Kehendak Pontjo Sutowo dan Supremasi Negara di Hotel Sultan

Bisnis.com,02 Okt 2023, 18:38 WIB
Penulis: Muhammad Ridwan

Jumat (29/9/2023) malam, menjelang pergantian hari, para pekerja masih sibuk mengangkut bunga hias yang digunakan pada sebuah acara di Hotel Sultan. Satu per satu properti dikeluarkan dari salah satu gedung serbaguna usai pagelaran sebuah pesta.

Aktivitas terlihat normal. Jumlah mobil box terparkir berjejer menanti muatan. Ada yang lalu-lalang meninggalkan area hotel.

Di sudut lain, aula utama, para pekerja masih sibuk menyiapkan sebuah acara pertemuan yang digelar esok harinya.

Bergeser ke lobby utama hotel, terlihat rombongan tamu menenteng koper. Terlihat mereka baru datang untuk keperluan bermalam di hotel bintang 5 itu.

Resepsionis, satpam, dan pramusaji terlihat sigap di posnya masing-masing pada malam itu. Aktivitas hotel berjalan normal. Seperti tidak terjadi apa-apa.

Padahal, malam itu merupakan tenggat terakhir beroperasinya Hotel Sultan di tangan pengusaha Pontjo Sutowo, pemilik PT Indobuildco pemegang konsesi lahan seluas 13,5 hektare di komplek Gelora Bung Karno (GBK).

Hal itu sesuai dengan ultimatum yang diberikan pengelola GBK, berakhirnya masa kelola Indobuildco pada 29 September 2023. Realitasnya, hingga tulisan ini ditayangkan, tenggat yang dilayangkan pengola bukan akhir dari masa operasional Hotel Sultan yang dibangun keluarga Sutowo pada 1971 itu.

Kerja sama manis antara PT Indobuildco dengan pemerintah berujung kemelut. Pemerintah ingin mengakhiri masa 'pendudukan' Hotel Hutan oleh Pontjo Sutowo seiring dengan berakhirnya masa pakai atau hak guna bangunan (HGB) pada tahun ini.

Kongsi selama 50 tahun itu semua bermula dari keinginan pemerintah untuk memiliki hotel bertaraf internasional seiring dengan akan digelar Konferensi Pacific Area Travel Association (PATA) ke-23 di Jakarta pada April 1974.

Akhirnya empat hotel besar dibangun di Ibu Kota untuk menyambut hajatan itu. Hotel Mandarin, Hotel Sahid, Hotel Sari Pan Pasific, dan Hotel Sultan.

Berdasarkan isi Putusan Mahkamah Agung No. 276 PK/Pdt/2011, disebutkan bahwa pada 1971 PT Indobuild Co diberi tugas oleh Pemerintah DKI Jakarta di era Gubernur Ali Sadikin untuk membangun Gedung Konferensi (Conference Hall) bertaraf internasional dengan segala kelengkapannya dan hotel bertaraf internasional yang sudah harus selesai pertengahan 1974 untuk dipergunakan dalam suatu event internasional yaitu konferensi PATA (Pacific Area Travel Association) ke-23 di Jakarta. 

Untuk merealisasikan hal tersebut, diterbitkan Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta No.1744/71 tanggal 17 Agustus 1971 tentang tanah ex Jakindra seluas 13 ha kepada PT Indobuildco. Kemudian, untuk memenuhi Pasal 19 UU No.5 tahun 1969 Jo. Peraturan Pemerintah No.10/1961 tentang Pendaftaran Tanah, maka PT Indobuildco mengajukan permohonan hak melalui kantor Sub Direktorat Agraria.

Pemerintah di era kepemimpinan Presiden Soeharto saat itu mengabulkan permohonan PT Indobuildco dengan menerbitkan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri No.181/HGB/Da/72 pada 3 Agustus 1972 tentang pemberian Hak Guna Bangunan (HGB) kepada PT Indobuildco untuk jangka waktu 30 tahun. 

Pengembangan yang tidak dapat dilakukan oleh swasta membuat Gubernur DKI Jakarta, Ali Sadikin, mendorong Pertamina selaku BUMN yang saat itu dipimpin Ibnu Sutowo untuk membangun hotel di Senayan. Namun, pada pemeriksaan terkait kasus dugaan korupsi pengelolaan GBK pada 2005, Ali Sadikin mengaku tertipu oleh PT Indobuildco yang dikiranya anak perusahaan Pertamina, tetapi ternyata dimiliki oleh perusahaan pribadi keluarga Sutowo.

Dalam perjalanannya, PT Indobuildco memecah HGB Nomor 20/Gelora tersebut menjadi dua sertifikat yakni HGB Nomor 26/Gelora dan Sertifikat HGB Nomor 27/Gelora.

Sementara itu, pada 19 Agustus 1989, pemerintah menerbitkan Sertipikat HPL 1/Gelora.

Pontjo Sutowo akhirnya bisa mendirikan Hotel Sultan dan mengoperasikannya setidaknya hingga 30 tahun pertamanya. 

PT Indobuildco kembali memperpanjang HGB dengan jangka waktu 20 tahun seiring dengan diterbitkannya SK Perpanjangan HGB oleh Kepala Kanwil BPN DKI pada masa itu.

Dengan demikian, HGB Nomor 27/Gelora diperpanjang hingga 3 Maret 2023 dan HGB Nomor 26 diperpanjang hingga 3 April 2023.

PT Indobuildco tak mau diam. Perusahaan milik anak dari Ibnu Sutowo itu mengajukan empat gugatan ke pengadilan untuk memperpanjang konsesi di persil 15 itu. Namun, seluruh upayanya kandas.

Seiring dengan berakhirnya masa HGB Hotel Sultan, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Hadi Tjahjanto, mengatakan bahwa kawasan Hotel Sultan di GBK kini statusnya kembali dikuasai oleh pemerintah berdasarkan Hak Pengelolaan (HPL) atas nama Sekretariat Negara Republik Indonesia. 

Hadi menjelaskan, HGB Nomor 26/Gelora dan HGB Nomor 27/Gelora atas nama PT Indobuildco dengan total luas 13,6 hektare di kawasan Hotel Sultan telah berakhir pada 4 Maret 2023 dan 3 April 2023. 

Dengan demikian, status tanah tersebut otomatis kembali pada HPL Nomor 1 Tahun 1989 atas nama Sekretariat Negara Republik Indonesia c.q. Badan Pengelola Gelanggang Olahraga Senayan. 

“Ini berawal dari kepemilikan HGB dari tahun 1973 dengan jangka waktu 30 tahun, sehingga HGB berakhir pada 2003. Lalu, pada 1989, dikeluarkan HPL Nomor 1/Gelora tahun 1989 atas nama Sekretariat Negara Republik Indonesia oleh Kantor Pertanahan Jakarta Pusat. Setelah perpanjangan HGB hingga tahun 2023, kini HGB tersebut resmi berakhir,” kata Hadi dalam keterangan resmi, dikutip Selasa (12/9/2023).

Tim Kuasa Hukum Pusat Pengelola Komplek Gelora Bung Karno (PPKGBK) Chandra Hamzah mengatakan pihaknya tidak berencana untuk memberikan perpanjangan HGB kepada PT Indobuildco.

Pasalnya, PPKGBK telah memiliki rencana induk untuk pengelolaan HPL Nomor 1/Gelora itu.

"HGB baru habis 2023, harusnya kalau HGB berakhir ya kembalikan, kan sama saja seperti kontrakan," ujarnya kepada Bisnis, Senin (25/9/2023).

Chandra mengatakan pihaknya telah bersurat secara resmi kepada PT Indobuildco untuk mengosongkan Hotel Sultan sampai dengan 29 September 2023.

Menurutnya, pengelola mengajukan permintaan itu secara persuasif. Namun, hal itu tidak kunjung direalisasikan oleh PT Indobuildco.

"Ke depan rencana aspek untuk masyarakat publik lebih baik untuk ruang terbuka hijau, aspek komersiaslisasinya harus memberikan manfaat lebih banyak terhadap negara," ungkapnya.

Direktur Utama PPKGBK Rakhmadi Afif Kusumo mengatakan urusan sengketa lahan antara PT Indobuildco dengan pemerintah seharusnya telah berakhir.

Dia menuturkan, seluruh putusan pengadilan menyatakan bahwa pemerintah merupakan pemilik sah dari HPL Nomor 1/Gelora, sehingga aset yang ada di atasnya merupakan milik negara.

"Hotel sultan ini sudah bertahun-tahun dan rasanya ini sudah garis finish kalau maraton," ungkapnya.

Di lain pihak, Kuasa Hukum PT Indobuildco Hamdan Zoelva membantah kliennya menguasai aset negara secara melawan hukum. Dia menyatakan bahwa tuduhan tersebut merupakan kesimpulan ceroboh, merusak reputasi perusahaan dan pribadi Pontjo Sutowo selaku Direktur Utama PT Indobuildco sebagai pengelola sah Hotel Sultan.

Hamdan menjelaskan, PT Indobuildco menguasai dan mengelola lahan seluas 13,7 ha di Kawasan Gelora Senayan berdasarkan pemberian HGB No. 26/Gelora dan HGB No. 27/Gelora oleh Negara secara sah selama masa pemberian selama 30 tahun: sampai dengan 2002, masa perpanjangannya selama 20 tahun sampai dengan 2023, dan masa pembaruan haknya selama 30 tahun sampai tahun 2053 sesuai dengan Pasal 37 ayat (1) dan Pasal 40 Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun dan Pendaftaran Tanah juncto Undang-Undang No. 11 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja. 

"Hal ini sekaligus membantah klaim yang menyatakan HGB 26 gelora dan HGB 27 gelora sudah berakhir jangka waktunya," kata Hamdan dalam konferensi pers di Hotel Sultan, Jakarta, Jumat (15/9/2023).

Lebih lanjut, Hamdan menjelaskan bahwa terkait dengan berakhirnya HGB No 26 dan HGB No.27 pada bulan Maret dan April 2023, maka itu tidak menggugurkan hak pemegang HGB awal untuk mengajukan pembaruan. 

Menurutnya, Pasal 41 ayat (2) Perarturan Pemerintah No. 18 Tahun 2021 menyatakan permohonan pembaruan hak guna bangunan diajukan paling lama 2 tahun setelah berakhirnya jangka waktu masa perpanjangan hak guna bangunan Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu yakin bahwa tidak ada satu pun ketentuan hukum yang dilanggar.

"Saya pastikan saudara Pontjo Sutowo atau Indobuildco tidak merampas aset negara," tegasnya.

Tunggakan Royalti Pontjo Sutowo

Di balik kemelut pengosongan lahan, pemerintah menuding bahwa Pontjo Sutowo masih menunggak pembayaran royalti dengan nilai fantastis. Royalti merupakan pendapatan bukan pajak yang disepakati pemerintah dengan Pontjo Sutowo untuk dibayarkan setiap tahun.

Syarat pemberian royalti diatur oleh Ali Sadikin untuk bisa mendirikan bangunan yang dulu bernama Hotel Hilton.

Dalam salinan surat jawaban Gubernur Ali Sadikin kepada Indobuildco pada 12 Januari 1971 terkait dengan rencana pembangunan Hotel Sultan, Pemerintah Provinsi memberikan dua persyaratan khusus sebelum diterbitkan izin tersebut. 

Ali Sadikin meminta Indobuildco menyumbang sebuah gedung pertemuan yang mampu menampung 25.000 orang kepada Pemprov DKI Jakarta.

Selain itu, Indobuildco harus membayarkan royalti sebesar US$50.000 per tahun atau US$1,5 juta untuk izin penggunaan lahan selama 30 tahun. 

Sementara itu, dalam salinan Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta No.1744/A/k/BKD/71 yang diterima Bisnis, skema pembayaran royalti yang ditetapkan kepada Indobuidlco telah diatur secara jelas.

Surat yang diteken langsung oleh Ali Sadikin dijelaskan bahwa Indobuildco harus menyerahkan US$100.000 pada waktu penandatanganan perjanjian tersebut. 

Untuk sisa royalti dilunasi dalam jangka waktu 30 tahun dengan pembayaran satu per tiga puluh dikalikan US$1,4 juta dolar. Setiap tahunnya, uang royalti harus sudah disetorkan paling lambat pada akhir Oktober.

PPKGBK mengungkap bahwa estimasi tunggakan royalti perusahaan milik Pontjo Sutowo atas Hotel Sultan yakni PT Indobuilco berkisar antara Rp500 miliar-Rp600 miliar. 

Rakhmadi menjelaskan bahwa tunggakan royalti perusahaan Pontjo Sutowo tersebut terhitung sejak periode 2007 hingga habisnya masa HGB Hotel Sultan pada 2023.

"Jumlah royalti itu dari 2007 sampai 2023 ini estimasi angkanya bisa mencapai Rp500 miliar sampai Rp600 miliar yang mereka harus bayar. Itu termasuk denda dari royalti tersebut," kata Adi.

Di lain pihak, Hamdan menyatakan bahwa tuduhan tidak membayar royalti Hotel Sultan sebagaimana dituduhkan pihak Setneg tidak benar. 

Dia menegaskan, kliennya akan membayarkan utang royalti tersebut apabila telah ada landasan hukum yang jelas. 

"Harus jelas dasar pembayarannya. Lalu ada invoice. Jika tidak malah bisa dikategorikan gratifikasi," kata Hamdan.

Sikap Lembek Pemerintah ke Indobuildco

Setelah hampir satu semester dari berakhirnya HGB milik Hotel Sultan, pemerintah memberikan ultimatum kepada Pontjo Sutowo untuk segera mengosongkan lahan tersebut.

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Polhukam) Mahfud MD menegaskan kepada PT Indobuildco yang dimiliki oleh Pontjo Sutowo untuk angkat kaki dari lahan Hotel Sultan yang berada di kawasan Gelora Bung Karno atau GBK, Jakarta Pusat.

Dia menyebutkan masih banyak aset negara yang selama ini dikuasai oleh pihak swasta ataupun perorangan secara melawan hukum. 

Untuk itu, persoalan ini dapat menjadi momentum dalam menjelaskan kepada publik bahwa negara memberi tugas kepada semua pejabat terkait untuk menyelamatkan semua aset negara yang selama ini dikuasai oleh swasta.

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, yang turut hadir dalam rapat tersebut, mengatakan lembaganya akan mengawal proses pengembalian aset itu ke negara.  

"Tentunya Polri akan mengawal proses yang akan dilaksanakan untuk mengembalikan kembali aset atau lahan milik negara tersebut kembali kepada negara," ujar Listyo.  

Mantan Kabareskrim Polri itu juga menyinggung bahwa putusan pengadilan sebelumnya telah berkekuatan hukum tetap hingga perlu segera dieksekusi. Apabila tidak, dia menyebut maka bisa memunculkan potensi pidana.  

"Tentunya kami juga melihat bahwa ada keputusan yang bersifat eksekutorial yang tidak dilaksanakan oleh PT Indobuildco, dan ini memunculkan potensi pidana baru, mulai dari masalah pidana umum maupun yang terkait dengan Undang-undang Tipikor," tuturnya.

PPKGBK memberi waktu hingga 29 September 2023 kepada PT Indobuildco untuk meninggalkan Blok 15 Kawasan GBK atau Hotel Sultan. 

Tim Penasihat Hukum PPKGBK Saor Siagian mengatakan bahwa telah memberikan somasi kepada perusahaan milik Pontjo Sutowo itu untuk meninggalkan kawasan tersebut, sampai dengan jelang akhir pekan lalu, Jumat (29/9/2023). 

"Lima hari itu somasi dari GBK ya, yang memberi sampai tanggal 29 [September]," terangnya.

Saor menjelaskan bahwa pihaknya masih menunggu itikad baik dari PT Indobuildco hingga tengah malam nanti. 

"Intinya kami akan persuasif. Mulai detik ini kami bertanggung jawab secara hukum dan moral, kami tunggu [Indobuildco melakukan pengosongan] sampai jam 24.00," jelasnya saat ditemui di Komplek GBK, Jumat (29/9/2023).

PPKGBK turut menyampaikan bahwa eksekusi Blok 15 Kawasan GBK itu berlandaskan putusan pengadilan sebelumnya yang telah menolak empat kali Peninjauan Kembali (PK) dari pihak Pontjo Sutowo. Majelis Hakim menolak PK PT Indobuildco untuk menyatakan Hak Pengelolaan (HPL) PPKGBK atas Hotel Sultan tidak sah.  

Sementara itu, pemerintah telah meminta secara persuasif kepada pihak Pontjo Sutowo agar segera mengosongkan kawasan tersebut. Saor lalu merujuk pada pernyataan Kapolri yang dialamatkan kepada Pontjo agar mematuhi putusan pengadilan. 

"Saya quote pernyataan Pak Kapolri waktu kita di Kemenko Polhukam: Saya ingatkan kalau masih PT Indobuildco atau Saudara Pontjo Sutowo kemudian masih berkeras, ada konsekuensi hukum yang akan terbit baik pidana bahkan yang spesifik yaitu tipikor," ujarnya.

Saor menambahkan, PPKGBK menargetkan eksekusi Hotel Sultan dapat dirampungkan sebelum akhir tahun. Target penyelesaian eksekusi itu berkaitan dengan penyelenggaraan Pemilihan Presiden (Pilpres) pada Februari 2024.  

Dia mewanti-wanti agar nantinya proses eksekusi dari konglomerat PT Indobuildco tidak terpengaruh apapun hasil Pemilihan Umum (Pemilu).  

"Kita tidak mau [terpengaruh Pemilu 2024], makanya Pak Dirut [PPKGBK] memercayakan ke kuasa hukum itu Desember harus paling lama selesai. Jadi, jangan sampai orang mengiming-imingi atau menjanjikan sesuatu. Mau siapapun presidennya," terangnya.
 

Namun, lewat dari batas waktu yang diberikan, Pontjo Sutowo mengindahkan perintah tersebut. Hotel Sultan masih beroperasi secara normal.

Hamdan menuturkan, alasan pihaknya masih mengoperasikan hotel yang berada di Blok 15 kawasan GBK tersebut. Alasannya, hingga kini eksekusi pengosongan Hotel Sultan dalam Hak Guna Bangunan (HGB) No.26 dan No.27 tidak pernah disebut dalam perintah pengadilan. 

"Tidak pernah ada perintah pengadilan untuk mengosongkan lahan eks HGB 26-27/Senayan. Sesuai prinsip due process of law, bila ada putusan pengadilan yang mau dieksekusi, maka pihak yang menang perkara meminta penetapan eksekusi dari pengadilan," kata Hamdan kepada Bisnis, Minggu (1/10/2023).

Dalam prosesnya, pengadilan kemudian akan memanggil pihak terkait untuk menjalankan putusan secara sukarela atau aanmaning. Namun, apabila pihak menolak untuk menjalankan aanmaning maka pengadilan akan melakukan eksekusi berdasarkan putusan yang ada. 

"Sejauh ini tidak ada panggilan anmaning dari pengadilan dan tidak ada penetapan eksekusi dari pengadilan. Penetapan eksekusi dari pengadilan juga dibuat berdasarkan adanya putusan pengadilan yang executable atau putusan condemnatoir, artinya ada diktum putusan yang memerintahkan PTI untuk mengosongkan lahan HGB 26/27," tambahnya.

Lebih lanjut, kata Hamdan, hingga kini faktanya tidak ada putusan pengadilan untuk mengosongkan Hotel Sultan. Terlebih, putusan pengadilan juga tidak membatalkan HGB No.26 dan No.27 tersebut. 

"Karena itu PT Indobuildco menempati tanah tanah tersebut hingga sekarang, didasarkan pada alas hak yang sah menurut hukum," imbuhnya.

Pertarungan sengit Pontjo Sutowo untuk mempertahankan Hotel Sultan miliknya dari pemerintah masih terus berlangsung. Di sisi lain, pemerintah masih memiliki kesabaran lebih untuk tidak segera mengambil alih aset tersebut.

Episode dari sengkarut pengelolaan aset negara di lahan eks Asian Games peninggalan Soekarno masih berlanjut ke babak selanjutnya hingga nanti akhirnya dimenangkan oleh Pontjo Sutowo dengan tetap berdiri tegaknya Hotel Sultan atau pemerintah yang berhasil mengambil kembali aset senilai Rp13,5 triliun itu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor: Muhammad Ridwan
Terkini