Di tengah badai pemutusan hubungan kerja (PHK) sektor teknologi atau tech winter, kinerja raksasa aplikasi ride-hailing Grab dan GoTo pun menjadi atensi utama.
Kondisi ekonomi, terutama pascapandemi Covid-19 sering disebut menjadi alasan perusahaan teknologi untuk melakukan efisiensi besar-besaran, salah satunya dari sisi tenaga kerja. Pengurangan tenaga kerja juga dapat dilakukan dalam rangka perubahan struktur bisnis dan menuju profitabilitas.
GoTo, misalnya, tercatat melakukan PHK massal pada 18 November 2022 dan 10 Maret 2023. Pada gelombang PHK November tahun lalu, sekitar 1.300 karyawan atau 12 persen dari total 9.630 karyawan, diputus hubungan kerjanya.
Lalu, pada gelombang Maret, sebanyak 600 karyawan terdampak dari langkah efisiensi yang dilakukan oleh perusahaan. Langkah ini diambil karena perusahaan sedang melakukan pembaharuan strategi bisnis.
Grab juga melakukan PHK seiring dengan penutupan opersi bisnis cloud kitchen, GrabKitchen, di Indonesia yang efektif mulai 19 Desember 2022. Bisnis ini dibuka pada 2018, tetapi pertumbuhannya tidak konsisten.
Ditambah dengan peralihan menjadi model bisnis aset-ringan, perusahaan berbasis di Singapura ini memutuskan menutup layanan GrabKitchen, yang kemudian berdampak pada belasan karyawan Grab.
Tak lama berselang usai mengumumkan PHK, kedua raksasa teknologi ini pun merilis kinerja keuangan sepanjang tahun macan air 2022. Sorotan publik pun kembali mengarah ke kedua perusahaan teknologi asal Asia Tenggara ini.
Pasalnya, keduanya masih membukukan kerugian dalam kinerja secara tahunan. Meskipun secara kuartalan, mulai terlihat perbaikan kinerja.
Rapor Kinerja Grab
Meski belum mencetak untung, Grab bisa merasakan angin segar karena rugi mereka menyusut pada tahun lalu. Sepanjang 2022, Grab mencatatkan rugi US$1,74 miliar (setara Rp27,67 triliun dengan kurs Rp15.900). Nilai ini turun 51,05 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Penyusutan rugi Grab salah satunya disumbang oleh pendapatan atau revenue yang naik 112% dari US$675 juta menjadi US$1,43 miliar sepanjang tahun lalu. Dari sisi gross merchandise value (GMV) atau nilai transaksi kotor juga terdapat peningkatan 22 persen yoy dari US$16,06 miliar menjadi US$19,94 miliar atau setara Rp302,89 triliun.
Empat lini bisnis Grab juga mencatatkan tren positif untuk EBITDA yang disesuaikan (adjusted EBITDA) sepanjang kuartal IV/2022. Pada segmen deliveries, GRAB membukukan adjusted EBITDA yang positif, yaitu US$47 juta, berbanding dengan negatif US$84 juta pada kuartal IV/2021.
Untuk segmen mobility, adjusted EBITDA naik dari US$76 juta menjadi US$152 juta yoy per kuartal IV/2022. Pada segmen enterprise and new initiatives, adjusted EBITDA naik ke US$6 juta dari US$5 juta.
Adapun, segmen layanan finansial (financial services) walaupun adjusted EBITDA masih negatif, tetapi terdapat perbaikan dari negatif US$110 juta menjadi US$93 juta.
Kabar baik lainnya, Grab masih memiliki uang tunai yang jumbo dalam neraca keuangannya. Dengan cash yang besar tersebut, Grab pun dapat mempercepat pembayaran utang sebelum suku bunga semakin membengkak.
Dari laporan keuangannya, Grab membukukan likuiditas uang tunai bersih (net cash liquidity) senilai US$5,14 miliar atau setara Rp78,08 triliun (kurs Rp15.190) per akhir 2022. Meski lebih rendah dibandingkan dengan akhir 2021, yang senilai US$6,76 miliar, tetapi utang yang dimiliki berhasil ditekan dari US$2,18 miliar menjadi US$1,37 miliar.
Dilansir Bloomberg, Grab memutuskan untuk mempercepat pelunasan utang senilai US$600 juta atau setara Rp9,21 triliun yang jatuh tempo pada 2026. Perusahaan teknologi ini memanfaatkan kelebihan uang tunai di neraca keuangan.
Dengan percepatan pelunasan utang tersebut, posisi utang di bawah pinjaman berjangka turun menjadi US$517 juta, dari saldo sebelumnya sebesar US$1,117 miliar. Grab juga memiliki utang bank lain sekitar US$200 juta.
“Grab memanfaatkan posisi kas yang sehat untuk mengurangi saldo utang dan menghasilkan penghematan bunga, mengingat lingkungan ekonomi makro,” kata Chief Financial Officer Grab Peter Oey, mengutip Bloomberg, Selasa (7/3/2023).
Sebelumnya, Grab pada November 2022 melakukan pembelian kembali utang sekitar US$750 juta, bagian dari pinjaman berjangka B senilai US$2 miliar, menggunakan skema penawaran tender lelang Belanda. Skema ini merupakan sebuah format di mana juru lelang menetapkan harga pembukaan yang menurun hingga penawaran dibuat.
Adapun, Grab selama pemaparan kinerja di hadapan investor pada Februari 2023 mengatakan akan memajukan targetnya mencapai titik impas (break event point) pada kuartal IV/2023, dari target sebelumnya pada semester II/2024.
Oey menerangkan sejumlah startegi dijalankan untuk mengejar target tersebut, seperti mengendalikan pengeluaran, mengurangi jumlah karyawan di fungsi perusahaan regional tertentu dan meningkatkan efisiensi operasional.
Grab menargetkan kerugian untuk laba yang disesuaikan sebelum bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi antara US$275 juta dan US$325 juta pada 2023, dibandingkan dengan kerugian EBITDA yang disesuaikan sebesar US$793 juta pada 2022.
Laporan Neraca GoTo
Jika Grab mampu menekan rugi sepanjang 2022, GOTO memiliki nasib yang berbeda. Pada tahun macan air, perusahaan teknologi asal Indonesia ini membukukan rugi bersih Rp40,5 triliun, naik 56 persen secara tahunan dari Rp25,9 triliun.
Rugi bersih GOTO membengkak akibat terjadi penurunan nilai goodwill yang mencapai Rp11 triliun. Sebagai informasi goodwill adalah bentuk pengakuan manfaat ekonomi masa depan yang mungkin dihasilkan dari aset yang diakuisisi. Pos ini tidak berpengaruh terhadap kas dan bisnis perseroan.
Selain itu terjadi pencatatan akutansi berupa penurunan nilai investasi dan pencatatan kompensasi berbasis saham sebagai akibat perubahan asumsi.
Manajemen GOTO menyebut apabila tanpa penyesuaian rugi bersih sebesar Rp19,5 triliun, sedangkan setelah penyesuaian menjadi Rp6,5 triliun. Kerugian EBITDA pada kuartal IV/2022 (Rp3,1 triliun) yang menyusut dibandingkan dengan kuartal IV/2021 (Rp6,5 triliun) juga dinilai sebagai angin segar.
“Kerugian EBITDA GOTO yang menyempit pada kuartal IV/2022 dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya menggambarkan adanya penurunan kebutuhan belanja, dan ini merupakan kabar bagus untuk sirkulasi arus kas mereka,” terang analis Bloomberg Intelligence Nathan Naidu dalam dokumen yang dikirim kepada Bisnis, Senin (20/3/2023).
Dari sisi nilai transaksi bruto atau gross transaction value (GTV), GOTO membukukan kenaikan 33 persen yoy menjadi Rp613,36 triliun. Pendapatan bruto juga naik 34,89 persen yoy menjadi Rp22,93 triliun.
Apabila ditelisik lebih dalam, pendapatan bruto terbesar disumbang oleh unit bisnis on-demand services, seperti layanan Gojek, GoFood, dan lainnya. Unit ini meraup pendapatan bruto senilai Rp13,6 triliun, naik 32 persen yoy.
Lini bisnis e-commerce, Tokopedia, meraup pendapatan kotor Rp8,6 triliun pada 2022, naik 38 persen dari Rp6,3 triliun. Sementara, lini bisnis financial technology mencatatkan pertumbuhan paling besar, yaitu 43 persen yoy, tetapi nilai gross revenue yang dihasilkan relatif kecil dibandingkan dengan lini bisnis lain, yaitu Rp1,7 triliun sepanjang 2022.
Secara total, pendapatan kotor yang dihasilkan GOTO tercatat senilai Rp22,9 triliun atau 34,7 persen lebih tinggi ketimbang yang dibukukan pada 2021. Setelah dikurangi dengan promosi yang diberikan kepada konsumen senilai Rp11,6 triliun, pendapatan bersih GOTO pun mencapai Rp11,3 triliun, naik lebih dari dua kali lipat secara tahunan dari Rp5,2 triliun.
Untuk memastikan bahwa GOTO bisa menuju era profitabilitas sebelum kehabisan kas dan aset lancar, perusahaan pun mengejar milestone untuk meraih break even atau impas secara kinerja EBITDA kuartalan per kuartal IV/2023.
“Langkah tersebut, beserta kedisiplinan dalam pengelolaan beban dan pendekatan layanan yang terukur, merupakan pendorong percepatan profitabilitas perseroan,” terang Direktur Utama GOTO Andre Soelistyo, Senin (21/3/2023).
Setidaknya ada 3 area yang akan menjadi fokus perseroan dalam mempercepat langkah meraih laba. Pertama, mengupayakan break even di sisi margin kontribusi grup dan segmen bisnis lebih cepat hingga satu sampai dua kuartal dari perkiraan.
Kedua, penghematan biaya operasional nonpersonalia, yang akan dilakukan di seluruh lini usaha. Ketiga, GoTo juga secara konsisten menganalisa peluang untuk memperkokoh balance sheet perseroan, melalui review peluang divestasi aset non-core dan portofolio investasi
Fokus menuju profitabilitas juga menjadi pesan dari Komisaris Utama GOTO Garibaldi Thohir yang menginginkan perusahaan untuk segera memperbaiki bottom line. Boy menuturkan saat ini GOTO harus mengalihkan fokusnya dari mengejar pertumbuhan dan pangsa pasar ke perbaikan bottom line.
"GOTO harus fokus ke bottom line. Imbauan saya sebagai yang lebih senior dari startup-startup itu, pokoknya sekarang harus pikirin bisnis, go back to business," kata Boy ditemui di Jakarta, Kamis (26/1/2023).
Dia melanjutkan, bisnis harus dijalankan dengan efisien dan memberikan keuntungan, sehingga bisa berkelanjutan. Boy menjelaskan saat ini perusahaan teknologi harus kembali ke dasar, dengan fundamental yang bagus.
Dengan fundamental yang baik tersebut, Boy yakin perusahaan teknologi bisa melakukan ekspansi dengan cashflow sendiri, tanpa harus bergantung ke investor.
Perbandingan Take Rate Grab vs GOTO
Jika menyimak kinerja Grab dan GoTo, salah satu aspek yang menarik adalah take rate atau commissions rate. Take rate adalah komisi yang diambil oleh perusahaan dari nilai transaksi yang dilakukan oleh penjual pihak ketiga atau penyedia layanan. Umumnya kenaikan take rate terjadi dengan menaikan persentase komisi atau fee.
Kemampuan dalam mengerek take rate bisa dibilang menjadi salah satu faktor perusahaan teknologi untuk menuju perolehan EBITDA positif.
Grab mencatatkan adanya kenaikan commission rate, terutama pada segmen deliveries (layanan pengiriman, seperti Grab Food), yaitu sebesar 3,2 persen dari 18,2 persen menjadi 21,4 persen.
Sementara untuk segmen mobility atau layanan ride-hailing relatif stabil dari 23.4 persen pada 2021 menjadi 23,3 persen pada tahun lalu. Untuk segmen financial services, commission rate berada di angka 2,8 persen, naik 0,4 persen dari 2,3 persen pada 2021.
Sementara itu, GoTo mencatatkan take rate keseluruhan sebesar 3.7 persen selama 2022, tidak mengalami perubahan dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Namun, jika dibedah satu persatu, terdapat kenaikan pada segmen on-demand services (layanan Gojek) dan segmen e-commerce (layanan Tokopedia).
Take rate dari layanan Gojek naik dari 20,4 persen pada 2021 menjadi 22,0 persen sepanjang tahun lalu. Kenaikan ini sejalan dengan pendapatan kotor atau gross revenue sebesar 32 persen yoy menjadi Rp13,6 triliun.
Dari layanan Tokopedia, take rate tercatat naik dari 2,7 persen pada 2021 menjadi 3,2 persen pada tahun lalu, sedangkan layanan financial technology (Goto Financial) mencatatkan take rate yang sama sepanjang 2021-2022, yaitu sebesar 0,5 persen.
Sejumlah pengemudi ojek daring menunggu penumpang di Jakarta, Rabu (12/2/2020). Bisnis/Arief Hermawan P
Untuk GOTO, kenaikan take rate salah satunya disumbang oleh produk baru dan monetisasi bisnis antar platform dalam satu ekosistem. Direktur Utama GOTO Andre Soelistyo menyatakan pihaknya telah melakukan improvisasi terhadap dynamic pricing dan teknologi pemetaan untuk mendorong produktivitas driver, yang pada akhirnya menghasilkan efisiensi dan pendapatan yang lebih baik.
Para merchant juga mendapatkan manfaat dari fitur-fitur yang telah diperbarui, seperti rekomendasi harga, market insights, dan solusi pemasaran. Dengan adanya improvisasi tersebut, perusahaan dapat mengembangkan monetisasi.
"Kita bisa melihat dalam kinerja kuartal IV/2022, di mana terdapat peningkatan pada take rate sehingga pertumbuhan gross revenue pada on-demand services dan e-commerce naik masing-masing 13 persen yoy dan 24 persen yoy," jelasnya.
Sementara itu, Analis Samuel Sekuritas Farras Farhan menilai kenaikan take rate yang diberlakukan GOTO tidak akan menurunkan jumlah konsumen karena perusahaan kompetitor juga melakukan hal yang sama.
“Ketergantungan masyarakat terhadap layanan GOTO sudah sangat besar sehingga kenaikan komisi tidak akan membuat mereka pindah ke layanan lain,” ujarnya, belum lama ini.
Dia mencontohkan, skema biaya baru untuk official store di Tokopedia tidak akan membuat para merchant kembali berjualan secara konvensional. Para merchant tersebut sudah merasakan manfaat langsung berjualan di Tokopedia, sehingga kenaikan komisi akan dianggap wajar.
“Kenaikan komisi juga diberlakukan di marketplace lain sehingga hal ini semakin dianggap wajar,” ujarnya.
Investasi Grab dan GoTo di Emiten BEI
Kedua raksasa teknologi yang besar di kawasan Asia Tenggara ini membangun ekosistem di Indonesia, salah satunya dengan masuk menjadi pemegang saham perusahaan terbuka di Bursa Efek Indonesia (BEI).
GoTo, melalui PT Dompet Karya Anak Bangsa (DKAB) alias GoPay, diketahui mengempit saham PT Bank Jago Tbk. (ARTO) sebesar 21,40%.
Pada 18 Desember 2021, GoPay diketahui membeli 1,95 miliar saham atau setara 18,02 persen dari total saham ARTO, dengan harga pembelian Rp1.150 per saham. DKAB mengeluarkan dana Rp2,25 triliun dalam transaksi ini.
Sebelumnya, DKAB telah memiliki ARTO sebesar 4,14%. Dengan demikian, usai transaksi saham yang dimiliki oleh DKAB tercatat sebesar 22,16%.
Usai Bank Jago melakukan rights issue pada Maret 2021, kepemilikan saham DKAB susut menjadi 21,40% karena GIC, lembaga pengelola dana Pemerintah Singapura, mengambil sebagian saham rights issue dari DKAB.
DKAB membeli sebanyak 4,14% atau 449,14 juta lembar pada level harga yang sama dengan transaksi setelahnya, yaitu Rp1.150 per saham, sehingga dana yang dikeluarkan sekitar Rp516,52 miliar. Diperkirakan, DKAB membeli saham ARTO dengan total nilai Rp2,77 triliun.
Apabila dibandingkan dengan harga saham Bank Jago terkini, per Rabu (29/3/2023), yang berada pada level Rp2,430, total nilai saham yang dimiliki DKAB adalah Rp5,85 triliun. Artinya, investasi GOTO melalui DKAB di Bank Jago masih cuan Rp3,075 triliun.
Pejalan kaki melintas di depan kantor pusat Bank Jago di Jakarta. /Bloomberg-Dimas Ardian
Tak hanya Bank Jago melalui DKAB atau GoPay, GOTO melalui Gojek berinvestasi di emiten ritel PT Matahari Putra Prima Tbk. (MPPA) pada Oktober 2021. Gojek membeli saham MPPA melalui PT Multipolar Tbk. (MLPL) sebanyak 507,14 juta saham dengan nilai Rp700 per saham atau Rp355 miliar secara total.
Namun, per Rabu (29/3/2023) harga MPPA menyusut ke level Rp99 per saham. Dari angka ini, bisa diperkirakan unrealized loss Gojek di saham MPPA sekitar Rp304,79 miliar.
Apabila GOTO berinvestasi di Bank Jago, Grab memilih Allo Bank (BBHI), yang juga merupakan bank digital. Grab melalui H Holding Inc. diketahui berpartisipasi dalam rights issue Allo Bank pada awal tahun lalu bersama Bukalapak, Carro, dan Traveloka.
Dalam rights issue ini, Grab menguasai 2,07% saham BBHI dengan mengambil jatah rights issue dari PT Mega Corpora sebanyak 448,74 juta saham dengan harga pelaksanaan Rp478 per saham. Dengan demikian, dana yang dikeluarkan Grab sekitar Rp214,5 miliar dalam aksi rights issue tersebut.
Dengan perkembangan harga BBHI yang berada pada level Rp1.525 pada Rabu (29/3/2023), diperkirakan Grab memiliki keuntungan Rp469,83 miliar.
Grab juga tercatat membeli 4,6% saham PT Elang Mahkota Teknologi Tbk. (EMTK) dengan nilai Rp4 triliun melalui H Holdings Inc. pada kuartal I/2021. Dengan harga pelaksanaan per saham Rp1.954, jumlah saham yang dipegang Grab sekitar 2,05 miliar saham.
Namun, saat ini harga saham EMTK dalam tren penurunan hingga ke level Rp810 per saham. Nilai saham yang digenggam Grab di EMTK pun ikut susut sekitar Rp2,34 triliun.
Diketahui, kedua perusahaan banyak berinvestasi dalam pengembangan ekosistem digital di Indonesia. EMTK dan Grab telah beberapa kali berdiskusi untuk mengembangan peluang bisnis baru.
Salah satunya adalah pengembangan Bank Fama untuk bertransformasi menjadi bank digital. Pemegang saham Bank Fama yaitu Emtek, A5-DB Holding atau anak usaha Grab Holdings, dan Singtel Telecommunication Limited.
Perombakan Petinggi Grab & GoTo
Saat berjuang menuju profitabilitas, Grab dan GoTo sama-sama melakukan perombakan di jajaran petingginya.
Dilansir Reuters, dua petinggi lini bisnis fintech Grab, yaitu Chris Yeo dan Jeffrey Goh, memutuskan untuk mengundurkan diri pada Mei tahun lalu, menyusul beberapa pejabat senior yang telah terlebih dulu pamit beberapa bulan sebelumnya.
Yeo memimpin bisnis pembayaran dan reward Grab dan telah bergabung dengan perusahaan ini selama 6 tahun, sedangkan Goh memimpin unit payments gateway. Keduanya bekerja di lini bisnis Grab Financial Group bernama GrabFin yang melayani pembayaran digital, pembiayaan, asuransi, reward, dan layanan wealth management.
Logo Grab Taxi/Reuters-Edgar Su
Keduanya hengkang usai Grab mengumumkan kenaikan rugi selama 2021 menjadi US$3,6 miliar dari US$2,7 miliar pada 2020. Padahal, di saat yang sama pendapatan perusahaan naik 44 persen. Investor pun fokus terhadap usaha perusahaan untuk menekan kerugian.
Sebelum Yeo dan Goh, Ankur Mehrotra yang memiliki peran penting di unit fintech dan telah bekerja selama 6 tahun di Grab, hengkang terlebih dahulu. Pada tahun yang sama, seorang pejabat eksekutif teknologi senior Grab juga pamit untuk memimpin perusahaan game kripto, sedangkan pimpinan dari unit asuransi dan wealth management juga resign untuk mendirikan sebuah perusahaan startup.
Terkait dengan pengunduran diri beberapa petingginya, Grab hanya menjelaskan bahwa perusahaan fokus pada perluasan bisnis ekosistem fintech di skala regional dan melihat potensi signifikan di Asia Tenggara.
Pada awal bulan ini, GOTO melakukan perombakan direksi dan komisaris. Sejumlah nama beken, seperti Agus Martowardojo hingga Patrick Walujo masuk dalam daftar komisaris. Selain itu, Winato Kartono dan Marjorie Tiu Lao ditunjuk menjadi komisaris independen. Kevin Bryan Aluwi tercatat mundur dari komisaris.
Di jajaran direksi, Nila Marita dan Pablo Malay naik kelas menjadi direktur. Nila sebelumnya Chief of Corporate Affairs bakal membawahi direktur/Head of External Affairs. Adapun, Pablo Malay yang sebelumnya di group head bakal membidangi Direktur/Chief Corporate Officer.
Anthony Wijaya mundur dari jabatan direktur GOTO, dan selanjutnya mendapatkan peran baru sebagai Chief Operating Officer Tokopedia.
Seusai rapat pemegang saham, secara tegas Direktur Utama GOTO Andre Soelistyo menyampaikan bahwa perombakan susunan direksi dan komisaris untuk memperkuat tata kelola perusahaan (good corporate governance/GCG) serta fokus dalam efisiensi operasional perseroan.
CEO Grup GoTo Andre Soelistyo dalam acara paparan publik IPO PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GoTo), Selasa (15/3/2022).
"Pemegang saham kami telah menyetujui perubahan jajaran komisaris dan direksi kami yang akan memperkuat fungsi pengawasan dan manajemen GOTO, dalam rangka memasuki babak baru perjalanan GOTO," kata Andre, Kamis (2/3/2023).
Pernyataan Andre itu sejalan dengan penunjukan Agus Marto menjadi komisaris. Bankir senior itu memiliki karakter kuat dalam hal GCG. Sebagai perusahaan terbuka, tuntutan GOTO melakukan tata kelola yang baik adalah hal utama.
Begitu juga dengan Partick Walujo, bankir investasi yang jago melakukan perbaikan aset-aset bermasalah dan konsolidasi bisnis ini bakal mendorong efisiensi perusahaan.
Mari kita tunggu upaya GRAB dan GOTO dalam melakukan perbaikan neraca keuangan, apakah mampu mewujudkan harapan para pemegang saham? Menciptakan laba pada tahun ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel