Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

KISRUH PENGELOLAAN DANA HAJI: Selepas Menteri Agama Bersuara

Perdebatan mengenai pemanfaatan dana haji untuk membiayai proyek infrastruktur sudah agak mereda setelah Menteri Agama bersuara. Di sisi lain, bank syariah penerima simpanan dana haji terus meramu beragam strategi agar dana tersebut berkembang secara optimal dan tetap aman.
Jemaah calon haji kloter dua menunggu jadwal keberangkatan di Asrama Haji Embarkasi Surabaya, di Surabaya, Jawa Timur, Jumat (28/7)./ANTARA-Moch Asim
Jemaah calon haji kloter dua menunggu jadwal keberangkatan di Asrama Haji Embarkasi Surabaya, di Surabaya, Jawa Timur, Jumat (28/7)./ANTARA-Moch Asim

Perdebatan mengenai pemanfaatan dana haji untuk membiayai proyek infrastruktur sudah agak mereda setelah Menteri Agama bersuara. Di sisi lain, bank syariah penerima simpanan dana haji terus meramu beragam strategi agar dana tersebut berkembang secara optimal dan tetap aman.

Jelang akhir bulan lalu, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin bersuara hendak meredakan perdebatan bahwa dana setoran Biaya Penyelenggaran Ibadah Haji atau BPIH dapat dikelola untuk hal produktif semisal pembiayaan infrastruktur.

Pernyataan Lukman disiarkan melalui laman resmi Kementerian Agama pada 29 Juli 2017. Pengelolaan setoran BPIH untuk mendukung pembangunan infrastruktur, tutur Lukman, sudah sesuai dengan konstitusi maupun aturan fikih.

“Dana haji boleh digunakan untuk investasi infrastruktur selama memenuhi prinsip-prinsip syariah, penuh kehati-hatian, jelas menghasilkan nilai manfaat, sesuai dengan peraturan perundang-undangan, dan demi untuk kemaslahatan jamaah haji dan masyarakat luas,” ujarnya.

Berdasarkan Keputusan Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia IV pada 2012 tentang Status Kepemilikan Dana Setoran BPIH Yang Masuk Daftar Tunggu disebutkan, dana setoran BPIH bagi calon haji yang termasuk daftar tunggu dalam rekening Menteri Agama boleh dikelola (tasharruf) untuk hal produktif yang memberikan keuntungan. Misalnya, melalui penempatan di perbankan syariah atau diinvestasikan dalam bentuk sukuk.

Hasil investasi itu menjadi milik calon jemaah haji. Adapun pengelola berhak mendapatkan imbalan yang wajar dan tidak berlebihan. Pun, hasil pengembangan dana BPIH tidak boleh digunakan untuk keperluan apa pun kecuali untuk membiayai keperluan para pemilik dana yakni calon jemaah haji.

Fatwa tersebut sejalan dengan UU No. 34/2014 bahwa Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) selaku wakil akan menerima mandat dari calon jemaah haji selaku muwakkil untuk menerima dan mengelola dana setoran BPIH.

Mandat itu merupakan pelaksanaan dari akad wakalah yang diatur dalam Perjanjian Kerja Sama antara Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama, dan Bank Penerima Setoran BPIH tentang penerimaan dan pembayaran BPIH.

Undang-undang tersebut mengamanatkan, pengelolaan keuangan haji dilaksanakan oleh BPKH. Badan ini berwenang menempatkan dan menginvestasikan keuangan haji dalam bentuk produk perbankan, surat berharga, emas, investasi langsung dan investasi lainnya. Nilai manfaat atas hasil pengelolaan keuangan haji ini dimaksudkan untuk sebesar-besarnya kepentingan jemaah haji.

Investasi yang dilakukan BPKH juga harus mempertimbangkan aspek keamanan, kehati-hatian, nilai manfaat, dan likuiditas serta kesesuaian dengan prinsip syariah. Hal ini mengingat dana haji adalah dana titipan masyarakat yang akan melaksanakan ibadah haji.

“Selanjutnya, badan pelaksana maupun dewan pengawas BPKH bertanggung jawab secara tanggung renteng jika ada kerugian investasi yang ditimbulkan atas kesalahan dan/atau kelalaian dalam pengelolaanya,” tutur Lukman.

PRINSIP SYARIAH

Pada sisi lain, kalangan perbankan dalam hal ini PT Bank BNI Syariah memandang bahwa dana haji yang disetorkan masyarakat jelaslah dana umat. Oleh karena itu dalam pengelolaannya harus memberikan manfaat bagi umat serta pengelolaannya pun mesti sesuai prinsip syariah.

BPKH diberi kewenangan menempatkan dan menginvestasikan dana haji. Ini termasuk jika dana haji ditempatkan pada infrastruktur berdasarkan prinsip syariah, kehati-hatian, keamanan dan memberi nilai manfaat optimal.

Plt. Direktur Bisni BNI Syariah Dhias Widhiyati saat dihubungi Bisnis secara terpisah mengutarakan bahwa soal akad pihaknya sudah mengelola dana haji disesuaikan antara akad dengan peruntukannya.

“Untuk akad dari BPKH kepada bank tergantung mereka tempatkan dana haji itu dalam bentuk apa. Pengelolaan dana haji itu kami blend dengan DPK [dana pihak ketiga] lain. Adapun akad dalam penyaluran hasil kelolaan dana haji itupun akan tergantung lagi kepada pembiayaannya,” tuturnya.

Porsi dana haji dalam struktur dana pihak ketiga yang dihimpun BNI Syariah dinyatakan cukup besar sektiar 28% setara Rp8 triliun.

Sementara itu, Presiden Direktur PT BCA Syariah John Kosasih enggan berkomentar lebih jauh soal pengelolaan dana haji untuk hal produktif. “Sebaiknya tunggu penjelasan lebih detil dari pemerintah saja. Sebaiknya tunggu saja,” ujarnya kepada Bisnis.

Sementara itu, Pengamat Ekonomi Syariah IPB Irfan Syauki Beik menuturkan, sebaiknya terus dilakukan koordinasi lebih lanjut antara BPKH dengan Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI) terkait pengelolaan dana haji untuk hal produktif.

“BPKH perlu segera koordinasi dengan DSN untuk diskusikan akad pengelolaan yang tepat, seperti wadiah, wakalah, atau juga ada akad lain seperi ijarah,” tuturnya saat dihubungi Bisnis, Kamis (24/8).

Menurut Syauki, regulasi yang berlaku telah memberi landasan hukum kuat yang menjelaskan bahwa dana haji yang dihimpun dan mengendap dapat dimanfaatkan bagi kebutuhan produktif selama dikelola secara hati-hati sekaligus mempertimbangkan risiko seminimal mungkin berdasarkan prinsip syariah.

Pemisahan pengelolaan keuangan haji oleh BPKH, menurut Syauki, dana haji dapat dioptimalkan untuk kebutuhan yang lebih besar serta bisa memberikan efek domino yang baik bagi perekonomian nasional.

Menengok best practices yang dilakukan oleh Malaysia, pengelolaan dana haji di negara tersebut telah jauh lebih optimal.

“Malaysia yang jamaahnya hanya sepersepuluh dari Indonesia sekarang aset dana hajinya sudah Rp170 triliun. Kita semestinya bisa mengelola sepuluh kali lipat lebih besar daripada tabungan hajinya Malaysia,” kata Irfan.

Syauki menekankan bahwa pengelolaan dana haji untuk hal produktif semisal membiayai pembangunan infrastruktur semestinya tidak menjadi kisruh di tengah publik. Hal yang perlu dipantau justru adalah perputaran dana itu.

Dalam proses penyalurannya untuk hal produktif seperti pembiayaan infrastruktur harus dicermati kecocokan jangka waktu proyek infrastruktur dengan karakter dana haji. Misalnya, untuk investasi jangka pendek bisa diinvestasikan kepada produk bank syariah.

Sementara itu, secara jangka menengah dapat ditempatkan pada suku negara yang sejauh ini dinilai aman secara risiko. Nah, untuk jangka panjang sekitar di atas tujuh tahun barulah dapat diarahkan untuk membiayai pembangunan infrastruktur di sektor riil. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Dini Hariyanti

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper