Mengintip Ketimpangan Sosial di 'Lumbung Emas'

Bisnis.com,02 Mei 2023, 20:40 WIB
Penulis: Annisa Sulistyo Rini

Sejarah pertambangan di Indonesia sudah dimulai sejak zaman sebelum penjajahan Belanda. Bahkan, jejak tambang emas sudah ada pada abad 4 masehi. Saat kerajaan pertama berdiri di Tanah Air , yaitu Kerajaan Kutai.

Walaupun kegiatan menambang di Tanah Air sudah berlangsung lama, hingga kini cadangan mineral yang dimiliki belum habis. Ini menandakan Indonesia memiliki harta karun berlimpah, berupa sumber daya alam mineral yang tersebar di berbagai wilayah.

Hampir seluruh pulau besar Indonesia memiliki kandungan mineral yang terkubur di tanahnya. Pulau Kalimantan misalnya, terkenal dengan cadangan batu bara, sedangkan Tanah Papua dikenal dengan tambang emas.

Tidak hanya itu, seiring dengan perkembangan industri kendaraan listrik yang membutuhkan nikel sebagai bahan baterainya, Indonesia pun menjadi primadona. 

Berdasarkan laporan Badan Survei Geologi Amerika Serikat pada 2022, Indonesia merupakan penghasil nikel terbesar di dunia dengan produksi sebesar 1,6 juta ton.

Jumlah itu mengenggam porsi sebesar 48,48 persen dari total produksi nikel dunia yang mencapai 3,3 juta ton. Pemerintah juga memiliki program pembangunan kawasan industri di luar jawa.

Beberapa di antaranya adalah daerah penghasil nikel, antara lain Morowali, Sulawesi Tengah dan Halmahera Tengah, Maluku Utara. Kedua provinsi ini sempat dibanggakan pertumbuhan ekonominya oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada akhir tahun lalu.

Menurut Presiden, pertumbuhan perekonomian tersebut karena infrastruktur yang telah dibangun pemerintah di luar Jawa. Bahkan, dia mengaku dapat laporan yang menyebutkan investasi di luar Jawa kini sudah lebih besar dari pulau Jawa. 

"Dulu biasanya angkanya [investasi] 70:30. Jawa 70, luar Jawa 30. Sekarang, luar Jawa sudah 53 persen. Ini lah menurut saya keberhasilan membangun infrastruktur, yang diikuti menumbuhkan titik-titik ekonomi baru," jelasnya.

Berikut kondisi beberapa daerah pusat pertambangan di Indonesia, berdasarkan pertumbuhan ekonomi, persentase penduduk miskin, dan gini ratio, yang dihimpun Bisnis:

Tambang di Kalimantan Timur

Alat berat memindahkan batu bara ke dump truck di tambang batubara yang dioperasikan oleh PT Khotai Makmur Insan Abadi di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Rabu (13/10/2021). Bloomberg/Dimas Ardian

Sektor pertambangan batu bara di Kaltim merupakan yang terbesar di level nasional. Berdasarkan data Kementerian ESDM, kontribusi sumber daya batu bara Kaltim mencapai 40,10 persen terhadap total sumber daya batu bara sebesar 92 miliar ton.

Cadangan batu bara di Benua Etam ini mencapai 42,40 persen dari total cadangan nasional sebesar 25,8 miliar ton. Tak heran batu bara menjadi tumpuan pertumbuhan ekonomi Provinsi Kaltim.

Penelitian yang dilakukan Bank Indonesia menunjukkan hasil bahwa terdapat korelasi sebesar 86 persen antara harga batu bara acuan (HBA) terhadap PDRB Kaltim sepanjang satu dekade terakhir.

Selanjutnya, produksi dan ekspor batu bara dari Kaltim telah mendominasi pasar dalam kurun waktu 10 tahun. Di sisi lain, persentase kontribusi sektor tambang terhadap perekonomian Kaltim merupakan yang terbesar dalam rentang 2010-2021 dengan kisaran 40-50 persen terhadap total agregat ekonomi Kaltim dan lebih besar dibandingkan 16 lapangan usaha lainnya.

Walaupun kontribusi terhadap ekonomi daerah sangat signifikan, penyerapan tenaga kerja di sektor tambang batu bara masih di bawah sektor lain. Data BPS mengenai penduduk berumur 15 tahun ke atas (laki-laki & perempuan) yang bekerja menurut lapangan pekerjaan utama 2019-2021, jumlah tenaga kerja di sektor pertambangan dan penggalian tercatat sebesar 7,10 persen per Agustus 2021.

Sementara, sektor perdagangan besar dan eceran, reparasi dan perawatan mobil dan sepeda motor mencatatkan serapan paling tinggi sebesar 21,99 persen, disusul sektor pertanian, kehutanan, & perikanan sebesar 20,84 persen. 

Dari sisi persentase penduduk miskin pada periode 2011 hingga 2022 di Kaltim cenderung stagnan, yaitu berkisar di angka 6 persen. Akan tetapi, angka ini lebih rendah dibandingkan dengan nasional yang berada di level 9 hingga 10 persen. Begitu juga dengan gini ratio yang stabil di kisaran level 0,3 dan berada di bawah gini ratio nasional dengan rerata 0.40 selama periode 2011 hingga 2022. Namun, karena sebagai penghasil tambang terbesar di Indonesia, kesenjangan kemiskinan di Kaltim masih cukup lebar.

Pemprov Kaltim menyebutkan tambang batu bara masih diandalkan dalam menopang perekonomian pada 2023. Wakil Gubernur Kaltim Hadi Mulyadi menyatakan dalam skala lokal pemerintah daerah mengutamakan ketahanan pangan dalam menghadapi ancaman resesi global tahun depan. 

“Untuk ketahanan energi kita masih cukup. Ketahanan pangan kita [akan] bangun sentra-sentra produksi pangan semaksimal mungkin, kita harus berkoordinasi dengan daerah lain dan sebagainya,” ujarnya kepada awak media, Rabu (9/11/2022). 

Gesekan Sosial di Morowali

Tsingshan Holding Group, Ruipu Technology Group Co., Ltd., PT Indonesia Morowali Industrial Park bekerja sama mendirikan PT Indonesia Ruipu Nickel and Chrome Alloy di Kabupaten Morowali Provinsi Sulawesi Tengah Indonesia. /imip

Di wilayah Morowali, Sulawesi Tengah, terdapat kawasan industri nikel terintegrasi, yaitu Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP). 

Kawasan ini mulai dikembangkan sejak era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), yang merupakan hasil kerja sama antara perusahaan Indonesia Bintang Delapan Group dengan perusahaan asal China Tsingshan Steel Group. 

Penandatanganan kerja sama kedua perusahaan itu bahkan disaksikan secara langsung oleh Presiden SBY dan Presiden China Xi Jinping di Jakarta, 3 Oktober 2013.

Selain Tsingshan, perusahaan lain yang berada di IMIP antara lain Nickel Mines Limited, Huayou Cobalt Co., Ltd, dan GEM Co. Ltd.

Jika menelisik data Badan Pusat Statistik (BPS), produk domestik regional bruto (PDRB) Kabupaten Morowali terlihat ada peningkatan signifikan sepanjang 2014 hingga 2019. 

Pada 2014 atau setahun setelah IMIP beroperasi, PDRB berdasarkan harga berlaku Kabupaten Morowali tercatat senilai Rp7,55 triliun dan terus meningkat hingga lebih dari 3 kali lipat menjadi Rp24,33 triliun 5 tahun berikutnya.

Di Sulteng, nilai PDRB Morowali berada di peringkat 3, setelah Kabupaten Banggai dan Kota Palu.

Seiring dengan kenaikan PDRB, rasio gini atau indeks pemerataan dan ketimpangan di Kabupaten Morowali juga dalam tren perbaikan. Secara tahunan, ratio gini di Kabupaten Morowali berada di atas Sulteng.

Jika dibandingkan dengan nasional, Morowali mencatatkan gini ratio yang lebih rendah sejak 2014 hingga 2022. 

Saat berkunjung ke Morowali pada 2017, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, yang saat itu menjabat sebagai Menteri Perindustrian, Airlangga Hartarto menyebut pengembangan Kawasan Industri Morowali membawa efek luas bagi pertumbuhan ekonomi, baik daerah maupun nasional.  

Salah satunya adalah peningkatan pertumbuhan produk domestik regional bruto (PDRB) Kabupaten Morowali rata-rata mencapai 29 persen selama 2010-2016. Pada 2014, PDRB Morowali tercatat senilai Rp7,5 triliun dan meningkat menjadi Rp14,6 triliun pada 2016.

PT Vale Indonesia Tbk. (INCO) diketahui juga sedang dalam proses pembangunan pertambangan dan pengolahan nikel rendah karbon terintegrasi dengan PT Bahodapi Nickel Smelting Indonesia (BNSI) berkapasitas produksi 73.000 ton per tahun. Investasi untuk proyek ini mencapai Rp37,5 triliun dan ditargetkan rampung pada 2025.

Pemerintah memperkirakan bahwa proyek smelter di Morowali itu akan menyerap sekitar 12.000—15.000 tenaga kerja saat masa konstruksi dan sekitar 3.000 tenaga kerja saat operasional. 

Penyerapan tenaga kerja akan memberikan efek pengganda (multiplier effect) bagi masyarakat terkait pengembangan ekosistem di Morowali. Namun, manfaat itu akan lebih maksimal jika serapan tenaga kerja berasal dari masyarakat lokal.

Namun, sejalan dengan perkembangan investasi pengolahan yang banyak berasal dari China, masalah tenaga kerja asing sempat mencuat di kawasan tambang nikel Morowali. 

Teranyar, terjadi bentrokan antar pekerja terjadi di PT Gunbuster Nickel Industry (GNI) di Morowali Utara, Sulawesi Tengah yang menewaskan dua orang. Korban terdiri dari seorang tenaga kerja lokal dan satu orang TKA.

Dalam catatan Bisnis, isu TKA, terutama yang berasal dari China, kerap mencuat di Morowali. Tercatat isu banjir TKA sudah ada sejak 2015. 

Pemerintah pun memberikan pernyataan terkait isu TKA tersebut. Kemenaker, melalui Wamenaker Afriansyah Noor, pada Oktober 2022 lalu mengungkapkan walau tidak sebesar jumlah yang dirumorkan, TKA asal China memang mendominasi dari total keseluruhan ekspatriat di Indonesia, dan terbanyak berada di Morowali.

Ketimbangan di Bumi Papua

Aktivitas di tambang Freeport, Papua./Bloomberg-Dadang Tri

Di Tanah Papua, PT Freeport Indonesia (PTFI) telah beroperasi sejak 1967. Freeport menjadi perusahaan tambang emas paling dikenal di Indonesia, selain BUMN PT Aneka Tambang Tbk. (Antam).

Freeport melakukan eksplorasi, menambang, dan memproses bijih emas di daerah dataran tinggi di Kabupaten Mimika, Papua, Indonesia.

Sepanjang 1992 hingga 2021, PTFI memberikan setoran ke negara senilai US$23,1 miliar atau setara Rp315,81 triliun berupa penerimaan pajak, royalti, dividen, dan pembayaran lainnya. 

Sementara, kontribusi ke masyarakat lokal disebutkan mencapai US$2 miliar atau setara Rp30 triliun dalam periode yang sama.

Presiden Direktur PTFI Tony Wenas mengatakan kontribusi itu akan tetap berlanjut dengan hitung hitungan US$100 juta atau Rp1,51 triliun setiap tahunnya hingga izin usaha pertambangan khusus (IUPK) berakhir pada 2041 mendatang. 

“Kontribusi untuk masyarakat lokal itu dalam bentuk kesehatan, pendidikan, ekonomi kerakyatan, infrastruktur dan sebagainya ini kontribusi riil ya,” kata Tony selepas acara Orasi Ilmiah PTFI di Universitas Indonesia, Depok, Rabu (5/10/2022).

Kontribusi PTFI terhadap perekonomian Papua memang signifikan. Hal ini terlihat dari pertumbuhan ekonomi Papua yang terkontraksi -15,74 persen pada 2019 karena penurunan produksi tambang Freeport.

Penurunan produksi tersebut disebabkan oleh transisi tambang tembaga Grasberg ke sistem penambangan bawah tanah.

LPEM-UI juga menyampaikan operasi PTFI pada 2018 berdampak 67,7 persen dari PDRB Kabupaten Mimika. Untuk PDRB Papua, kontribusi sebesar 34 persen.

Jika dilihat dari persentase penduduk miskin di Kabupaten Mimika cenderung lebih rendah dibandingkan dengan kabupaten lainnya di Papua, yaitu di angka 14,17 persen pada 2021. Sebagian besar kabupaten di Papua memiliki persentase penduduk miskin sebesar 20 hingga 40 persen. Namun, angka tersebut jauh di bawah rata-rata nasional.

Akibatnya rasio ketimpangan di Papua masih lebih tinggi dibandingkan dengan nasional, meskipun dikenal sebagai tanah yang kaya dengan emas dan tembaga.

Sejak 2011 hingga 2022, angka gini ratio di Papua dalam tren tinggi. Hanya pada 2012, 2016, dan 2018, gini ratio Papua berada di bawah level nasional. Hal ini menandakan ketimpangan di Papua masih perlu perhatian.

Kendati demikian, pada tahun lalu pembagian jatah saham Freeport ke pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten sempat menjadi masalah. Seperti diketahui, Indonesia resmi mengenggam 51,23 persen saham Freeport pada 2018.

PT Inalum menguasai 26,23 persen secara langsung, sedangkan 25 persen lainnya dimiliki oleh PT Indonesia Papua Metal dan Mineral (IPMM). Perusahaan ini hasil patungan dari Inalum dan BUMD milik Pemkab Mimika dan Pemprov Papua. 

Bupati Mimika Eltinus Omaleng sempat menyatakan Pemkab Mimika belum medapatkan manfaat dari divestasi saham Freeport.

“Papua memang sudah mendapat jatah 10 persen saham Freeport yang akan dibagi ke pemerintah provinsi 3 persen dan pemerintah kabupaten 7 persen. Namun, sampai sekarang pemerintah kabupaten belum mendapat saham yang sudah disepakati itu,” kata Bupati Mimika Eltinus Omaleng melalui siaran pers, Selasa (26/4/2022).

Dia menegaskan Kabupaten Mimika semestinya segera mendapatkan untung karena terdampak langsung dari operasi tambang Freeport, mulai dari tailing dan lingkungan hidup.

“Masyarakat harus sejahtera dari hasil tambang, karena di mana-mana di seluruh dunia, masyarakat sekitar lingkar tambang harus sejahtera. Tambang harus berguna untuk mengatasi kemiskinan, mengurangi buta huruf dan membangun fasilitas kesehatan bagi rakyat Mimika,” tuturnya.

Dari Emas hingga Nikel di Maluku Utara

Pabrik bahan baku baterai mobil listrik yang dibangun oleh Harita Nickel di Kawasi, Obi, Halmahera Selatan sudah memasuki tahap konstruksi akhir. Istimewa/Harita Nickel 

Selain Papua, Halmahera termasuk dalam daftar penghasil emas terbesar di Indonesia, tepatnya di Halmahera Utara, Maluku Utara. 

Di daerah tersebut, terdapat salah satu perusahaan penambang emas besar, yaitu PT Nusa Halmahera Minerals (NHM). Perusahaan ini dibentuk pada 1994 hasil kolaborasi perusahaan tambang Australia Newcrest Mining Ltd. dan perusahaan Indonesia PT Aneka Tambang Tbk. (Antam).

Berdasarkan Kontrak Karya dengan Pemerintah Indonesia yang ditandatangani pada 28 April 1997. NHM mengoperasikan Tambang Emas Gosowong, Halmahera Utara.  

NHM secara mayoritas atau sebanyak 75 persen sahamnya dimiliki oleh PT Indotan Halmahera Bangkit dan 25 persen sisanya dimiliki oleh Antam. NHM saat ini berdasarkan Kontrak Karya mengelola wilayah kerja seluas 29.622 hektar.

Dari data BPS, jika melihat persentase penduduk miskin, Halmahera Utara lebih rendah dibandingkan dengan wilayah Halmahera lainnya, yaitu sebesar 4,55 persen pada 2019 dan 4,45 persen pada 2020. Sementara, persentase penduduk miskin di Maluku Utara tercatat sebesar 6,77 persen pada 2019 dan 6,78 persen pada 2020. 

Dari data BPS, gini ratio di Halmahera Utara berada di bawah level nasional dari 2011 hingga 2022, dengan angka tertinggi sebesar 0,34 pada 2012 dan 0,33 pada 2018. Ini menandakan kategori ketimpangan Halmahera Utara berada di level rendah dan moderat.

Walaupun terdapat tambang emas yang cukup besar, nilai produk domestik regional bruto di Provinsi Malut, wilayah Halmahera Utara berada di posisi keempat pada 2021, di bawah Ternate, Halmahera Selatan, dan Halmahera Tengah.

Pada tahun lalu, PDRB Halmahera Utara atas dasar harga konstan 2010 tercatat senilai Rp3,87 triliun. Sementara, Ternate senilai Rp7,40 triliun, Halmahera Selatan Rp6,53 triliun, dan Halmahera Tengah Rp5,23 triliun.

Yang menarik, PDRB Halmahera Tengah naik signifikan dari Rp1,99 triliun pada 2020 menjadi Rp5,26 triliun setahun setelahnya. Di wilayah ini terdapat kawasan industri nikel terintegrasi Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP), yang berdiri pada 2018.

Sementara, di Halmahera Selatan terdapat tambang nikel milik Harita Nickel.  Perseroan dan anak usahanya memiliki dan mengoperasikan dua proyek pertambangan nikel laterit aktif. 

Pertama, seluas 4.247 hektar di Kawasi yang dioperasikan oleh NCKL dan kedua, 1.277 hektar di Loji yang dioperasikan oleh entitas anak, PT Gane Permai Sentosa.  Keduanya terletak di Pulau Obi, Provinsi Maluku Utara. Dengan demikian, total luas kawasan pertambangan Perseroan sekitar 5.524 hektare.

Gini ratio Halmahera Selatan dan Halmahera Tengah tidak jauh berbeda dengan Halmahera Utara dengan tren di bawah 0,3 sepanjang 2011 hingga 2021. Indeks ketimpangan di kedua daerah tersebut berada pada level rendah dan moderat.

Dengan tambang emas dan nikel yang ada, Maluku Utara menjadi salah satu provinsi yang memiliki pertumbuhan ekonomi tertinggi di Indonesia untuk periode kuartal IV/2021 berdasarkan laporan Bank Indonesia, bersama dengan provinsi pusat tambang lainnya, Papua dan Sulawesi Tengah.

Indeks ketimpangan di Maluku Utara cenderung lebih rendah dibandingkan dengan tiga provinsi lain yang telah dibahas sebelumnya, yaitu sebesar 0.279 pada 2022.

Presiden Jokowi pernah membanggakan pertumbuhan ekonomi Maluku Utara. Dia menyebut pertumbuhan provinsi ini merupakan yang tertinggi di dunia. 

Jokowi mengungkapkan informasi tersebut saat membahas soal hilirisasi nikel di acara Pertemuan Tahunan Bank Indonesia, Rabu (30/11/2022). Menurutnya, hilirasi merupakan kunci bagi daerah untuk berkembang. 

"Saya beri contoh Maluku Utara, hati-hati jangan main-main karena pertumbuhan ekonomi di Maluku Utara itu 27 persen. Tinggi sekali paling tinggi di dunia. Enggak percaya? Cek mana ada provinsi ekonominya tumbuh 27 persen?" ujar Jokowi. 

Dia menilai pertumbuhan ekonomi yang melesat di Maluku Utara karena efek dari hilirisasi smelter. Meski demikian, Jokowi mengingatkan agar pemerintah daerah tetap hati-hati, jangan sampai kondisi yang sudah sangat bagus berubah menjadi tidak baik.

Akar Ketimpangan di Daerah Tambang

Melihat adanya ketimpangan dalam pemerataan ekonomi di beberapa daerah penghasil sumber daya alam di Indonesia,seperti Papua, Ekonom dan Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan hal ini disebabkan oleh berbagai faktor yang cukup kompleks.

Pertama, masalah pembagian dana bagi hasil (DBH) oleh pemerintah daerah. Bhima menyebutkan royalti dan pajak-pajak pertambangan selama ini disetorkan ke pemerintah pusat dan kemudian dikembalikan lagi ke daerah.

"Ketika dikembalikan lagi ke daerah, habis untuk belanja konsumtif, misalnya belanja barang dan belanja pegawai, yang tidak ada kaitannya langsung dengan serapan tenaga kerja di sektor sekitar tambang," jelasnya saat dihubungi.

Menurutnya, terkait dengan dana bagi hasil ini formulasinya perlu dievaluasi lagi agar keuntungan dari sektor tambang dapat dioptimalkan untuk memberikan nilai tambah di daerah penghasil tambang.

Kedua, pemerintah juga mesti tegas dalam kebijakan terkait dengan hilirisasi industri bahan tambang. Pasalnya, jika ekspor hanya berupa barang hasil tambang, nilai tambah tidak berada di daerah penghasil dan justru dinikmati oleh negara tujuan ekspor yang memiliki industri hilirisasi barang tambang.

Padahal, sektor hilir menyerap tenaga kerja yang jauh lebih banyak ketimbang pertambangan. "Ini yang menjadi pentingnya hilirisasi karena selama nilai tambah tidak berada di daerah penghasil SDA, manfaat ekonomi tidak dirasakan secara maksimal."

Ketiga yaitu masalah klasik kualitas sumber daya manusia (SDM). Untuk bisa mengembangkan industri hilirisasi barang hasil tambang di dalam negeri, kualitas SDM perlu ditingkatkan agar memenuhi kebutuhan. Bhima menyatakan sektor tambang juga membutuhkan tenaga kerja semi high skill dan high skill.

Jika tenaga kerja di daerah tambang tidak mampu memenuhi, pastinya perusahaan akan mengambil tenaga kerja dari laur pulau, seperti dari Jawa, bahkan tenaga kerja asing. Ditambah lagi, kemiskinan di daerah sekitar tambang sifatnya struktural.

Masyarakat miskin dipastikan sulit untuk bisa memenuhi kualifikasi bekerja di tambang. "Ini jadi pemicu ketimpangan, selama pendapatan tidak sebanding, maka daya beli tidak akan naik," jelasnya.

Dia pun berpesan agar pemerintah memberantas korupsi yang masif di daerah sehingga dana bagi hasil dapat lebih bermanfaat untuk masyarakat di sekitar tambang serta meningkatkan kualitas SDM untuk bisa mengejar ketertinggalan.
 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor: Others
Terkini