Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Strategi Obligasi: Tenor Pendek Paling Menarik

Seri-seri tenor terpendek surat berharga negara kini menjadi pilihan investasi yang menarik bagi insvestor di tengah volatilitas pasar yang terus berlanjut. Selain lebih stabil, surat utang tenor pendek juga memiliki imbal hasil yang bisa bersaing dengan tenor panjang.
SURAT UTANG NEGARA
SURAT UTANG NEGARA

Bisnis.com, JAKARTA—Seri-seri tenor terpendek surat berharga negara kini menjadi pilihan investasi yang menarik bagi insvestor di tengah volatilitas pasar yang terus berlanjut. Selain lebih stabil, surat utang tenor pendek juga memiliki imbal hasil yang bisa bersaing dengan tenor panjang.

Berdasarkan data Bloomberg, selisih  imbal hasil atau yield surat utang negara (SUN) antara seri-seri tenor pendek dengan tenor-tenor yang panjang cenderung menyempit. Hal ini menyebabkan kurva yield SUN terlihat mendatar dengan posisi tinggi. 

Siswa Rizali, Presiden Direktur Asanusa Asset Management, mengatakan bahwa kurva imbal hasil yang flat disebabkan investor yang sudah keluar dari seri-seri tenor panjang dan pindah ke tenor pendek yang lebih stabil. Bahkan, menurutnya, sebagian besar investor tersebut juga sudah melepas kepemilikan mereka di tenor pendek.

Hal ini terutama dilakukan oleh kalangan manager investasi asing yang harus mengurangi kepemilikannya pada aset surat utang Indonesia. Penyebabnya, pelanggan mereka melakukan redemptionatas investasinya karena return yang negatif dan kondisi pasar yang tidak menentu.

Siswa mengatakan, aksi jual yang terjadi di pasar SBN selama ini lebih banyak disebabkan oleh gejolak eksternal yang datang silih berganti. Dari dalam negeri, tidak ada hal yang perlu sangat dikhawatirkan.

Artinya, pelemahan yang terjadi di pasar SBN tidak mencerminkan kondisi fundamental Indonesia sehingga harga yang terbentuk saat ini sudah sangat murah. Ini menjadi peluang yang sangat baik bagi investor domestik, mengingat tingkat yield saat ini sudah cukup tinggi.

Sebagai gambaran, posisi yield SUN 10 tahun saat ini yang berada pada level 7,99% sudah sama seperti posisi awal 2017. Padahal, saat itu Indonesia belum mendapatkan peringkat layak investasi dari Standard & Poor’s. Beberapa lembaga pemeringkat lain pun belakangan sudah menaikkan lagi peringkat Indonesia.

Siswa mengatakan, gejolak eksternal saat ini belum dapat dipastikan akan mereda. Di sisi lain, peluang bagi investor asing untuk kembali masuk dengan agresif untuk mendorong kenaikan harga SUN juga sangat terbatas.

“Jadi, untuk bisa potensi dapat yield yang menarik tetapi tidak ingin kena capital loss, lebih baik beli yang tenor pendek karena yakin pemerintah tetap akan penuhi kewajibannya. Begitu nanti flow sudah relatif tenang, baru mulai beli yang tenor lebih panjang,” katanya, Rabu (15/8).

Ezra Nazula, Direktur & Chief Investment Officer Fixed Income Manulife Asset Management, mengatakan bahwa perekonomian Indonesia yang membaik dan inflasi yang tetap stabil menjadi daya tarik pasar obligasi Indonesia.

Di sisi lain, kepemilikan investor asing terhadap total outstanding SBN juga kini semakin turun, dari 39,82% pada akhir 2017 menjadi 37,83% pada akhir pekan lalu menyebabkan potensi tekanan jual dari asing juga lebih terbatas. Artinya, potensi pelemahan lebih lanjut sebenarnya sudah terbatas.

Kepemilikan asing pada SBN tahun ini bahkan sempat mencapai Rp880,2 triliun pada 23 Januari 2018 atau 41,1% dari total outstanding saat itu. Dibandingkan dengan posisi akhir pekan lalu Rp847,41 triliun, kepemilikan asing sudah berkurang Rp32,79 triliun.

Daya tarik obligasi Indonesia juga terlihat dari rentang spread atau selisih yang semakin lebar antara yield SUN 10 tahun dengan US Treasury tenor yang sama. Rata-rata selisih yield satu tahun terakhir antara keduanya adalah sekitar 480 bps, tetapi kini sudah mencapai di atas 500 bps.

Ini merupakan indikator yang menunjukkan harga obligasi Indonesia kini sudah undervalue atau terlalu murah dan sangat menarik. Yield SUN yang tinggi kini sangat menarik, bandingkan dengan yield obligasi Jepang atau Eropa yang bahkan tidak mencapai 1%.

Ezra sependapat bahwa peluang pasar saat ini adalah pada seri-seri tenor pendek. Investor bisa mendapatkan imbal hasil yang mirip seperti tenor panjang, tetapi fluktuasinya lebih rendah.

“Secara historis, rata-rata selisih imbal hasil antara obligasi 10 tahun dan 5 tahun berada pada kisaran 40 bps, sementara saat ini selisihnya sekitar 12 bps, menjadikan level imbal hasil tenor pendek menjadi sangat atraktif,” katanya dalam riset awal Agustus.

Adapun, kepemilikan asing pada SBN hingga akhir Juli 2018 cenderung menggemuk di tenor jangka menengah >5 tahun hingga 10 tahun, mencapai Rp311,1 triliun atau 37% dari total portofolio asing di SBN senilai Rp839,26 triliun. Nilai ini naik dari posisi akhir 2017 Rp297,86 triliun.

Sementara itu, pada tenor >1 tahun hingga 2 tahun, kepemilikan asing akhir Juli 2018 hanya Rp10,44 triliun, sudah berkurang Rp32,6 triliun dibandingkan posisi akhir 2017 lalu Rp43,04 triliun. Pada kelompok tenor di atas 10 tahun, kepemilikan asing berkurang dari Rp308,96 pada akhir 2017 menjadi Rp295,4 triliun pada akhir Juli 2018.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Riendy Astria

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper