Bisnis.com,JAKARTA - Konsumen properti mengharapkan adanya kebijakan lebih lanjut yang memudahkan dari pemerintah maupun lembaga perbankan dalam mengakses KPR
Wasudewan, Country Manager Rumah.com mengatakan berdasarkan hasil survei Rumah.com Property Affordability Sentiment Index 2017, sebanyak 86% konsumen properti menyatakan bahwa biaya dan proses Kredit Pemilikan Rumah (KPR) yang ada di Indonesia terbilang cukup berbelit.
Rumah.com Property Affordability Sentiment Index 2017 adalah survei tahunan yang diselenggarakan oleh Rumah.com bekerjasama dengan lembaga riset Intuit Research, Singapura, dengan total 1.020 responden dari seluruh Indonesia yang dilakukan pada bulan Januari - Juni 2017.
"Di sisi lain, 54% konsumen mengakui pemerintah telah melakukan sejumlah upaya dalam menekan harga rumah, agar bisa terjangkau khususnya bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR)," katanya melalui riset dikutip Kamis (17/8/2017)
Sebagai informasi, kilas balik keberhasilan pemerintah mengenai perombakan aturan LTV yang berlaku mulai Agustus 2016 membawa dampak positif. Pasca pelonggaran, pertumbuhan KPR pada bulan setelahnya mengalami peningkatan 6,21% (year-on-year) menjadi 6,48% (year-on-year). Berdasarkan jenisnya, KPR tipe 22-70 dan KPA tipe lebih kecil dari 21 mengalami pertumbuhan tertinggi.
Adapun beberapa upaya yang disebut masih perlu digenjot Pemerintah, menurut responden, di antaranya kebijakan mengenai Loan to Value (LTV) alias rasio pinjaman, keringanan pajak properti, dan penyederhanaan kepemilikan properti bagi Warga Negara Asing di Indonesia.
Uang Muka
Hasil survei juga menunjukkan 51% masyarakat Indonesia beranggapan nominal uang muka pembelian rumah atau apartemen yang terlalu tinggi menjadi penyebab mereka belum mengambil fasilitas kredit properti dari bank hingga saat ini.
Uang muka sendiri umumnya dikumpulkan para pencari properti dengan teknik menabung atau hasil meraup untung dari investasi emas maupun reksadana. Sementara menurut data dari MarkPlus Insight, hanya ada 6,6% wanita dan 5,3% pria yang menyisihkan 20% dari penghasilan setiap bulannya untuk tabungan masa depan.
Selain permasalahan uang muka, alasan lain yang menyebabkan masyarakat belum mengajukan kredit untuk properti adalah karena masih terikat dengan cicilan lain seperti kendaraan. Padahal dilihat dari urutan prioritas, yang termasuk kebutuhan primer adalah rumah, bukan kendaraan.
Faktor lainnya adalah belum mampu mencicil properti tiap bulan, tidak membutuhkan kredit pinjaman untuk pembelian properti, hingga tidak memenuhi syarat untuk pengajuan kredit lantaran status pekerjaan.
Survei Rumah.com Property Affordability Sentiment Index 2017 juga mencatat ada 23% responden yang saat ini tengah dalam proses cicilan rumah/apartemen. Mengenai tenornya, 48% responden memilih jangka waktu kredit 11 tahun -- 15 tahun, sedangkan 34%-nya memilih tenor yang lebih singkat yakni 6 tahun -- 10 tahun.
Wasudewan menambahkan bagi masyarakat yang saat ini masih ragu untuk membeli hunian dengan mencicil, sebaiknya menepis kekhawatiran tersebut karena tahun ini adalah waktu yang tepat untuk membeli (buyers time).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel