investor asing dan institusi tinggi, minat investor ritel kemungkinan terbatas.

Budi Frensidy, pengamat pasar modal Universitas Indonesia, menilai cukup sulit untuk mengharapkan investor ritel Indonesia akan sangat antusias terhadap saham-saham start up yang akan IPO.

Saham-saham perusahaan berkapitalisasi pasar kecil selama ini umumnya kurang likuid dan cenderung turun di pasar sekunder bila tanpa adanya market maker.

Selain itu, standar akuntansi yang digunakan untuk menilai kapitalisasi pasar start up cukup sulit diterapkan sebab yang dinilai bukan aset riil melainkan potensi pangsa pasar pengguna produk teknologi atau aplikasi mereka, yang mana cenderung fluktuatif dan tidak pasti.

“Bagi investor ini pasti beresiko karena aset dasarnya kecil. Ini yang dinilai apa yang tidak riil yang mana sulit diprediksi karena nilai berdasarkan estimasi. Jangan-jangan itu hanya benar untuk kondisi saat ini, ke depan bisa berubah lagi,” ungkapnya.

Nicky Hogan, Direktur Pengembangan Bisnis Bursa Efek Indonesia, menilai bahwa kendala aturan bukanlah isu utama yang menghalangi langkah IPO perusahaan skala UMKM dan startup, melainkan persepsi investor terhadap perusahaan-perusahaan tersebut.

Tidak mudah bagi investor Indonesia untuk berinvestasi di perusahaan-perusahaan seumur jagung dengan rekam jejak yang belum terbukti, apalagi bila dengan kinerja awal yang merugi.

Tantangan-tantangan ini akan menjadi aral bagi startup untuk meyakinkan diri menjajaki pasar modal. Namun, tugas bursa juga untuk meyakinkan bahwa ada lebih banyak manfaat bila perusahaan go public dan bahwa tantanga-tantangan yang ada pelan-pelan bisa teratasi.

--

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Riendy Astria

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper