Hampir setahun gonjang-ganjing pengajuan Penundaaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. Akhirnya, menemukan babak baru setelah disetujui PKPU melalui voting, Jumat (17/6/2022).
Namun, kabar baik tersebut hanya bertahan hitungan hari. Ada yang keberatan dengan skema PKPU. Putusan homologasi--pengesahan skema PKPU--di pengadilan pun tertunda, dari seharusnya Senin (20/6/2022) menjadi Senin (27/6/2022).
Sebelum membahas mengenai nasib PKPU, perlu diketahui bagaimana kasus ini bergulis. Kasus PKPU diajukan oleh PT My Indo Airlines (MYIA) dengan registrasi No.289/Pdt.Sus-PKPU/2021/PN Jkt.Pst. pada 9 Juli 2021.
Pengajuan permohonan PKPU itu sehubungan dengan adanya kewajiban usaha perseroan kepada MYIA yang belum dapat terselesaikan, dalam kaitan kerja sama layanan penerbangan kargo yang dijalankan oleh kedua belah pihak.
Tepatnya pada 26 Januari 2019, GIAA dan MYIA berkolaborasi untuk meluncurkan layanan pesawat khusus kargo (cargo freighter). Penerbangan tersebut dilayani dengan pesawat Boeing B737-300F berkapasitas 15 ton angkutan kargo.
Saat itu, posisi direktur utama Garuda masih diduduki oleh IGN Askhara Danadiputra atau Ari Askhara. Rencananya, layanan kargo akan terbang ke lima pulau besar Indonesia, yakni Sumatra, Jawa, Sulawesi, Kalimantan dan Papua sebanyak empat kali per pekan.
Ari optimistis layanan kargo dari bandara pengumpul (hub) di Makassar bisa berjalan lancar seiring dengan potensi pengiriman barang dari arah sebaliknya. Barang yang biasa diimpor adalah berjenis barang berbahaya (dangerous good) seperti baterai, aki, maupun suku cadang otomotif.
Pengiriman kargo udara untuk produk perikanan juga akan dibantu oleh BUMN terkait untuk melakukan penanganan barang selama berada di pesawat agar kualitasnya tetap terjaga sampai ke negara tujuan.
Bisnis kargo memang sempat menjadi fokus utama Garuda karena dinilai lebih kompetitif sekaligus mendukung program Sistem Logistik Nasional (Sislognas).
Di sisi lain, kerja sama ini turut membuka jalur ekspor bagi produk unggulan yang memiliki potensi, termasuk komoditas maritim dan perikanan. Ari memproyeksi layanan tersebut bisa mencapai 1 juta ton angkutan kargo.
Rapor kinerja keuangan yang tidak memuaskan dialami Garuda jauh sebelum masalah kerja sama dengan MYIA terjadi. Berdasarkan laporan keuangan yang tidak diaudit semester I/2020, GIAA membukukan penurunan pendapatan usaha 58,18 persen secara year on year (yoy) menjadi US$917,28 juta per 30 Juni 2020.
Maskapai pelat merah itu membukukan rugi yang diatribusikan kepada pemilik entitas induk US$712,73 juta atau setara dengan Rp10,19 triliun pada semester I/2020.
Selain penurunan pendapatan dari tiket penumpang, akibat pandemi Covid-19, Garuda juga terbebani oleh biaya sewa pesawat dari lessor.
Adapun total pesawat yang disewa Garuda per Agustus 2020, yakni 155 pesawat dari 26 perusahaan leasing di antaranya untuk pesawat Boeing-777, Boeing-737, CRJ-1000 serta ATR-72. Total biaya sewa yang disetorkan GIAA kepada lessor setiap bulannya berkisar US$70 juta atau Rp1,02 triliun (kurs Rp 14.600).
Kondisi tersebut yang kian membuat Garuda tidak mampu mempertahankan kinerja keuangan yang optimal dan memiliki tagihan. Hal tersebut membuat My Indo Airlines, sebagai salah satu krediturnya mengajukan permohonan restrukturisasi utang.
Skema Pembayaran Utang
Sementara itu, pada Jumat (17/6/2022) sejumlah kreditur bersepakat untuk meneken proposal perdamaian PKPU. Manajemen perseroan menyampaikan bahwa skema pembayaran utang sebesar Rp142 triliun ada tiga klasifikasi yang telah disepakati dalam PKPU.
Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra menjelaskan opsi itu terbagi menurut klasifikasi krediturnya. Pertama, bagi kreditur yang nominalnya di bawah Rp255 juta, perseroan akan membayarkan langsung yang bersumber dari arus kas perusahaan.
Kedua, dengan kreditur di atas Rp255 juta yakni pemegang sukuk dan lessor akan memperoleh kupon debt baru sebesar US$825 juta dan saham senilai US$330 juta dolar.
Kemudian, untuk kreditur perbankan dan perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), baik hutang maupun pinjaman akan diperpanjang tenornya selama 22 tahun dengan bunga 0,1 persen per tahun.
Pada skema perdamaian PKPU utang Garuda ini, yang paling terbebani adalah kelompok bank dan BUMN. Pasalnya proposal perdamaian, menyatakan utang maupun pinjaman akan diperpanjang tenornya selama 22 tahun dengan bunga 0,1 persen per tahun.
Dalam skema investasi jangka panjang, kupon bunga tersebut tidak akan mampu mengalahkan inflasi secara umum. Setidaknya ada 15 BUMN yang menjadi kreditur maskapai penerbangan plat merah itu. Di antaranya adalah Pertamina Rp7,5 triliun, Bank Mandiri Rp4,3 triliun, dan BRI Rp4,6 triliun.
Total utang GIAA kepada BUMN mencapai Rp17,73 triliun. Jadi setidaknya, perseroan akan membayar bunga sebesar Rp17,73 miliar per tahun atau Rp390 miliar sampai dengan tenor berakhir nanti.
Akan tetapi, putusan homologasi PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. (GIAA) harus ditunda akibat dua lessor yang mengajukan keberatan dalam sidang, Senin (20/6/2022).
Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra mengatakan penundaan pengesahan homologasi atau perjanjian damai antara perusahaan maskapai pelat merah dan para krediturnya tidak akan menghambat rencana bisnis perseroan.
"Karena prosesnya ini sebenarnya secara voting sudah terlihat, ini hari ini mestinya adalah penetapan tapi kita mesti mengikuti proses hukumnya secara penetapan belum dilakukan itu secara PKPU (penundaan kewajiban pembayaran utang) belum sah," kata Irfan seusai sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menunda pengesahan homologasi Garuda lantaran ada dua lessor yang mengajukan keberatan kepada hakim pemutus. Walhasil, sidang PKPU pun diundur hingga sidang lanjutan pada 27 Juni 2022 pukul 10.00 WIB.
Irfan mengatakan perseroan akan tetap melaksanakan rencana sesuai yang ada di business plan, termasuk mempersiapkan penambahan pesawat. Kemudian, Garuda akan menyelesaikan persoalan-persoalan administrasi dengan seluruh kreditur yang berkaitan dengan hasil PKPU ini.
"Walaupun nanti akan ada penundaan dari sisi penandatanganan daripada kesepakatan-kesepakatan itu. Jadi mestinya enggak ada yang fundamental dengan ini, hanya memang secara resmi kita belum bisa meng-acknowledge atau menetapkan ini semuanya," ujarnya.
Penambahan Modal Garuda
Kesepakatan perdamaian akan membuat perseroan semakin dekat dengan penerbitan saham baru lewat rights issue. Rencananya, aksi tersebut akan dibahas dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yang akan datang.
Irfan mengatakan aksi korporasi ini harus disetujui lebih dulu oleh para pemegang saham. Namun, untuk penerbitan surat utang belum dapat diperkirakan waktunya.
“Paling memungkinkan penerbitan saham baru Insyaallah dilakukan RUPS mendatang membutuhkan persetujuan pemegang saham di Garuda. Pada saat yang sama ini akan turun juga PMN karena kita sudah memenuhi syarat penting dari pencairan PMN pemerintah tercapainya homologasi,” kata Irfan.
Sementara itu, Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko Garuda Indonesia Prasetio mengatakan aksi rights issue akan dilakukan setelah kinerja perseroan menunjukkan progres yang lebih baik.
“Rights issue pertama dulu terhadap pemerintah setelah itu kinerjanya harus bagus baru kita lihat,” ujarnya.
Sebelumnya, Wakil Menteri BUMN II Kartika Wirjoatmodjo mengungkapkan pemerintah bakal menyuntikkan penyertaan modal negara (PMN) Garuda Indonesia jika proses PKPU telah mencapai perdamaian dan homologasi.
PMN tersebut bakal masuk melalui skema rights issue sebesar Rp7,5 triliun. Rencananya, ini bakal dilaksanakan pada kuartal III/2022 dan membuat porsi kepemilikan saham pemerintah naik dari 60,54 persen menjadi 65 persen.
Kemudian, tahap kedua, rights issue bakal dilaksanakan sebagai pendanaan dari mitra strategis sehingga kepemilikan pemerintah turun menjadi 51 persen.
Ketua Tim Pengurus Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) Garuda, Jandri Siadari mengatakan Kreditor konkuren yang menyetujui rencana perdamaian sebanyak 347 kreditor atau 95,07 persen dari jumlah kreditur konkuren yang hadir dan dengan total suara sebanyak 12.162.455.
Total suara ini yang secara bersama-sama mewakili 97,46 persen dari seluruh suara kreditor konkuren yang hadir dalam rapat.
Kreditor konkuren yang menolak rencana perdamaian sebanyak 15 kreditor atau 4,11 persen dari jumlah kreditur konkuren yang hadir dan dengan total suara sebanyak 302.528 yang secara bersama-sama mewakili 2,424 persen dari seluruh suara kreditor konkuren yang hadir dalam rapat hari ini.
"Kreditur konkuren yang abstain rencana perdamaian sebanyak 3 kreditor atau 0,82 persen dari jumlah kreditur konkuren yang hadir dan dengan total suara sebanyak 14.449 yang secara bersama-sama mewakili 0,116 persen dari seluruh suara kreditor konkuren yang hadir dalam rapat ini," ujarnya dalam pembacaan hasil voting di PN Jakarta Pusat, Jumat (17/6/2022).
Rapat dihadiri 365 kreditur, secara langsung ada 326 kreditor secara online 39 kreditor. Total jumlah hak suara sebanyak 12.479.432 suara. Tidak terdapat kreditur separatis sehingga tidak dilakukan pemungutan suara untuk yang separatis.
Sementara itu, GIAA juga masih memiliki kewajiban pembayaran utang mencapai Rp11 triliun kepada perusahaan internasional Boeing.
Secara bisnis tidak layak hidup?
Beban utang yang mencapai ratusan triliun dibandingkan dengan pendapatan Garuda memang tidak sebanding. Secara bisnis, maskapai pelat merah itu sudah ‘tidak layak’ dipertahankan karena besar pasak daripada tiang.
Pengamat Indef Piter Abdullah menilai saat ini kinerja keuangan Garuda masih sangat sulit dengan beban utang yang sudah Lebih dari Rp142 triliun, meskipun secara bertahap bisnis penerbangan mulai membaik.
“Memang secara korporasi bisa dikatakan enggak layak hidup. Tetapi kalau dimatikan mudharatnya akan Lebih banyak. Misal berapa banyak yg akan kena PHK, berapa banyak unit usaha yg akan ikut tutup kalau Garuda tutup. Sementara Garuda sesungguhnya masih ada peluang untuk kembali sehat. Memang dengan biaya yang besar,” ujarnya.
Menurut Piter, di balik kesepakatan dan hasil PKPU itu ada hal positif, yakni kepercayaan kreditur mengenai masa depan Garuda. Kreditur masih percaya bahwa Garuda sebagai maskapai penerbangan terbaik dan memiliki prospek usaha ke depan.
“Modal besar Garuda adalah kepercayaan dan dukungan masyarakat Indonesia. Tidak sulit memperbaiki Garuda asalkan konsisten. Memang butuh waktu. Strategi utamanya adalah meningkatkan efisiensi dan fokus pada pasar dalam negeri.”
Menurut Associate Director BUMN Research Group LM FEB Universitas Indonesia Toto Pranoto, yang dibutuhkan Garuda saat ini negosiasi dengan Boeing sebagai produsen pesawat dan menjaga hubungan jangka panjang.
"Boeing berkepentingan dengan Garuda dalam hubungan jangka panjang karena sebagian besar armada garuda berasal dari Boeing. Jadi tinggal dilakukan negosiasi ulang dengan mereka untuk mendapatkan win-win situation," paparnya.
Menurutnya, ketika restrukturisasi maskapai penerbangan itu berhasil, kemungkinan besar atas utang tersebut bisa terselesaikan dalam jangka panjang juga dan ada kesempatan Garuda bisa menambah armada baru keluaran Boeing.
Mengingat saat ini produsen pesawat di dunia didominasi oleh dua pabrikan besar, yakni Boeing dan Airbus. Dengan begitu, Garuda bagaimanapun tetap bakal butuh membangun hubungan yang baik dengan Boeing.
Di sisi lain, pasca lolos PKPU, GIAA masih memiliki kewajiban mendaftarkan hasil putusan PKPU ini ke peradilan internasional sehingga hasilnya dapat berkekuatan hukum dan diakui oleh kreditur internasionalnya.
"Tentu kreditur international ingin agar agar putusan tersebut bersifat mengikat sehingga kepastian pembayaran dari Garuda juga bisa lebih dijamin. Upaya untuk menjadikan Garuda lebih sehat tentu butuh komitmen pemegang saham untuk mendukungnya," tuturnya.
Manajemen Garuda Indonesia memberi kesempatan bagi Boeing untuk mengklaim piutangnya terhadap Garuda Indonesia 30 hari setelah putusan PKPU dinyatakan homologasi. Adapun, pembacaan putusan hasil PKPU bakal dilakukan pada 20 Juni 2022.
"Jadi total utangnya nanti akan, masih ada kesempatan 30 hari setelah ini ya, dia klasifikasinya teridentifikasi tak terverifikasi untuk tipe kreditur seperti itu dapat kesempatan 30 hari setelah homologasi," terang Irfan.
Bila kemudian proposal restrukturisasi ini disetujui oleh semua kreditur, hal ini hanyalah langkah awal Garuda. Perjalanan membayar utang tentu tidak mudah di tengah bisnis maskapai yang masih pasang surut. Bisa jadi utang yang sudah direstrukturisasi menjadi ‘bom waktu’ bila tidak dikelola dengan baik.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel