Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Coworking Isi Kekosongan Ritel, Mulai Dilirik Investor

Kondisi ruang ritel masih menyisakan cukup banyak ruang kosong.  Kondisi ini akan membuat banyak ritel melakukan kerja sama dengan operator coworking space.
Salah satu coworking space di Kuningan, Jakarta Selatan./Reuters
Salah satu coworking space di Kuningan, Jakarta Selatan./Reuters

Bisnis.com, JAKARTA – Kondisi ruang ritel masih menyisakan cukup banyak ruang kosong.  Kondisi ini akan membuat banyak ritel melakukan kerja sama dengan operator coworking space untuk meningkatkan trafik.

Darsono Tan, Direktur Leads Property Services Indonesia, mengatakan untuk saat ini hal itu cukup membantu tingkat okupansi mal, tetapi belum banyak mal yang menerima konsep ini.

Peritel masih berhati-hati dan mencermati kondisi sebab mereka merasa coworking space masih diasosiasikan dengan perkantoran.

“Akan mulai tren coworking masuk. Bahkan mungkin nanti di tiap mal akan ada. Utamanya untuk mal besar  dengan ukuran 500 m2 1.000  m2 karena itu dianggap sebagai kebutuhan,” katanya kepada Bisnis pada Minggu (12/8/2018).

Menurutnya, mal yang dekat dengan universitas, yang telah terbentuk komunitasnya seperti Kalibata, Taman Anggrek, Mal Ciputra akan menjadi target para operator coworking.

“Banyak lulusan yang mau membuka bisnis tinggal sewa ke coworking. Mungkin di masa depan memang coworking akan mencari lokasi yang dekat komunitas mahasiswa, sebab entrepreneurship lahir dari situ semua kan,” tambahnya.

Darsono memaparkan, biasanya operator coworking space ini akan mengambil lokasi di lantai atas atau lokasi yang lebih dalam di suatu  ritel dengan eksposur yang kurang baik. Lazimnya lokasi yang tidak menarik bagi tenan. Hal itu dikarenakan destinasi orang ke sana untuk bekerja dan bukan hang out.

Adapun secara positif coworking di pusat perbelanjaan akan  mendapat promosi yang lebih baik karena banyak pengunjung mal yang mengetahui keberadaanya. Berbeda dengan coworking dalam gedung perkantoran yang tak terlalu terlihat keberadaannya.

Coworking space di mal juga lebih fleksibel mengikuti jam kerja ritel.

Sementara itu, tantangannya adalah keterbatasan ruang ritel bagi operator coworking yang ingin berekspansi sehingga ekspansi harus dilakukan dengan menyewa gedung perkantoran di luar ritel.

“Kalau mengambil di mal luasnya terbatas, tidak bisa sebesar perkantoran yang punya space lebih banyak. Mereka bisa berekspansi di lantai lain gedung perkantoran yang sama. Kalau di ritel, jika mau berkembang  harus menyewa keluar,” ujarnya.

Dilirik Investor

Tingginya minat pada konsep kerja di coworking space pun mendorong investor mulai mendanai pembangunan sejumlah coworking space, bahkan di luar Jakarta.

Chief Operating Officer CocoWork, Erich Hirawan, mengatakan sejumlah investasi untuk membuka cabang baru di luar Jakarta berasal dari investor, misalnya untuk membuka coworking space CocoWork di Bali, Makassar, dan Yogyakarta tahun ini.

“Alokasi funding sekitar Rp2 juta sampai Rp4 juta per m2. Nilai di setiap daerah juga berbeda tergantung biaya konstruksi di daerah. Oleh sebab itu, saat ini investor membantu mendanai yang di luar Jakarta,” ujar Erich.

Erich menceritakan untuk pembangunan tiga lokasi baru, CocoWork mengandalkan investor, dengan kerja sama CocoWork menjadi operator yang akan mengoperasikan ruang tersebut.

Dia mengaku para investor melihat di sejumlah tempat, bisnis coworking space sudah ada pasar, sementara di daerah lain pasarnya belum terbentuk.

Khusus di Yogyakarta, Makassar, dan Bali, menurut Erich permintaan coworking space sudah ada seiring dengan keinginan anak muda khususnya yang baru lulus kuliah untuk membuka bisnis sendiri ketimbang menjadi karyawan suatu perusahaan.

Pasar di Makassar tidak sama dengan di Jakarta. Pada mula tren coworking space, sejumlah anak muda di Jakarta memang cenderung ingin membuat bisnis start-up sesudah lulus kuliah. Sementara anak muda di Makassar dan Yogyakarta masih memilih merantau dan masuk perusahaan.

Namun, kata Erich berdasarkan riset tim CocoWork, tren dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan Yogyakarta sebagai kota pelajar juga menjadi arena baru pertumbuhan start-up.

Para alumni universitas di Yogyakarta akhirnya mulai membuka start-up untuk sektor keuangan atau financial technology, ataupun start-up untuk food and beverages.

Menurut Erich, kontribusi investor dalam pendanaan coworking space ini telah membantu keuangan pengelola coworking space. Pasalnya selama ini CocoWork kerap kali melakukan subsidi kepada tenant ataupun member dalam 2 tahun – 3 tahun sehingga balik modal untuk dana pembangunan memakan waktu selama itu pula.

“Oleh karena itu, di Yogyakarta dan Makassar ada investor yang invest. Kami cuma mengoperasikan,” kata Erich," jelasnya.

Erich menerangkan tiga lokasi baru coworking space itu akan dibuka pada akhir tahun ini. Ada pun CocoWork di Bali akan mulai September mendatang. Begitu pula di Makassar yang juga mulai pada September. Sementara di Yogyakarta kemungkinan akan mulai beroperasi pada November tahun ini.

“Pekan depan kami sudah mau finalisasi yang di Bali. Jadi, September nanti CocoWork ada di Makassar dan Bali bersamaan,” tutur Erich.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper