Hollywood, siapa yang tak kenal dengan kota tersohor seantero dunia itu. Hingar bingar industri hiburan melekat sebagai DNA dari kota yang menjadi bagian dari Los Angeles ini.
Memiliki luas tidak lebih dari 10 kali lipat Kota Jakarta, hanya 64,1 kilometer persegi, Hollywood menjadi kiblat bagi industri hiburan di seluruh dunia.
Kota yang didirikan pada 1903 menjadi tempat yang ideal untuk menjadi sebuah lokasi pembuatan film. Faktor cuaca yang baik, dan latar tempat yang indah, menjadikannya tempat yang cocok menjadi daerah memproduksi film.
Hollywood memiliki peranan penting, terutama bagi geliat ekonomi Amerika Serikat.
Mengutip jurnal yang diterbitkan Univeritas Muhammadiyah Yogyakarta disebutkan bahwa dalam perjalanannya Hollywood kian mendapatkan banyak tempat di pasar film internasional.
Tidak sedikit film-film jebolan Hollywood yang mencetak sejarah di industri film seperti King Kong, The Godfather, Jaws, dan Indiana Jones.
Hollywood juga telah melahirkan bintang-bintang legendaris di antaranya Charlie Chaplin, Marilyn Monroe, hingga Bruce Lee.
Tidak heran, film-film yang diproduksi di Hollywood berhasil mendatangkan cuan bagi Negeri Paman Sam seiring dengan langkah ekpansi pendistribusian film ke seluruh dunia.
Perusahaan analisis yang bermarkas di Amerika Serikat, Comscore mencatat, pendapatan box office Hollywood diperkiran mencapai US$9,05 miliar atau setara dengan Rp135,75 triliun jika mengacu dengan asumsi Rp15.000 per dolar AS.
Kendati capaian tersebut bukan hasil paling fantastis yang pernah dicatatkan industri film Hollywood --karena sempat mengalami tekanan karena pandemi Covid-19 pada 2020 dan 2021-- realisasi tersebut tidak dapat dipandang sebelah mata.
Kesuksesan Hollywood sebagai industri film terbesar juga diikuti oleh negara-negara lain. India dan Korea Selatan tercatat sebagai negara yang memiliki industri film yang berkembang selain Hollywood.
Memiliki basis produksi film di Kota Bombay, India menjuluki pusat industri hiburannya dengan nama Bollywood.
Genre film yang dilengkapi dengan aksi, komedi, dan melodrama diselingi lagu serta tarian menjadikan produk layar lebar Bollywood memiliki ciri khas yang kuat.
Bollywood turut mengorbitkan aktor-aktor yang sangat populer di dunia. Amitabh Bachchan salah satunya. Aktor India yang mendapatkan predikat sebagai aktor paling popupler versi British Broadcasting Corporation pada 2001.
Mengacu pada laporan kantor konsultan Ormax Media, industri film India pada 2023 berhasil mengantongi US$1,3 miliar atau setara dengan Rp19,5 triliun. Realisasi itu tercatat menjadi rekor tertinggi sepanjang sejarah Bollywood.
Sementara itu, di Korea Selatan, industri hiburan terutama film juga mengalami perkembangan yang sangat pesat.
Tidak sedikit masyarakat Indonesia yang kini tengah keranjingan dengan film drama Korea. Film-film layar lebarnya pun telah banyak mendapatkan pengakuan oleh dunia.
Salah satunya adalah Parasite, film karya Boong Joon-ho yang dirilis pada 2019 memenangkan penghargaan pada kategori film dengan Best Motion Picture of the Year oleh penghargaan film bergengsi yakni Piala Oscar.
Dari sisi industri, Dewan Film Korea pendapatan akumulatif industri film Korea Selatan pada laporan terakhirnya yakni 2022 telah melampaui 1 triliun won.
Semarak Industri Film di Tanah Air
Melihat capaian-capaian emas yang telah dihasilkan melalui penjualan pita kaset film dari Hollywood, Bollywood, hingga industri film di Korea Selatan, industri film Tanah Air memiliki kisah sendiri.
Kendati memang masih jauh jika disandingkan dengan ketiga negara tersebut, tapi capaian industri film nasional dalam setengah dekade terakhir terbilang sangat positif.
Badan Perfilman Indonesia mencatat, indikator positif yang berhasil ditorehkan film lokal yakni berhasil menghasilkan produksi film nasional sebanyak 132 judul dengan 51,2 juta penonton.
Jumlah itu berhasil dipertahankan pada 2019 dengan jumlah produksi film nasional sebanyak 129 judul dan pentonton sebanyak 51,2 juta.
Pada saat pandemi Covid-19 bergejolak pada 2020 hingga tahun 2022 pertumbuhan perfilman Indonesia mampu bertahan dengan kondisi dinamis dengan realisasi produksi jumlah film sebanyak 289 judul dan 19 juta penonton pada 2020.
Pada 2021, jumlah produksi film menjadi sekitar 36 judul dengan 4,5 juta penonton, dan pada tahun 2022, jumlah produksi film kembali tumbuh menjadi 47 dengan raihan lebih dari 24 juta penonton.
Sementara itu, Kementerian Pariwisita dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) mencatat, industri ekonomi kreatif masih dapat tumbuh dalam kurun waktu 5 tahun terakhir di tengah impitan pandemi Covid-19.
Adapun, kontribusi ekonomi kreatif terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional secara berturut-turut sejak 2018 sampai dengan 2022 tercatat sebesar Rp1,06 triliun, Rp1,15 triliun, Rp1,13 triliun, Rp1,19, dan Rp1,28 triliun.
Realisasi dari sektor ekonomi kreatif tersebut di antaranya dikontribusikan oleh industri film Tanah Air. Secara historis, kontribusi industri film mengalami peningkatan sebelum akhirnya terhempas oleh Covid-19.
Pada 2018, industri film berhasil menyumbangkan sebesar Rp2 triliun terhadap PDB di sektor ekonomi kreatif. Jumlah ini kemudian meningkat menjadi Rp2,96 triliun pada 2019, dan menjadi Rp3,31 triliun pada 2020.
Di tengah pandemi Covid-19, industri film masih dapat konsisten berkontribusi terhadap PDB ekonomi kreatif sebesar Rp2,5 triliun pada 2021 dan 2022.
Di samping itu, kehadiran industri film juga memberikan dapat pembukaan lapangan kerja di dalam negeri.
Industri film, animasi, dan video berhasil menyerap sebanyak 41.340 tenaga kerja pada 2018 dan meningkat menjadi 42.062 tenaga kerja pada 2019.
Catatan Kemenparekraf menunjukkan, industri film menjadi salah satu industri yang cukup bertahan di tengah pandemi Covid-19. Hal itu terbukti dengan excessive hours yang mencapai 34,6% pada 2021.
Selain itu, jumlah tenaga kerja industri film tercatat meningkat 38,15% pada 2022 seiring dengan bertumbuhnya layanan over the top yang menjadi wadah baru bagi industri film.
Film Lokal Makin Bertaji
Film-film lokal besutan sineas Tanah Air dalam beberapa waktu terakhir sukses menggetarkan layar lebar dengan sambutan yang cukup meriah dari pecinta film.
Dalam 5 tahun terakhir, setidaknya terdapat 7 film layar lebar yang mencetak rekor jumlah penonton tertinggi sepanjang sejarah.
Rekor-rekor tersebut berhasil dipecahkan oleh film Dilan 1990, Dilan 1991, Miracle in Cell No.7, Pengabdi Setan 2, Sewu Dino, Agak Laen, dan KKN di Desa Penari bertengger di puncak rekor jumlah penonton.
Capain tersebut menjadi gambaran sambutan pecinta film Tanah Air terhadap film-film karya kreator film dalam negeri.
Komedian jebolan Stand Up Comedy yang juga telah melahirkan film-film hits, Ernest Prakasa mengatakan capaian yang berhasil ditorehkan oleh film-film lokal menjadi sinyal baik bagi perkembangan ekosistem industri film dalam negeri.
Pasalnya, hasil tersebut telah melampaui ekspektasi dari para pelaku film yang memprediksi bahwa pertumbuhan sisi jumlah penonton tidak akan secepat dari yang terjadi pada saat ini.
"Jadi, ini sangat positif dan membuktikan bahwa penonton kita punya animo yang tinggi terhadap bioskop dan film-film bioskop dalam negeri," ujarnya kepada Bisnis, Kamis (28/3/2024).
Menurutnya, kian diliriknya film lokal tidak terlepas dari tuntutan dari para penonton film. Saat ini, kata Ernest, penonton menjadi lebih jeli untuk memilih tontonan film yang berkualitas.
Dari situ, para kreator film menjadi lebih memutar otak dan menumbuhkan daya saing yang lebih ketat antara para kreator film untuk menciptakan film yang berkualitas.
"Nah sekarang, sepertinya kita sudah sampai di fase di mana penonton sudah cukup jeli dan sudah cukup mengerti, dan sudah cukup mampu dalam 'menghukum film yang dibuat asal-asalan', sehingga tidak mendapatkan banyak penonton," ungkapnya.
Ernest optimistis bahwa film lokal akan selalu mendapatkan tempat bagi pecinta film dalam negeri. Keberagaman sosial dan budaya di Indonesia menjadi modal kuat bagi kreator film untuk menciptakan tontonan segar.
Kendati demikian, dia tidak menampik jika dalam catatan yang ada film-film horor masih mendapatkan minat yang paling kuat untuk penonton Indonesia.
Selain itu, film bergenre drama juga masih akan mendominasi film-film lokal.
"Kita kan, masyarakatnya sangat-sangat guyup, sangat dekat dengan keluarga. Keluarga itu penting gitu, tidak individualis dan juga sangat erat yang mistis-mistis, sehingga dua hal ini membuat drama keluarga, mau itu drama keluarga yang religi atau yang komedi dan juga horor, selalu mendapatkan peluang diterima yang paling besar," jelasnya.
Ernest mengatakan bahwa jika masih terdapat sejumlah hal besar yang harus dihadapi oleh para kreator lokal selain berebut jumlah penonton.
Dia mengungkapkan, terdapat dua hal yang menjadi persoalan besar bagi para kreator yakni akses permodal dan akses distribusi.
Ernest menuturkan, untuk membuat film yang berkualitas, para kreator perlu merogoh kocek yang sangat dalam, sehingga membutuhkan investor untuk dapat melahirkan 1 buah film.
Di sisi lain, pada saat film tersebut selesai diproduksi, maka dibutuhkan juga akses distribusi yang memerlukan kerja sama dengna pihak bioskop.
"Untuk investasi, ada sih. Ada inisiatif dari pemerintah namanya Akatara. Akatara itu forum yang mempertemukan antara film maker dengan calon-calon investor. Jujur saya gak inget, program ini nasibnya bagaimana apakah tahun ini masih berjalan atau gimana," imbuhnya.
Ketua Persatuan Artis Film Indonesia, Marcella Zalianty menilai, capaian yang telah dihasilkan industri film nasional tidak terlepas dari uluran tangan pemerintah melalui Kemenparekraf dan Kemendikbudristek.
Di samping itu, kebangkitan industri film juga merupakan hasil dari kerja keras para aktor yang memiliki tekad untuk terus memajukan industri untuk terus bertumbuh.
"Ini menunjukkan resiliansi kerja film tersebut luar biasa, karena walaupun diterpa pandemi tetap bisa bangkit dan bangkit lebih melonjak lagi," ujarnya kepada Bisnis, Jumat (29/3/2024).
Jaga Asa Dominasi Film Lokal
Tak dapat dipungkiri jika dibalik kesuksesan Hollywood, Bollywood, dan film Korea Selatan, terdapat perhatian besar yang diberikan oleh pemerintahnya.
Begitu juga seharusnya dengan para kreator-kreator lokal untuk terus dapat meramaikan layar lebar.
Direktur Perfilman, Musik, dan Media Kemendikbudristek, Ahmad Mahendra mengatakan untuk menumbuhkan rasa percaya terhadap kualitas film lokal, pemerintah secara aktif memberikan ruang terhadap kreator film mempromosikan karyanya.
Dia menuturkan, kementeriannya memberikan wadah kepada para kreator dengan skema nonton bareng yang digelar di 11 kota.
"Karena nobar itu, menambah penonton baru. Biasanya dulu kalau ada yang gak percaya 'film Indonesia gak bagus sih', untuk keluar duit sendiri pasti film-film barat, atau box office lah. Enggan untuk keluar uang. Itulah, untuk mengantisipasi hal itu," ujarnya kepada Bisnis, (28/3/2024).
Ahmad mengungkapkan, capaian jumlah penonton Indonesia terbilang cukup positif.
Rekor-rekor yang dipecahkan film lokal menjadi sinyal positif jika film lokal telah mendapatkan kepercayaan dari para penonton dalam negeri.
Di samping itu, film lokal diklaim telah 60% merajai di bioskop. Dominasi film lokal di bioskop ini pun disebutnya belum pernah terjadi sepanjang sejarah.
"Kalau dulu kan banyak yang ditahan, kalau ada film asing, kita dikalahin dulu tuh. Kalau sekarang, pengelola bioskop sudah lebih leluasa. Ada kepercayaan dari pengelola. Jadi itu juga prestasi, bagaimana caranya menumbuhkan kepercayaan baik dari pengelola bioskop, baik dari penonton, masyarakat itu yang terpenting," katanya.
Pemerintah, kata Ahmad, juga berupaya mendorong melahirkan sineas-sineas baru dengan memberikan program Indonesia Film yang ditujukan untuk mengajak para calon kreator menghasilkan naskah film berkualitas.
Di samping itu, program tersebut dibuat dengan tujuan mencarikan para kreator film investor yang akan memberikan modal untuk memproduksi sebuah film.
"Di tahun 2023, kita punya 50 film yang difasilitasi ke luar negeri, dari 24 festival, di 18 negara. Jadi kan, signifikan sekali kan yah kehadiran kita di Internasional. Dan sekarang kita udah jadi rebutan di internasional," jelasnya.
Direktur Industri Kreatif, Musik, Film dan Animasi Kemenparekraf, Amin Abdullah mengungkapkan dalam perkembangan film dalam negeri, pemerintah bertindak sebagai fasilitator, bukan menjadi pembentuk pasar.
Dia menuturkan, pemerintah memfasilitasi survei pasar agar film-film yang diproduksi mendapatkan sambutan yang besar oleh masyarakat.
Di samping itu, Kemenparekraf secara aktif membuat program yang dapat mengembangkan ekosistem perfilman dalam negeri dengan mendukung produksi film-film pendek, serta mengirimkan sineas ke festival-festival film internasional.
"Kemudian juga ada master program skenario film yaitu membantu publikasi-publikasinya melalui Sandiaga Uno, kegiatan nonton bareng melalui media sosial kemenparekraf dan partisipasi penonton sinema," jelasnya.
Alhasil, sejak 2022 pangsa pasar film lokal berhasil mencapai 61% dan mendominasi layar lebar. Menurutnya, stimulus tersebut telah berhasil mengembangkan ekosistem ekonomi kreatif di bidang perfilman.
"Jadi bisa dikatakan bahwa film lokal telah menang di negeri sendiri. Tentu saja stimulus-stimulusnya seperti yang dikatakan tadi. Jadi kita memberi stimulus dan membentuk ekosistem," sebutnya.
Pengamat sekaligus peneliti film, Hikmat Darmawan, mengatakan industri film lokal sebetulnya tengah berada jalur yang positif sejak sebelum pandemi Covid-19.
Dia menuturkan, tren jumlah penonton jumlah perolehan penonton terus mencatatkan rekor-rekor untuk beberapa judul film. Selain itu, film-film Indonesia juga banyak yang berada pada kisaran 4 juta penonton yang menunjukkan tren positif terhadap minat menonton.
"Kalau melihat trennya begini sih bagus, tahun ini juga masih ada 2 film yang kuat sekali, Badarawuhi sama Siksa Kubur. Paling tidak diramalkan bagus lah yah moga-moga saja. Cuma tahun depan, katanya Hollywood lagi balik yah, karena kan, banyak film dari Januari sampai akhir tahun konon banyak film luar," ujarnya kepada Bisnis, Sabtu (30/3/2024).
Dia menilai, film Indonesia akan selalu diminati jika melihat pada aspek demografi umur 15-25 tahun. Pada segmen tersebut, film lokal memiliki ceruk penonton yang setia.
"Untuk menunjukkan profil industri kita sehat atau tidak. Sejauh ini trennya oke, tapi masih untuk pemulihan ekonomi setelah pandemi kan. Ditambah krisis-krisis yang lain. Itu trennya bagus, artinya 2023 kan kita udah 55 juta penonton. So, oke yah," ungkapnya.
Hikmat menuturkan, industri film nasional tidak melulu dihadapkan dengan persoalan permodalan. Namun, industri film membutuhkan perhatian lebih dari pemerintah berupa pemberian insentif.
Menurutnya, bantuan berupa subsidi untuk film yang sifat khusus perlu diberikan pemerintah.
"Tapi, yang kita butuhkan sekarang misalnya ini, salah satu yang tidak efisien adalah perizinan lokasi sama tidak adanya insentif untuk pembuatan film. Nah itu bisa dibikin dengan adanya commision," kata Hikmat.
Indusri film lokal memerlukan skema-skema insentif lainnya untuk dapat menekan ongkos produksi film seperti dengan adanya pemberian diskon.
Skema tersebut, kata Hikmat, sebetulnya telah dirundingkan dengan Kemendikbudristek dan Kemenparekraf, namun kebijakan itu masih belum mendapatkan restu dari Kementerian Keuangan.
"Akan sangat membantu apabila ada standardisasi, entah itu lokasi atau transportasi atau segala macem yang terkait dengan produksi maupun insentif-insetif seperti cashback. Itu gabisa, boro-boro Kemendikbud doang, Kemenparekraf doang, itu industri, perdagangan, keuangan, itu semua harus terkoordinasi untuk membangun kayak gitu," sebutnya.
(Nona Amalia)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel