Bisnis.com, JAKARTA - Beragam tantangan masih mengganjal upaya peningkatan investasi hulu minyak dan gas bumi di dalam negeri.
Sejumlah upaya pun dilakukan oleh seluruh pemangku kepentingan agar bisa membersihkan rintangan pengembangan sektor yang hingga kini masih menjadi tulang punggung ketahanan energi nasional.
Perkembangan global, termasuk tren transisi energi dan ketegangan geopolitik yang terjadi di sejumlah kawasan membuat tantangan pengembangan hulu minyak dan gas bumi atau migas makin beragam.
Sejumlah solusi yang sesuai dengan zaman pun diperlukan agar bisa mengatasi problem yang kerap ‘menyandera’ investasi hulu migas nasional.
Tambal sulam regulasi teknis di tingkat kementerian yang dilakukan selama ini, dinilai masih belum cukup untuk mengakomodasi keperluan industri hulu migas untuk terus mengakselerasi performanya.
Direktur Eksekutif Refor Miner Institute Komaidi Notonegoro mengatakan bahwa masalah utama dalam iklim bisnis hulu migas masih berpusat pada payung hukum yang menjadi pemicu seretnya investasi yang masuk di sektor hulu migas.
Adapun, data dari SKK Migas menyebutkan, realisasi investasi hulu migas sepanjang semester I/2024 mencapai US$5,6 miliar dari target yang ditetapkan sepanjang tahun ini sebesar US$17,7 miliar.
“Problem di sektor hulu migas ini sama, hanya terulang di setiap waktu. Payung hukum tertinggi itu dalam pengelolaan hulu migas itu UU [Undang-Undang] Migas, itu sudah diamanatkan untuk direvisi sejak 2008, sekitar 16 tahun lalu, tetapi sampai hari ini belum selesai. Melampaui tiga periode pemerintahan,” katanya dalam Focus Group Discussion (FGD) Bisnis Indonesia: Memikat Investor Hulu Migas Demi Ketahanan Energi Nasional.
Padahal, jaminan hukum tersebut penting untuk mendorong investasi hulu migas yang selama ini terkendala lantaran perizinan yang melibatkan sekitar 17 kementerian dan lembaga atau sekitar 400 perizinan yang harus diselesaikan dari tingkat pusat dan daerah.
Menurutnya, investasi migas yang atraktif merupakan salah satu kunci untuk menyelesaikan problem makroekonomi nasional, khususnya terkait dengan fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).
Alasannya, komoditas energi sangat rentan memicu kenaikan harga pada konsumen lantaran sebagian besar produk nya masih impor, termasuk migas.
Dalam catatan Kementerian ESDM, neraca minyak bumi Indonesia sepanjang 2023 terjadi perbedaan yang signifikan antara produksi minyak dengan impor minyak nasional.
Adapun, produksi minyak Indonesia sebesar 221 juta barel dalam setahun, sedangkan impor sebanyak 297 juta barel yang terdiri atas 129 juta barel dalam bentuk minyak mentah dan 168 juta barel dalam bentuk BBM.
Besarnya impor minyak untuk konsumsi berbagai sektor tersebut kemudian menguras devisa negara sebanyak Rp396 triliun pada tahun lalu.
“Kalau investasi masuk, nilai tambah ekonominya juga masuk, juga multiplier-nya. Kalau cadangan ditemukan dan produksi naik sebetulnya balance of finance-nya kita juga menjadi bagus,” jelasnya.
Revisi UU Migas
Asisten Deputi Delimitasi Zona Maritim dan Kawasan Perbatasan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi SoraLokita pun menyadari pentingnya revisi UU Migas yang menjadi kebutuhan utama sebagai basis legal yang komprehensif dalam memperbaiki iklim usaha hulu migas.
Dia menerangkan bahwa dalam Rapat Koordinasi tingkat menterisempat tercuat usulan untuk mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) tentang Migas, karena proses revisi UU Migas di badan legislatif atau parlemen tak kunjung selesai.
“Meskipun ini belum sepakat, ini belum policy, tetapi sebagai sebuah opsi untuk bagaimana ke depan punya basis legal yang bisa lebih komprehensif, karena kalau dilihat ada beberapa masalah fiskal yang perlu disempurnakan, dan ternyata meyakinkan kolega di kementerian enggak mudah juga,” tuturnya.
Yang bisa dilakukan oleh kementeriannya saat ini adalah menangani 11 isu utama di sektor hulu migas melalui gugus tugas lintas kementerian untuk meningkatkan ketahanan energi dan meringankan tekanan fiskal negara.
“Ada 11 area yang sebetulnya menjadi permasalahan dan kendala selama ini di lapangan, dan dari 11 area itu sudah bisa diselesaikan, dicarikan solusinya, tidak lain berkat semangat kolaborasi untuk menyelesaikan masalah ini,” katanya.
Dia menjelaskan bahwa setidaknya ada 10 kementerian dan lembaga yang turun tangan dalam menyelesaikan sejumlah permasalahan.
Pada tahap eksplorasi, pemerintah melakukan percepatan persetujuan perizinan di sektor lingkungan hidup yang semula dapat memakan waktu hingga 18 bulan menjadi hanya 1 bulan.
Selain itu, pemerintah juga menyelaraskan perubahan izin lahan pertanian untuk kegiatan migas antara pemerintah pusat dan daerah.
Dalam hal ini juga termasuk menegakkan pencegahan penyerobotan lahan migas yang merupakan milik negara, dan penyelesaian negosiasi paket ganti rugi hutan antara pemerintah dan pengelola sumber daya hutan.
Pada tahap pengembangan hulu migas, jaringan infrastruktur distribusi migas terus dibangun untuk mengatasi ketidakseimbangan pasokan dan permintaan, serta sinkronisasi dukungan dan komitmen pemerintah daerah terhadap kegiatan migas.
Sementara itu, pada tahap produksi, upaya yang sedang dilakukan melalui reformasi sistem perpajakan migas menjadi proporsional dan mengecualikan fase eksploitasi dan optimalisasi pajak tidak langsung pada kegiatan hulu migas melalui revisi Peraturan Pemerintah (PP) No. 27/2017 dan PP No. 53/2017.
Memberikan Insentif Fiskal
Sementara itu, Direktur Pembinaan Usaha Hulu Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Ariana Soemanto optimistis masihada jalan tengah lain sembari menunggu revisi UU Migas disahkan.
“UU Migas memang saat ini berproses, tapi yang kami jaga, kami lakukan adalah memberikan apa yang bisa menarik investor, contoh kalau nanti kami beri fiscal term menarik, paling gampang adalah split yang kami beri lebih besar,” katanya.
Kementerian ESDM juga telah menyiapkan empat langkah strategis untuk menggencarkan stimulus guna meningkatkan daya tarik investasi hulu migas nasional.
Adapun, empat langkah strategis tersebut adalah eksplorasi potensi migas, penerapan teknologi optimalisasi produksi, reaktivasi sumuratau lapangan idle, dan kebijakan strategis baru.
Ariana menjelaskan bahwa upaya pertama berupa eksplorasi potensi migas akan difokuskan di wilayah timur Indonesia.
“Fokusnya di Indonesia bagian timur, kita punya lima area yang jadi fokus, yaitu di Buton, Timor, Selang, Aru, juga Papua,” ucapnya.
Dari fokus lima area tersebut, terdapat beberapa blok migas baru, kandidat blok baru, tiga joint study eksplorasi, dan dua blok yang tengah dipersiapkan untuk dilelang. Tahun ini, pemerintah juga telah melakukan lelang blok lelang tahap 1 dan enam blok lelang tahap 2 pada Oktober 2024.
Selain itu, Ari tetap menilai minat investor terhadap industri hulu migas nasional yang masih bergairah. Hal ini terlihat dari pengajuan eksplorasi migas di Indonesia yang saat ini sebanyak 17 area, termasuk eksplorasi dari BP dan ExxonMobil.
Dari sisi kebijakan, pemerintah juga memberikan stimulus kebijakan berupa bagi hasil kontraktor hingga 50%, lebih tinggi dibandingkan sebelumnya yang sebesar 15%—30%. “Kemudian kami berikan fleksibilitas kontrak migas. Bisa pilih mau skema cost recovery atau gross split [baru],” jelasnya.
Lebih lanjut, ESDM juga menawarkan tambahan waktu eksplorasi hingga 10 tahun, eksplorasi di luar wilayah bidang migas, lelang tanpa joint study, minimal signature bonus, investment credit, FTP shareable, dan lainnya.
Dari optimalisasi eksplorasi, Ari menyebut, terdapat sejumlah dampak yaitu hadirnya 21 blok migas baru dalam 3 tahun terakhir. Dari total blok migas tersebut, sebanyak 18 kontraktor mendapatkan bagi hasil hingga 40%—50%.
“Dulu cuma 15%—30%. Ini sekarang diberikan lebih bagus, 18 kontrak dari 21 kontrak dalam 3 tahun terakhir. Artinya, ini juga betul penyesuaian yang dilakukan oleh pemerintah untuk mencari investor,” tuturnya.
Upaya kedua yaitu optimalisasi produksi dilakukan melalui penerapan teknologi. Dia mencontohkan Blok Cepu melalui proyek Banyu Urip Infill Clastic milik ExxonMobil yang berencana memproduksi dari tujuh sumur. Saat ini, satu sumur telah memproduksi 13.000 barel per hari (bopd) dan 1 sumur sudah on.
Selanjutnya, penerapan enhanced oil recovery (EOR) di LapanganMinas (Blok Rokan) untuk tahap awal Area-A ditargetkan injeksi chemical tahun depan. Adapun, produksi skala penuh akan mulai pada 2030 dan akan dipercepat paling lambat 2029 sesuai arahan Menteri ESDM.
“Ketiga, kalau yang tadi itu kami lakukan terhadap lapangan atau blokyang sudah berproduksi. Kalau ini terhadap lapangan yang idle akandilakukan empat hal, aktivasi kembali KKKS [kontraktor kontrak kerja sama] existing, dikerjasamakan dengan mitra KSO,” paparnya.
Selain itu, optimalisasi produksi dari sumur idle juga dapat diusulkan jadi blok baru untuk dikelola KKKS baru dengan penunjukkan langsung tanpa lelang, serta pengembalian sumur idle ke pemerintah untuk dilelang.
“Yang terakhir, untuk memikirkan investasi, baru-baru ini kami sudah terbitkan Peraturan Menteri dan Keputusan Menteri terkait dengan kontrak migas skema gross split baru, yang memperbaiki skema gross split lama,” terangnya.
Pemerintah juga tengah memproses revisi Peraturan Pemerintah (PP) No. 27/2017 dan PP No. 53/2017 terkait dengan perpajakan kontrak migas skema cost recovery dan skema gross split. Di sisi lain, pihaknya juga menggodok insentif hulu migas via Kepmen ESDM No. 199/2021 untuk meningkatkan keekonomian dan productivity index (PI) atau IRR.
Upaya tersebut tentu masih harus terus dijaga implementasinya di lapangan agar investasi dan kegiatan industri hulu migas bisa berjalan sesuai dengan harapan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel