Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

BIS Peringatkan Potensi Resiko Manajer Aset Raksasa bagi Negara Berkembang

Bank for International Settlements (BIS) mengumumkan adanya potensi risiko bagi negara berkembang yang ditimbulkan oleh korporasi global pengelola aset karena ukuran aset dan perangai investornya yang dapat memperparah fluktuasi nilai aset.
Ilustrasi/Bisnis.com
Ilustrasi/Bisnis.com

Bisnis.com, LONDON - Bank for International Settlements (BIS) mengumumkan adanya potensi risiko bagi negara berkembang yang ditimbulkan oleh korporasi global pengelola aset karena ukuran aset dan perangai investornya yang dapat memperparah fluktuasi nilai aset.

Dalam laporan kuartalnya, BIS menyatakan aksi jual yang menerpa pasar berkembang tahun lalu mengingatkan tentang bagaimana aktivitas manajer beraset raksasa dapat secara signifikan mempengaruhi pasar yang lebih kecil.

BIS menambahkan pertumbuhan dan pengaruh manajer aset di emerging market economies (EME) berkembang pesat dalam beberapa tahun belakangan dan masih akan bertumbuh hingga 2017 nanti.

Konsultan EPFR Global dalam risetnya menyebutkan, total assets under management (AUM) perusahaan yang berbasis di Eropa dan AS di kawasan EME melompat dari US$900 juta sebelum Krisis 2008 menjadi US$1,4 triliun.

"Ukuran dan konsentrasi AUM korporasi tersebut di pasar EME yang relatif kecil dan tidak likuid berpotensi menimbulkan resiko yang harus diperhatikan dengan cermat," ujar BIS dalam laporannya, Minggu (14/9/2014).

BIS menambahkan, keputusan apapun yang diambil oleh manajer yang memiliki AUM besar untuk mengubah alokasi portofolio dapat memberi dampat besar terhadap pasar EME.

Contohnya, dalam bursa surat utang, indeks JPMorgan merupakan yang paling banyak digunakan, dengan ekuitas yang dikelola mencapai US$1,4 triliun.

Laporan terbaru BIS itu menggarisbawahi penerbitan obligasi sektor swasta di negara berkembang yang berlipatganda dibanding sebelum krisis finansial 2008, yaitu senilai US$375 miliar dalam rentang 2009-2012.

"Hal ini patut diwaspadai karena banyak perusahaan asal EME tidak menggunakan fasilitas hedging untuk menangkal resiko. Bersamaan dengan naiknya utang, rapuhnya korporasi EME adalah kombinasi yang terhadap pelambatan ekonomi domestik, depresiasi mata uang dan meningkatnya suku bunga global," ungkap laporan BIS.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Arys Aditya
Editor : Sepudin Zuhri
Sumber : Reuters
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper