Infrastruktur Kendaraan Listrik Masih Memble

Bisnis.com,23 Mar 2022, 13:33 WIB
Penulis: Khadijah Shahnaz

Bisnis.com, JAKARTA - Baru - baru ini Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) menargetkan sebanyak 2 juta kendaraan listrik bisa digunakan oleh masyarakat Indonesia pada 2025.

Selain menargetkan kendaraan listrik, Jokowi juga mengatakan Indonesia sangat serius untuk melakukan transformasi menuju energi baru terbarukan, salah satunya dengan menggencarkan ekosistem kendaraan listrik.

 “Kami harapkan sesuai dengan target pada 2020 untuk emisi karbon berada di angka 29 persen, kemudian pada 2060 Indonesia akan masuk ke emisi nol [net zero carbon],” ujarnya baru baru ini.

Sesuai dengan impian Jokowi, PT Pertamina (Persero) melalui subholding PT Pertamina Patra Niaga, menyediakan 162 unit Charging Station sebagai upaya mewujudkan target net zero emission pada 2060 melalui transisi energi.

Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga – Subholding Commercial and Trading Pertamina, Alfian Nasution, menyatakan salah satu bisnis masa depan Pertamina adalah charging station atau tempat mengisi daya untuk kendaraan listrik serta pusat penukaran baterai kendaraan listrik.

Enam charging station telah tersedia di empat lokasi di Jakarta dan dua lokasi di Banten. Detail lokasinya, yaitu SPBU Fatmawati, Jakarta Selatan, SPBU MT Haryono, Jakarta Selatan, SPBU Lenteng Agung, Jakarta Selatan, SPBU Kuningan, Jakarta Selatan, SPBU Soekarno Hatta, Tangerang, dan Kantor BPPT Serpong, Tangerang.

Bisnis pun melakukan penelusuran terkait fasilitas tersebut sepanjang pekan lalu.  Salah satu yang dapat dipotret adalah suasana SPKLU di Bilangan Fatmawati, Jakarta Selatan.

Siang itu, Selasa (8/3/2022) , sewaktu menyambangi lokasi, terdapat sebuah unit Bluebird dengan merk BYD yang tengah mengisi daya. Tak lama kemudian, masuk pula satu unit Hyundai Ioniq. Keduanya mengisi daya bersebelahan.

Keduanya menghabiskan waktu cukup lama untuk mengisi daya. Untuk unit Bluebird keluaran BYD, menuntaskan isi daya selama 90 menit. Sedangkan Ioniq EV mamakan waktu sekitar 60 menit.

Padahal, di dunia, teknologi terkini sebagaimana diungkap carbuyer.co, untuk unit Ioniq 5 hanya membutuhkan waktu 18 menit untuk pengisian daya 10-80 persen. Lamanya proses pengisian daya memantik pertanyaan, kelak jika populasi kendaraan listrik semakin besar, berapa banyak antrean yang akan mengular karena setiap unit membutuhkan waktu minimal satu jam.

Bisnis menanyakan perihal tersebut kepada para petugas di lapangan. Namun mereka enggan menjawab kinerja fasilitas charging dikarenakan arahan dari pihak operator yang tidak membolehkan siapapun mengungkap informasi.

Hanya saja, seorang petugas mau mengonfirmasi. "Hanya sejam nge-charge-nya," ujar seorang petugas sambil berjalan.

Selepas Hyundai Ioniq dan Bluebird BYD memarkir mobil, hingga empat jam berikutnya belum lagi ada unit kendaraan listrik mengisi daya. Wajar, karena memang populasi kendaraan listrik masih minim.

Di lokasi yang sama, selain adanya SPKLU,  ada juga fasilitas battery swapping untuk motor. Sejauh ini, fasilitas tersebut hanya dimanfaatkan para pengemudi mitra Gojek yang telah menggunakan sepeda motor listrik Gogoro.

Sebelumnya Gojek, Electrum, Gogoro, Gesits, TBS Energi  dan Pertamina telah meneken kerja sama  untuk mempercepat pengembangan ekosistem kendaraan listrik yang terintegrasi dan terlengkap di Indonesia.

Dalam kerjasama ini, Gojek dan Electrum berperan sebagai integrator dan pengembang ekosistem kendaraan listrik, dengan memanfaatkan kehadiran Gojek di Indonesia dan keahlian TBS di sektor energi. 

Pertamina berperan dalam menyediakan stasiun penukaran baterai motor listrik di berbagai SPBU yang tersebar di kawasan Jakarta Selatan. Sedangkan Gogoro berperan sebagai supplier teknologi baterai dan Gesits menyediakan motor listrik.

Di lapangan, Bisnis menemui beberapa mitra pengemudi Gojek yang menggunakan fasilitas penggantian baterai tersebut. Sedikitnya, selama empat jam saja, terdapat tiga orang pengemudi Gojek yang mengganti baterai.

Proses penggantian baterai menggunakan barcode khusus yang dimiliki para pengemudi. Barcode itu digunakan untuk membuka dan mengakses tempat charging sekaligus mengambil baterai baru.

Sayangnya, Bisnis tidak mendapatkan informasi lebih detail terkait operasionalisasi motor listrik dan fasilitas penggantian baterai. Sama halnya dengan para petugas SPKLU, para mitra pengemudi Gojek yang mengendarai motor listrik Gogoro mengaku tidak diizinkan memberikan informasi apapun.

“Diingatkan oleh "kantor pusat" tidak membicarakan apapun terkait motor listrik,” kata seorang pengemudi.

Selama beberapa hari selanjutnya, Bisnis juga menyambangi beberapa SPKLU. Fasilitas isi daya tetap terbilang sepi, kemungkinan hal ini berkaitan juga dengan kelengkapan fasilitas daya ulang yang dimiliki para konsumen kendaraan listrik, khususnya segmen roda empat.

Sebaliknya, pada kesempatan berbeda, di salah satu SPKLU, Bisnis menemui tiga pengemudi Gojek yang menggunakan fasilitas penggantian baterai dalam waktu kurang dari dua jam.

Sedangkan di luar Jabodetabek, Bisnis sempat mengunjungi SPKLU di Tol Trans Jawa, tepatnya di Rest Area KM 519 A. Di sana, keberadaan SPKLU terkesan meratapi nasib yang sepi dikunjungi.

Bahkan, salah seorang petugas yang diwawancara, menyatakan sejak dibangun beberapa waktu lalu, tak satupun pengguna mengisi daya di sana. Saking sepinya, keberadaan fasilitas isi daya itupun dipagari pembatas tanpa petugas penjaga.

INVESTASI MAHAL

 

 

Pembangunan fasilitas isi daya seperti SPKLU menelan dana yang tak murah. Seperti dikutip dari pemberitaan Bisnis sebelumnya, untuk menyediakan 40 SPKLU, PT PLN (Persero) harus merogoh kocek senilai Rp55 miliar.

Artinya, setiap SPKLU menelan dana sekitar Rp1,37 miliar. Tidak hanya itu, lokasi pendirian SPKLU juga menjadi pekerjaan rumah. Untuk PLN, perseroan akan menyasar kerja sama dengan pusat perbelanjaan, apartemen, pertokoan, hingga kantor-kantor BUMN.

Hal serupa Bisnis menemukan kendala penggunaan lokasi SPKLU. Di salah satu SPBU di Jakarta Selatan yang telah memampangkan logo isi daya, bahkan tidak ditemui fasilitas yang dimaksud.

“Di sini lokasinya tidak memungkinkan, makanya di SPBU yang satu lagi di seberang sana,” ungkap salah seorang petugas SPBU.

Persoalan lahan inipun membuat negara seperti India menerapkan strategi berbeda dalam mengadopsi teknologi listrik untuk kendaraan bermotor. Di sana, seperti dilansir  Bloomberg, Jumat (11/2/2022), pemerintah tak menggebu mendirikan fasilitas isi daya, melainkan memilih teknologi penggantian baterai.

Menteri Keuangan India Nirmala Sitharaman menyatakan pemerintah lebih mempertimbangkan teknologi penukaran baterai dibandingkan mengembangkan stasiun pengisian daya (Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum/SPKLU). Terutama, katanya,  di kota-kota besar yang berpolusi dan padat.  

“Mengingat keterbatasan ruang di perkotaan untuk mendirikan stasiun pengisian dalam skala besar, kebijakan pertukaran baterai akan dikeluarkan dan standar interoperabilitas akan dirumuskan,” kata Sitharaman.

Andaikata menengok kembali alasan utama transformasi kendaraan listrik, yakni dipicu adanya potensi industri baterai mengingat kepemilikan nikel yang tebal, seharusnya jalan terjal menuju rantai pasok global tidak terlalu berliku.

Dengan fokus mengembangkan industri baterai yang berstandar global dan diterima seluruh prinsipal, tampaknya Indonesia akan diperebutkan mengingat pasar yang masih sangat besar. Kenyataannya, pada tahap sekarang, Indonesia masih harus memburu komitmen investasi industri kendaraan listrik, tentu dengan segala iming-iming.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor: Kahfi
Terkini