Mengintip Hasil Karya Anak dan Menantu Jokowi

Bisnis.com,08 Nov 2023, 19:41 WIB
Penulis: Muhammad Ridwan

"Beri aku 1.000 orang tua, niscaya akan kucabut Semeru dari akarnya. Beri aku 10 pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia". 

Kalimat legendaris dari Bapak Proklamator, Soekarno, menunjukkan betapa besarnya peran pemuda dalam membangun bangsa.

Para pemuda-pemudi di Tanah Air pada era kolonialisme mengambil peran besar dalam melahirkan negeri ini. Banyak peristiwa bersejarah dicetuskan dari para pemikir pemuda.

Pada 28 Oktober 1928, menjadi tonggak sejarah besar campur tangan pemuda dalam masa kemerdekaan. Para pemuda dari Perhimpunan Pelajar Pelajar Indonesia (PPPI) menggagas Kongres Pemuda.

Kongres itu bertujuan memperkuat rasa persatuan dan kebangsaan Indonesia yang telah tumbuh di dalam benak dan sanubari pemuda-pemudi. Di dalamnya, terdapat organ-organ muda dengan gagasan besar.

Ketua Kongres Pemuda saat itu, bahkan, dipimpin oleh pria berusia 23 tahun, Soegondo Djojopuspito. Ada Mohammad Yamin yang turut andil dalam Kongres Pemuda. Pada usia yang baru menginjak 25 tahun, telah mencetuskan ikrar Sumpah Pemuda, hingga kini masih dikenang dalam catatan sejarah.

Guratan sejarah lainnya, lagu Indonesia Raya yang dikumandangkan setiap acara formal maupun nonformal, dibuat oleh pemuda berumur 25 tahun, WR Supratman.

Pemuda juga mengambil andil besar dalam mendirikan Indonesia, saat masa transisi kemerdekaan. Sutan Sjahrir, menjadi Perdana Menteri pada usianya 36 tahun.

Jejak sejarah para pemuda pun ditorehkan hingga era reformasi. Mendorong rezim otoriter Orde Baru tumbang. Keringat, darah dan air mata menjadi saksi perjuangan pemuda dalam mewujudkan bangsa lepas dari belenggu kolonial hingga otoritarian. 

Kiprah pemuda dalam era reformasi berbeda. Mereka menempuh jalur politik praktis agar berkontribusi dalam pembangunan bangsa. Fenomena politikus muda tengah menjamur di dalam negeri. Mulai dari legislatif hingga eksekutif. 

Dari rakyat jelata hingga pejabat negara, terjun ke politik. Salah satunya adalah keluarga Presiden Joko Widodo (Jokowi). Anak dan menantunya, Gibran Rakabuming Raka dan Bobby Nasution memilih terjun ke politik.

Sebagai pemuda asal Solo, Gibran turut mengikuti garis politik yang dijalankan ayahnya. Di usianya yang 34 tahun, dia terpilih menjadi Wali Kota Solo.

Sementara itu, Bobby Nasution yang merupakan menantu dari Presiden Joko Widodo maju sebagai Wali Kota Medan saat berusia genap 30 tahun.

Lantas, seperti apa sepak terjang Gibran dan Bobby dalam menyejahterakan rakyatnya?

Rekam Jejak Gibran di Surakarta

Gibran Rakabuming Raka tergolong politisi yang relatif baru. PDIP dipilih sebagai kapal karier politiknya. Pada 2019, menjelang pemilihan kepala daerah (pilkada) di Surakarta, dia mulai mengarungi jalur politik.

Tak menunggu lama, Gibran memenangkan Pilkada 2020 itu bersama tandemannya, Teguh Prakosa. Teguh adalah mantan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Surakarta.

Gibran menang telak. Meraup suara 86,5%. Penantangnya adalah pasangan calon independen Bagyo Wahyono dan Suparjo Fransiskus Xaverius dengan perolehan suara 13,5%.

Gibran dilantik sebagai Wali Kota Surakarta pada Februari 2021. Kini dia digaet bakal calon presiden Prabowo Subianto untuk mendampinginya sebagai wakil di Pilpres 2024.

Kinerja sebagai Wali Kota Solo diklaim sukses besar, dan layak sebagai modal magang cawapres. Gibran selalu mendengung-dengungkan berhasil membawa kotanya mencapai pertumbuhan ekonomi 6,25%.

Mengacu pada data Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan ekonomi Kota Solo dalam 7 tahun terakhir fluktuatif. Pada 2016, rerata pertumbuhan ekonomi secara tahunan tercatat 5,35% (cumulative to cumulative/c-to-c). Angkanya konsisten meningkat, hingga pada 2019 tercatat sebesar 5,78%.

Namun pada 2020, pertumbuhannya anjlok besar hingga -1,76%. Turunnya angka pertumbuhan itu karena Covid-19 yang memaksa pembatasan aktivitas guna memutus rantai penularan virus.

Setahun kemudian, laju pertumbuhan ekonomi meningkat, sebesar 4,01%. Pada 2021 merupakan tahun perdana Gibran menjabat. Kemudian pada 2022, pertumbuhan ekonomi tahunan tembus 6,25%. Nilai ini menjadi yang tertinggi selama 7 tahun terakhir.

BPS juga mencatat pendapatan atau produk domestik regional bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku (ADHB) Kota Surakarta sebesar Rp55,96 triliun pada 2022. Sementara PDRB atas harga konstan (ADHK) sebesar Rp38,47 triliun pada tahun yang sama.

Namun, sejak masa pemerintahannya, jumlah penduduk miskin di Kota Solo tercatat meningkat menjadi 48.780 jiwa pada 2021. Naik dari 47.030 jiwa pada 2020.  Pada 2022 penduduk miskin berkurang menjadi 45.900 jiwa.

Pada catatan yang lain, Gibran belum mampu menekan angka inflasi di Kota Solo, sejak era pemerintahannya inflasi di Solo meningkat menjadi 2,58% pada 2021 dan melesat menjadi 7,03% pada 2022.

Di sisi lain, terdapat kucuran transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) yang merupakan dana perimbangan pemerintah pusat, dalam jumlah yang cukup besar.

Nilai TKDD Kota Solo melesat menjadi Rp1,13 triliun pada 2021, saat Gibran menjadi sebagai Wali Kota. Sebelumnya, TKDD ke Kota Solo hanya berjumlah Rp752,39 miliar.

Pemerintah pusat juga kembali mengucurkan transfer dana ke Kota Solo dengan nilai Rp1,18 triliun pada 2022.

Pada anggaran belanja daerah Kota Solo, pos belanja operasi masih mendominasi struktur APBD. Pemkot Solo mengalokasikan Rp1,63 triliun untuk belanja operasi pada 2021, dan belanja modal Rp411,78 miliar. Tahun lalu alokasi itu melonjak menjadi Rp1,84 triliun, dan Rp353,45 miliar  untuk belanja modal.

Peningkatan belanja itu mendoorng pertumbuhan PDRB pada 5 lapangan usaha dominan. Penyedia akomodasi makan dan minum menjadi yang paling dominan dengan pertumbuhan sebesar 43,62%. Hal ini sejalan dengan sejumlah event nasional dan internasional yang digelar di kota itu.

Hal itu berdampak pada pertumbuhan usaha jasa akomodasi di Kota Surakarta. Sampai dengan 2023 tercatat sebanyak 165 perusahaan/usaha jasa akomodasi yang tersebar di 5 kecamatan, jika dibandingkan dengan tahun 2022 jumlah jasa akomodasinya bertambah 6 yang terdiri dari 3 hotel bintang dan 3 hotel Melati.  

Apabila dibandingkan dengan kota sekelasnya, misal Kota Madiun, masih memiliki kinerja yang terbilang lebih baik dibandingkan dengan Kota Solo.

Data BPS menunjukkan, pertumbuhan ekonomi Kota Madiun tercatat secara konstan mengalami pertumbuhan pada 2021 menjadi 4,79% dan 5,52% pada 2022 dari sebelumnya terkontraksi -5,34% pada 2021.

Meski pertumbuhan ekonomi tidak sebesar Solo, jumlah penduduk miskin di Kota Madiun tercatat mengalami penurunan menjadi 8.490 jiwa dari tahun sebelumnya 9.060 jiwa dan 8.830 jiwa pada 2020.

Pemerintah Kota Madiun mampu menekan persentase penduduk miskin menjadi 4,76% pada 2022 dari sebelumnya 5,09% pada 2021 dan 4,98% pada 2020.

Tingkat inflasi di Kota Madiun pun relatif terjaga pada kisaran 2% sejak 2018 dengan realisasi 2,71%, 2,2%, 1,86% dan 2% pada 2021.

Dari situ, Kota Madiun mencatatkan gini rasio 0,39 pada 2022. Realisasi itu tercatat turun dibandingkan dengan pada 2021 dengan angka 0,34.

Padahal, Madiun tidak mendapatkan jumlah kucuran dana pusat yang besar. Pada tahun lalu saja, Kota Madiun hanya menerima TKDD Rp697,48 miliar.

Kiprah Bobby di Kota Medan

Kiprah politik suami dari Kahiyang Ayu, putri dari Jokowi dimulai pada usianya yang menginjak 30 tahun.

Bersama dengan PDIP, Bobby maju dalam kontestasi pemilihan Wali Kota Medan bersama dengan Aulia Rachman.

Debutnya di kancah politik telah berhasil mendulang 393.533 suara atau 53,3% dari total suara sah dalam Pilwalkot Medan. Pasangan itu telah mengalahkan lawannya Akhyar Nasution-Salman Alfarisi yang hanya mendapatkan 342.480 suara atau 46,5% dari total suara sah.

Bobby telah resmi menjabat sebagai Wali Kota Medan dimulai sejak Februari 2021.

Mengacu pada data BPS, laju pertumbuhan ekonomi Kota Medan berhasil dipacu selama masa pemerintahan. Pada tahun pertamanya, pertumbuhan ekonomi berhasil mencapai 2,62% setelah sebelumnya terkontraksi -1,98%.

Pertumbuhan ekonomi Kota Medan pun tercatat meningkat menjadi 4,71% pada 2022, tapi realisasi itu masih tercatat di bawah laju pertumbuhan ekonomi nasional.

Dalam kenyataannya, data BPS menunjukkan, masa pemerintahan Bobby sebagai Wali Kota Medan masih belum bisa menekan jumlah penduduk miskin di kotanya.

Jumlah penduduk miskin tercatat meningkat sejak masa pemerintahannya. Pada 2020, jumlah penduduk miskin tercatat 183.540 jiwa, dan menjadi 193.030 jiwa pada 2021, dan 187.740 jiwa pada 2022.

Peningkatan jumlah penduduk miskin seiring sejalan dengan persentase penduduk miskin di Kota Medan yang juga meningkat menjadi 8,34% pada 2021 dan 8,07% pada 2022. Padahal, persentase penduduk miskin pada 2020 berada pada 8,01%.

Catatan lain pada pemerintahannya adalah terkait dengan tingkat inflasi yang meningkat menjadi 6,1% pada 2022, melesat dari realisasi pada 2021 sebesar 1,7%, dan 1,76% pada 2020.

Pemerintah pusat menaruh perhatian cukup besar dengan Kota Medan. Hal itu tecermin dengan kucuran TKDD yang secara konstan dalam jumlah besar. Sejak 2020, pemerintah mengucurkan sekitar Rp2 triliun untuk Kota Medan.

Sementara itu, Pemkot Medan mengalokasikan Rp5,27 triliun 68,9% dari total APBD untuk belanja operasi, sedangkan Rp2,32 triliun atau 30,3% untuk belanja modal pada 2021.

Pada tahun ini, mandatori penggunaan APBD sebagian besar digunakan untuk sektor infrastruktur Rp979,61 miliar, kesehatan Rp1,19 miliar, dan pendidikan senilai Rp965 miliar.

Pada tahun selanjutnya, Pemkot Medan kembali mengalokasikan sebagian besar APBD untuk belanja operasi dengan total Rp5,27 triliun dan Rp2,32 triliun untuk belanja modal.

Pada periode ini, sektor utama yang menjadi prioritas utama pemerintah masih belum berubah yakni infrastruktur daerah masih mendapatkan alokasi Rp1 triliun, sektor kesehatan Rp1 triliun, dan sektor pendidikan Rp1 triliun.

Kendati demikian, gini rasio Kota Medan masih berada pada level 0,4 pada 2021, di atas rerata nasional 0,388, meski sedikit turun menjadi 0,39 pada 2022.

Privilege dari Pusat

Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal menuturkan transfer dana pusat ke daerah sudah seharusnya sejalan dengan pertumbuhan ekonomi di daerah yang mendapatkan alokasik tersebut.

Dia menuturkan, setidaknya ada 4 faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi baik di daerah maupun secara nasional yang di antaranya adalah konsumsi rumah tangga, investasi, serta transfer dana pusat ke daerah.

Menurutnya, dengan adanya transfer anggaran pusat ke daerah, maka seharusnya akan terjadi peningkatan belanja pemerintah daerah yang akhirnya dapat menumbuhkan kegiatan ekonomi.

"Secara tidak langsung melalui memicu investasi dan belanja rumah tangga, mestinya kalau transfer ke daerah meningkat ada korelasi pertumbuhan ekonomi jika ditransmisikan ke belnaja daerah yang lebih baik," ujarnya kepada Bisnis, Senin (6/11/2023).

Namun, Faisal menuturkan, faktor keberhasilan pemerintah daerah tidak hanya mengacu pada pertumbuhan ekonomi. 

Dia mengatakan indikator keberhasilan pemerintah daerah lainnya juga harus mengacu pada capaian-capaian lain seperti tingkat kemiskinan, inflasi di daerah, dan pembukaan lapangan kerja baru.

"Jika ada daerah yang kemiskinannya justru mengalami peningkatan dan terlebih peningkatan itu terjadi pada daeraeh peningkatan menjadi tanda tanya besar karena bansos pada umumnya dibagikan ke daerah perkotaan," ungkapnya.

Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah mengatakan kucuran dana pemerintah pusat kepada pemerintah daerah relatif sering terjadi pascapembentukan otonomi daerah.

Menurutnya, dengan adanya pemekaran wilayah, pemerintah daerah cenderung tidak memiliki anggaran yang cukup untuk membangun wilayahnya sendiri, sehingga diperlukan bantuan dari pemerintah pusat.

"Setelah dimekarkan dalam pembangunannya lambat karena PAD-nya kecil dan birokorasinya sangat tergantung dari DAU dan DAK, terjadi di wilayah Indonesia timur dan barat ada juga beberapa kategori otonomi baru," katanya kepada Bisnis, Senin (6/11/2023).

Namun, dia menuturkan, sokongan dana pemerintah yang cukup besar terhadap daerah tertentu perlu dilakukan sesuai dengan regulasi dan proporsionalitasnya.

Pasalnya, dalam pelaksanaannya sejauh ini, dana-dana pemerintah pusat yang dikucurkan ke daerah, acap kali tidak memberikan dampak berlanjut terhadap geliat ekonomi sekitar.

"Itu kan sama seperti mempertanyakan dana desa, dana desa satu tahun mendapat hingga Rp2 miliar, tapi jarang sampai ke desan, tapi yang terjadi apakah yang sama dengan seperti itu, DAU dan DAK tidak dinikmati oleh masyarakat?" imbuhnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor: Muhammad Ridwan
Terkini