Industri otomotif Indonesia telah lama dikuasai oleh pabrikan asal Jepang. Namun, kini para pabrikan China juga mulai menunjukan taringnya di kancah industri otomotif Tanah Air.
Setidaknya, ada dua konglomerat besar di balik persaingan merek China vs Jepang, yakni Grup Astra International (ASII), yang didirikan William Soeryadjaya (almarhum), dan Indomobil Group (IMAS) milik keluarga Sudono Salim (almarhum).
Sebagaimana diketahui, merek-merek Jepang di bawah naungan Grup Astra hingga kini masih merajai pasar otomotif Indonesia, seperti Toyota, Daihatsu, Isuzu, Lexus dan UD Trucks.
Namun, kini Grup Indomobil juga memboyong beberapa jenama mobil asal Negeri Tirai Bambu, China yang memberikan warna baru bagi peta persaingan industri otomotif di Tanah Air. Di antaranya yakni Maxus, AION dan Great Wall Motors (GWM).
Berdasarkan catatan Bisnis, William Soeryadjaya atau yang akrab disapa Om Willem, merupakan pendiri Astra International (ASII). Sementara itu, Sudono Salim adalah pendiri Grup Salim. Keduanya, merajai perekonomian Indonesia melalui bisnisnya masing-masing sejak era 1950-an.
Kendati sama-sama memiliki keturunan dari daratan China, terdapat persaingan tersendiri antara Om Willem dan Salim terutama di sektor otomotif.
Dalam hal ini, Om Willem bersama adiknya Kian Tie melalui Astra menjadi agen tunggal pemegang merek motor Honda, mobil Toyota dan truk buatan General Motors.
Sementara itu, Salim, menjadi agen tunggal dari beberapa merek mobil seperti Land Rover, Mazda dan truk Hino sejak mengakuisisi keagenan Hasyim Ning pada 1980. Bisnis Salim di otomotif pun membesar setelah mengakuisisi Indomobil dari Atang Latief.
Grup Astra Memimpin Pasar
Menilik sejarahnya, William Soeryadjaya mendirikan Astra International pada 1957 silam, sebelum akhirnya melepas saham ASII untuk menyelamatkan Bank Summa dari likuidasi sekitar tahun 1992. Kini, pengendali ASII yakni Jardine Cycle yang menggenggam 20,28 miliar saham atau setara 50,11%.
Pada 1966 perusahaan William sampai turut menjadi importir aspal ke perusahaan Jepang, Marubeni dan impor truk-truk dari Amerika Serikat seperti dari General Motors dan Chevrolet. Hal ini menjadi cikal bakal Astra terjun ke industri otomotif.
Namun, tak bertahan lama Astra tak bisa lagi mengimpor truk. Lantas agar perusahaannya tetap berjalan, William mengalihkan perusahaannya ke Jepang. Lewat rekanannya di Gaya Motor, dia membantu mengirimkan truk-truk Toyota agar bisa masuk ke Indonesia.
William disebut menjadi pembawa mobil Jepang dengan karakter Indonesia yang masih banyak digunakan hingga saat ini, yaitu Toyota Kijang.
Mulai 1970, Astra mulai menjadi distributor berbagai produk otomotif asal Jepang, mulai dari truk, mobil, sampai sepeda motor. Tak hanya itu, barang-barang seperti alat kantor seperti dari Fuji Xerox juga masuk ke Indonesia lewat Astra.
Pada 1971, Astra mendirikan PT Federal Motor (kini PT Astra Honda Motor) untuk menjadi pabrik perakitan sepeda motor Honda di Indonesia.
Selain itu, Astra juga ditunjuk sebagai distributor Toyota, hingga Astra dipercaya mendirikan perusahaan ventura bersama dengan Toyota Motor Corporation di Jepang, yaitu perusahaan PT Toyota-Astra Motor (TAM)
Di bawah tangan dingin William, Astra juga menjajal bisnis perdagangan dan penyewaan alat berat sampai kemudian mendirikan perusahaan PT United Tractors (UNTR) pada 1972.
Atas kepiawaiannya berdagang otomotif di Indonesia, Astra juga dijadikan agen tunggal dan jalur masuknya produk-produk Daihatsu pada 1973, hingga mendirikan PT Daihatsu Indonesia pada 1978, yang kini telah menjadi PT Astra Daihatsu Motor.
Kemudian, pada 1977, Astra Internasional bersama Toyota Motor Corp membangun mobil dengan karakter khas Indonesia.
Perusahaan milik William itu kemudian didaftarkan ke Bursa Efek Indonesia dan menjadi perusahaan terbuka pada 1990, meskipun tak bertahan lama, seluruh saham milik keluarga Soeryadjaya harus dilepaskan untuk mengatasi masalah krisis yang dialami oleh bisnis keuangan milik anak William, Edward Soeryadjaya, Bank Summa.
Kini, merek-merek otomotif di bawah naungan Grup Astra masih merajai penjualan mobil nasional sepanjang 2024 lalu.
Misalnya, penjualan Toyota dan Lexus tercatat sebanyak 291.566 unit, disusul Daihatsu 163.032 unit, Isuzu 26.379 unit dan UD Trucks 1.960 unit pada 2024.
Berdasarkan kinerja keuangan terakhir ASII pada kuartal III/2024, pendapatan di segmen otomotif sebesar Rp99,52 triliun, atau menyumbang 40,4% dari total keseluruhan pendapatan perseroan sebesar Rp246,32 triliun.
Sementara itu, laba bersih yang diatribusikan kepada entitas pemilik sebesar Rp25,85 triliun per kuartal III/2024, naik tipis 0,63% secara tahunan (year on year/yoy) dibandingkan laba bersih periode yang sama tahun sebelumnya Rp25,69 triliun.
Indomobil Mulai Getol Akuisisi Merek China
Menilik sejarah singkatnya, PT lndomobil Sukses lnternasional Tbk. (IMAS) didirikan pada 1976 dengan nama PT lndomobil Investment Corporation, lalu pada 1997 dilakukan penggabungan usaha (merger) dengan PT lndomulti Inti lndustri Tbk. dan berubah namanya menjadi PT lndomobil Sukses lnternasional Tbk.
Bidang usaha utama perseroan dan anak perusahaan antara lain meliputi pemegang lisensi merek, distributor penjualan kendaraan, layanan purna jual, jasa pembiayaan kendaraan bermotor, distributor suku cadang dengan merek lndoParts, perakitan kendaraan bermotor, produsen komponen otomotif, jasa persewaan kendaraan, serta usaha pendukung lainnya.
Perseroan melalui anak-anak perusahaannya memegang beberapa merek otomotif meliputi Jeep, Audi, Datsun, Foton, Hino, lnfiniti, John Deere, Kalmar, Manitou, Nissan, Renault, Renault Trucks, SDLG, Suzuki, Volkswagen, Volvo Bus, Volvo Construction Equipment, Volvo Trucks dan Zoomlion.
Produk-produk yang ditawarkan meliputi jenis kendaraan bermotor roda dua, kendaraan bermotor roda empat, bus, truk, dan alat berat.
Seiring perkembangan tren kendaraan elektrifikasi, Indomobil Group kini mulai getol mengakuisisi beberapa merek China pendatang baru, seperti AION, Maxus, hingga Great Wall Motors (GWM).
Sebelumnya, Direktur Utama Indomobil Jusak Kertowidjojo mengatakan, alasan perseroan melirik produsen asal China untuk memperkuat portofolio kendaraan listrik (electric vehicle/EV), sebab Negeri Tirai Bambu tersebut jauh lebih maju dalam hal ekosistem EV.
Lebih lanjut Jusak mengatakan bahwa saat ini banyak negara-negara maju sudah mulai meninggalkan mobil berbahan bakar BBM (internal combustion engine/ICE). Alhasil, perseroan mulai lebih giat melakukan penetrasi ke kendaraan listrik untuk mengikuti perkembangan yang terjadi di industri otomotif saat ini.
"Jadi kami adalah basically perusahaan yang melakukan penjualan di otomotif, jadi mau tidak mau kami harus masuk ke kendaraan yang berbasis EV, dan saat ini yang terkuat di dunia dengan portofolio yang paling besar adalah memang dari China," ujar Jusak dalam paparan publik IMAS, Kamis (20/6/2024).
Beberapa portofolio mobil listrik berbasis baterai (battery electric vehicle/BEV) milik Grup Indomobil yakni Maxus Mifa 7 dan Mifa 9, AION Y Plus, Citroen E-C3, Kemudian masih ada teknologi hybrid dari Great Wall Motors (GWM) asal China, melalui produk Tank 500 HEV, dan Haval H6 HEV.
Alhasil, IMAS pun berkomitmen untuk menghadirkan lebih banyak lagi merek mobil listrik di Indonesia
Jika ditinjau kinerja keuangannya pada kuartal III/2024, Indomobil (IMAS) mencatatkan pendapatan sebanyak Rp21,71 triliun. Namun, setelah dikurangi beban pokok sebesar Rp17,35 triliun dan biaya-biaya lainnya, laba bersih perseroan tersisa Rp81,5 miliar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel