Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Harga Minyak Mentah Terjerembap. Ini Sebabnya

Harga minyak mentah berakhir terjerembap pada perdagangan Rabu (15/8/2018), seiring dengan meningkatnya kekhawatiran investor bahwa perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China berikut krisis Turki akan melemahkan permintaan.
Harga Minyak WTI/Reuters
Harga Minyak WTI/Reuters

Bisnis.com, JAKARTA – Harga minyak mentah berakhir terjerembap pada perdagangan Rabu (15/8/2018), seiring dengan meningkatnya kekhawatiran investor bahwa perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China berikut krisis Turki akan melemahkan permintaan.

Berdasarkan data Bloomberg, harga minyak West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman September anjlok US$2,03 dan ditutup di US$65,01 per barel di New York Mercantile Exchange.

Adapun harga minyak Brent untuk pengiriman Oktober ditutup merosot US$1,70 di level US$70,76 per barel di ICE Futures Europe exchange yang berbasis di London. Minyak mentah acuan global ini diperdagangkan premium US$6,30 terhadap WTI Oktober.

Dilansir Bloomberg, harga minyak di New York turun 3% pada Rabu ke level terendahnya sejak 6 Juni. Energy Information Administration (EIA) melaporkan, jumlah persediaan minyak mentah Amerika meningkat 6,81 juta barel pekan lalu. Raihan ini jauh meleset dari perkiraan analis dalam survei Bloomberg untuk penurunan 2,5 juta barel.

Baik jumlah stok dan pasokan nasional di pusat penyimpanan utama Cushing, Oklahoma, meningkat pekan lalu. Di sisi lain, laporan EIA menunjukkan kilang-kilang minyak Amerika beroperasi pada 98,1% dari kapasitasnya pekan lalu, level tertinggi sejak 1999.

“Memang itu adalah angka peningkatan yang besar, tetapi sedikit membayangi fakta bahwa kita memiliki angka penyulingan yang besar pula,” ujar Phil Flynn, analis pasar senior untuk Price Futures Group Inc.

Sementara itu, harga tembaga dan logam lainnya juga tersungkur di tengah kekhawatiran bahwa krisis di Turki akan meluas ke emerging market. Hal ini meresahkan investor yang telah terbebani perselisihan perdagangan antara AS dan China.

“Kita melihat sedikit peningkatan kekhawatiran tentang pertumbuhan permintaan dan itu didukung isu tarif dengan China. Kemungkinan adanya tanda-tanda pertumbuhan permintaan di Asia mulai turun sedikit,” kata Gene McGillian, manajer riset pasar untuk Tradition Energy.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper