Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Sejumlah Tokoh Indonesia Timur Kritisi Kabinet Kerja Jokowi

Formasi Kabinet Kerja di bawah Presiden Joko Widodo (Jokowi) menuai banyak kritik, sebab dinilai mengabaikan sejumlah hal yang semula diperjuangkan sendiri oleh kader PDI-Perjuangan itu.
Jokowi mengendarai mobil golf sendiri dikawal oleh Paspampres/Bisnis.com-Akhirul Anwar
Jokowi mengendarai mobil golf sendiri dikawal oleh Paspampres/Bisnis.com-Akhirul Anwar

Bisnis.com, JAKARTA - Formasi Kabinet Kerja di bawah Presiden Joko Widodo (Jokowi) menuai banyak kritik, sebab dinilai mengabaikan sejumlah hal yang semula diperjuangkan sendiri oleh kader PDI-Perjuangan itu.

Salah satu sorotan terhadap kabinet yang baru dibentuk itu dikemukakan sejumlah tokoh kawasan Indonesia Timur.

Salah satu tokoh Indonesia Timur, Engelina Pattiasina, menyatakan Jokowi menggunakan standar ganda dalam merekrut menteri.

Presiden juga dinilai mengabaikan aspek kewilayahan dan profesionalisme. Bahkan, yang pokok adalah dia mengabaikan eksistensi ribuan tokoh dan pakar dari kawasan yang menyumbang kekayaan besar bagi Indonesia.

Dari 34 anggota kabinet yang ditetapkan, ternyata 29 nama di antaranya berasal dari kawasan barat Indonesia (Jawa dan Sumatra), terutama 24 dari Pulau Jawa.

Sementara itu, menteri dari kawasan timur Indonesia hanya berjumlah lima orang, yakni Amran Sulaeman, Saleh Husin, Yohana S. Yembise, Rahmat Gobel, dan AAN Puspayoga.

Menurutnya, kekayaan dari Kalimantan dikeruk senilai ratusan triliun per tahun, tetapi tidak ada satupun putera/puteri Kalimantan yang dianggap pantas berada di kabinet.

Bahkan, selama 35 tahun Maluku tidak pernah diakomodir dalam kabinet, sedangkan sekitar 70 tahun anak dari Sulawesi Tenggara tidak duduk di kabinet.

“Padahal, dalam pemilu presiden lalu, kawasan timur memenangkan 70% suara untuk Jokowi-JK, sehingga sangat wajar seharusnya Presiden Jokowi memberikan apresiasi yang layak bagi kader-kader dari kawasan timur untuk bersama-sama dalam pemerintahan,” kata Engelina dalam siaran pers, Kamis (30/10/2014).

Dia menjelaskan argumen mengenai presiden yang tidak mempertimbangkan latar belakang wilayah dalam menentukan kabinet merupakan argumen standar ganda.

Di satu sisi, presiden Jokowi memasukkan kader partai politik pendukung dalam kabinet. Artinya, kalau benar mengutamakan profesionalisme, maka presiden juga harus mengabaikan kader partai politik.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Herdiyan
Editor : Sepudin Zuhri
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper