Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kenaikan Suku Bunga BI Tingkatkan Kepercayaan Diri Pasar Obligasi

Keputusan Bank Indonesia untuk kembali menaikkan suku bunga acuan BI 7 Days Repo Rate 25 bps ke level 4,75% disambut baik pelaku pasar sebab akan meningkatkan kepercayaan diri investor untuk kembali masuk di pasar surat utang.
Ilustrasi/Bisnis.com
Ilustrasi/Bisnis.com

Bisnis.com, JAKARTA—Keputusan Bank Indonesia untuk kembali menaikkan suku bunga acuan BI 7 Days Repo Rate 25 bps ke level 4,75% disambut baik pelaku pasar sebab akan meningkatkan kepercayaan diri investor untuk kembali masuk di pasar surat utang.

Ramdhan Aria Maruto, Associate Director Fixed Income Anugerah Sekuritas Indonesia, mengatakan bahwa pasar memang sudah menunggu BI kembali menaikkan suku bunganya, mengingat yield di pasar obligasi sudah lebih dahulu naik dengan agresif.

“Memang market menunggu ini, kebijakan BI jangan berlawanan dengan pasar. Untuk membuat pasar confidence, suku bunga memang harus naik sekarang. Jangan sampai suku bunga ketinggalan dibandingkan yield yang sudah naik duluan,” katanya, Rabu (30/5/2018).

Ramdhan berharap, kenaikan ini akan mampu meredam tekanan jual asing di pasar modal Indonesia. Meski begitu, dirinya menilai pasar Indonesia masih tetap rentan dalam satu hingga dua bulan ke depan dan tekanan terhadap nilai tukar rupiah pun belum selesai.

Meskipun dollar sempat mengalami pelemahan beberapa waktu terakhir, tetapi dirinya menilai untuk jangka panjang potensi peningkatannya masih lebih besar. Alhasil, pelemahan mata uang negara berkembang masih akan berlanjut.

Ramdhan menilai, untuk menopang pasar, menjadi pertaruhan bagi pemerintah atau regulator untuk mampu menjaga kondisi makro ekonomi domestik tetap stabil. Termasuk di antaranya yakni untuk menggerakan investor lokal kembali masuk ke pasar.

Dhian Karyantono, Analis Fixed Income Mirae Asset Sekuritas, memperkirakan bahwa kenaikan suku bunga ke level 4,75% hanya akan memberikan dampak positif dalam jangka pendek bagi pasar obligasi, seiring menguatnya rupiah oleh karena kebijakan tersebut.

“Untuk bulan Juni 2018, yield obligasi Indonesia khususnya 10 tahun saya perkirakan masih dalam tren meningkat atau lebih tinggi dibandingkan dengan akhir bulan ini ke kisaran 7,20% - 7,40%,” katanya.

I Made Adi Saputra, Kepala Divisi Riset Fixed Income MNC Sekuritas, mengatakan bahwa efek kenaikan suku bunga terhadap kestabilan mata uang memang membutuhkan waktu.

Kenaikan suku bunga masih harus ditindaklanjuti dengan intervensi lanjutan dalam kebijakan moneter, antara lain lelang SBBI valas untuk menyerap cadangan dollar khususnya dari bank. Padahal, lelang ini memiliki jadwal sehingga tidak serta merta akan berefek instan pada pasar.

Di sisi lain, langkah pemerintah menerbitkan Samurai Bond ¥100 miliar juga positif untuk menambah cadangan devisa. Hal ini sudah mulai difaktorkan oleh pasar. Langkah-langkah ini diharapkan bisa meredam gejolak mata uang rupiah yang menjadi kunci kinerja pasar obligasi.

Made mengatakan, nilai tukar rupiah yang sempat menguat dua hari terakhir lebih banyak ditopang oleh pelemahan dollar, sehingga belum meyakinkan. Meski begitu, secara teknikal dolar kini cenderung mulai melemah terhadap mata uang global, sehingga tanpa buru-buru menaikan BI 7DRR pun rupiah kemungkinan bisa menguat lagi.

“Kita berharap penguatan rupiah dua hari terakhir bisa memberi sinyal penguatan setidaknya untuk jangka pendek dan menengah. Cuma perlu diingat bahwa bukan penguatan rupiah yang diharapkan pelaku pasar, tetapi stabilnya di level mana,” katanya, Senin (28/5).

Made menilai, sepanjang Juni masih ada potensi pelemahan di pasar obligasi domestik. Apalagi, ada libur lebaran yang cukup panjang dan bertepatan dengan pengambilan keputusan suku bunga The Fed.

Sepanjang Mei hingga Rabu (23/5), indeks ICBI sudah melemah setidaknya 3,2% dibandingkan akhir April 2018. Namun, sejak Kamis (24/5) hingga Senin (28/5) indeks ICBI sudah menguat lagi 1,6% dibandingkan posisi Rabu (23/5).

Meski begitu, menimbang dinamika ekonomi global, kebijakan Amerika Serikat, dan ketegangan geopolitik, masih terbuka kemungkinan hadirnya pelemahan lebih lanjut.

“Sepanjang Juni masih ada potensi pelemahan di pasar kita, makanya yang perlu diperhatikan bagaimana menjaga stabilnya rupiah,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Riendy Astria

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper