Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

RUU Agraria Diharapkan Jawab Persoalan Lahan Perumahan

Pelaku industri berharap rencana pemerintah menelurkan regulasi Bank Tanah dan menggodok Rancangan Undang Undang Agraria menjadi jawaban atas persoalan yang kerap menghantui pengembang dan utamanya konsumen properti di Indonesia.
Ilustrasi: Pekerja beraktivitas di proyek perumahan bersubsidi, di Bogor, Jawa Barat, Senin (4/9)./JIBI-Nurul Hidayat
Ilustrasi: Pekerja beraktivitas di proyek perumahan bersubsidi, di Bogor, Jawa Barat, Senin (4/9)./JIBI-Nurul Hidayat

Bisnis.com, JAKARTA - Pelaku industri berharap rencana pemerintah menelurkan regulasi Bank Tanah dan menggodok Rancangan Undang Undang Agraria menjadi jawaban atas persoalan yang kerap menghantui pengembang dan utamanya konsumen properti di Indonesia.

Direktur Utama Smart Property Consulting (SPC) Muhammad Joni menilai isu pertanahan masih belum rampung. Pasalnya sejak mewarisi hukum zaman kolonial hingga sekarang regulasi pertanahan belum sepenuhnya positif mengatur hak kepemilikan tanah dan peruntukannya.

Dengan RUU Agraria diharapkan pemerintah mampu mengisi kekosongan UU Pokok Agraria atau pun mengubah dengan kepastian yang lebih menjamin.

“Kalau mau mengubah memang akan membutuhkan debat yang panjang mengenai dua poin yakni norma dan azas yang akan digunakan, sedangkan jika hanya dirancang untuk mengisi kekosongan paling penting pemerintah harus mulai tegaskan peruntukan lahannya,” katanya, Minggu (22/10/2017).

Joni menuturkan UU Agraria saat ini belum menyebut secara spesifik peruntukan lahan khususnya untuk kawasan perumahan. Padahal kebijakan peruntukan lahan sangat penting untuk menjamin ketersediaan pasokan perumahan rakyat sehingga tata ruang dapat mengontrol hak-haknya.

Rencana pembentukan Bank Tanah juga dinilainya tidak menyimpan kepastian lahan bagi perumahan. Pemerintah dalam draft perencanaan lembaga Bank Tanah hanya memastikan peruntukan kepentingan pembangunan proyek pemerintah tidak spesifik untuk ketersediaan lahan perumahan rakyat.

“Tanah adalah persoalan dasar dan klasik yang memicu berbagai masalah, jika pemerintah tidak tanggap menyelesaikan sekarang juga jangan heran jika kasus properti terus maju 10 digit sedangkan penyelesainnya hanya 3 digit. Bisnis akan berjalan menentukan modelnya sendiri, pemerintah akan sangat ketinggalan, dan konsumen lagi-lagi menyimpan peluang sebagai korban,” ujar Joni.

Sementara itu, Joni menambahkan untuk merespons pertumbuhan dan perkembangan bisnis properti ke depan diperlukan upaya norma dan bisnis model. Misalnya, bagaimana kerjasama antara pelaku pembangunan besar dengan kecil.

Masalah ini terkait dengan upaya menyikapi keberpihakan asosiasi pelaku usaha dalam melaksanakan hunian berimbang serta membangun Properti Business Sharing.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Saeno

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper