Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

TRANSISI POLITIK: Sang Negarawan Itu Bernama SBY!

Meski pemilihan presiden (pilpres) secara langsung dengan menyertakan partisipasi publik dalam pemungutan suara telah menjadi rutin sejak 2004, harus diakui peran Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam turut mengantarkan transisi kekuasaan melalui Pilpres 2014 ini sangatlah signifikan.
Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)/
Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)/

JAKARTA--Meski pemilihan presiden (pilpres) secara langsung dengan menyertakan partisipasi publik dalam pemungutan suara telah menjadi rutin sejak 2004, harus diakui peran Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam turut mengantarkan transisi kekuasaan melalui Pilpres 2014 ini sangatlah signifikan.

SBY, yang notabene juga Ketua Umum Partai Demokrat, sejak awal memilih bersikap netral terkait dengan kompetisi pilpres yang hanya diikuti dua pasangan calon, yaitu Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dan Joko Widodo-Jusuf Kalla. Meski Demokrat secara resmi mendukung koalisi pengusung Prabowo-Hatta, namun SBY secara personal tidak pernah mengeluarkan pernyataan dukungan eksplisit terhadap duet tersebut.

Konsistensi SBY untuk bersikap netral tentu saja terkait dengan posisinya sebagai kepala negara, yang mesti mampu mengelola kompetisi keras dalam pilpres, di mana pemenangnya justru akan menggantikan posisinya sebagai presiden ke depan. Kearifan SBY untuk bersikap netral tentu saja tidak bisa ditafsirkan secara dangkal sebagai perwujudan dari pilihan politik pragmatis-oportunistik.

Sebagai orang yang telah memegang jabatan kepresidenan selama dua periode melalui pilpres demokratis (2004 dan 2009), SBY secara moral dituntut untuk mampu mengantarkan transisi kekuasaan atau suksesi secara demokratis. Ini artinya, SBY dituntut bisa berperan maksimal agar Pilpres 2014 berjalan lancar dan damai.

SBY sendiri berkomitmen untuk mengakhiri masa kepresidenannya sesuai dengan jadwal kenegaraan yang ada. Artinya, pada 20 Oktober 2014, SBY sudah purna tugas, dan negeri ini telah dipimpin oleh presiden baru. Tekad SBY itu merefleksikan komitmen tinggi seorang negarawan, yang ingin memastikan bahwa perjalanan politik di Tanah Air tetap berada dalam koridor tatanan kelembagaan politik demokrasi yang diusahakan dengan perjuangan berat sejak reformasi 1998.

SBY juga berkali-kali menegaskan pentingnya semua pihak menghormati lembaga negara yang ada, termasuk dalam hal ini Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Mahkamah Konstitusi. Terkait dengan keberatan hasil dan pelaksanaan pilpres, dia mengingatkan pentingnya semua pihak menyalurkan keberatan melalui saluran kelembagaan yang ada, termasuk mengajukan permohonan perselisihan hasil pemilihan  umum (PHPU) ke MK.

Langkah SBY mendorong agar para elite politik menciptakan iklim yang sejuk dan damai di tengah rivalitas keras dalam pilpres juga memperlihatkan kapasitas personalnya sebagai negarawan, bahwa kepentingan bangsa dan negara jauh di atas segala kepentingan politik lainnya, termasuk kepentingan dalam kompetisi pilpres.

TELADAN

Pendek kata, sejak Pemilu Legislatif hingga Pilpres 2014, SBY boleh dikata telah berhasil menempatkan dirinya sebagai sosok negarawan. Bahkan, dalam batas-batas tertentu, SBY memberi keteladanan bagaimana cara menerima hasil kompetisi pemilu dengan lapang dada, terutama ketika mendapatkan kenyataan bahwa Partai Demokrat hanya menempati urutan keempat dalam urutan peraih suara terbanyak Pemilu Legislatif 9 April 2014, merosot jauh dibandingkan perolehan pada Pemilu Legislatif 2009.

Kini, tahapan Pilpres 2014 telah memasuki babak akhir, dengan menunggu keputusan MK terkait permohonan sengketa yang diajukan kubu Prabowo-Hatta. SBY sudah mewanti-wanti semua pihak untuk menghormati MK, sebagai lembaga yang berwenang menyidangkan sengketa pemilu. MK adalah saluran bermartabat untuk menyelesaikan keberatan dan ketidakpuasan atas hasil dan pelaksanaan pemilu.

Langkah-langkah SBY yang menyejukkan dan selalu mendorong semua pihak untuk menjaga kedamaian dan tali silaturahmi harus diakui telah turut memoderasi ketegangan politik nasional, sehingga hampir tak terdengar ada riak konflik dan kekerasan yang mengekori perhelatan pilpres sejauh ini. Adalah wajar jika dalam sebuah survei disebut-sebut popularitas SBY belakangan justru makin tinggi, terutama dalam aspek kinerja menjaga stabilitas dan keamanan negeri.

Karenanya, jika sampai 20 Oktober nanti SBY sebagai kepala negara berhasil menggelar ‘karpet merah’ untuk presiden baru, itu akan menjadi legacy paling fenomenal dan historis terkait kontribusi SBY dalam perjalanan pelembagaan sistem politik demokratis di republik ini...

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Tomy Sasangka
Editor : Tomy Sasangka
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper