Anagata dalam bahasa Sansekerta berarti masa depan. Kata itu dipilih oleh Presiden Prabowo Subianto untuk menjadi bagian dari nama lembaga baru yang dilahirkan untuk memayungi pengelolaan badan usaha milik negara (BUMN). Lembaga itu berjuluk Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara).
BPI Daya Anagata Nusantara secara etimologis berarti badan pengelola investasi yang memiliki kekuatan untuk masa depan Nusantara. Ide badan investasi ini sebenarnya sempat dilontarkan oleh Soemitro Djojohadikusumo, saat menjabat menteri pada era Presiden ke-2 RI Soeharto. Namun, ditolak oleh pemimpin rezim Orde Lama itu.
Nama Danantara tiba-tiba muncul ke publik setelah Presiden Prabowo melantik Muliaman D. Hadad sebagai penjabat Kepala BPI Danantara. Pelantikan itu berlangsung pada 22 Oktober 2024 atau 2 hari setelah Presiden Prabowo resmi berkantor di Istana Negara, Jakarta.
BPI Danantara masih wacana hingga Pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka menginjak usia 100 hari, tepat pada 28 Januari 2025. Alasannya, hingga saat itu, BPI Danantara belum punya dasar hukum dan organ yang definitif meski sudah menunjuk Muliaman D. Hadad. Pun dengan kedudukan kantor yang berada di Gedung Bank Pembangunan Indonesia (Bapindo), Jl. Soeroso, Menteng, Jakarta Pusat.
Kemudian, kejutan datang pada Sabtu, 1 Februari 2025. Akhir pekan itu menjadi momentum penting bagi kelahiran BPI Danantara karena pemerintah dan Komisi VI DPR menyepakati draf Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Ketiga atas UU No. 19/2003 tentang Badan Usaha Milik Negara. Persetujuan tingkat I DPR itu menjadi lampu hijau agar RUU BUMN dapat disahkan menjadi UU dalam Sidang Paripurna DPR RI.
Hanya berselang 3 hari, DPR RI menggelar Sidang Paripurna pengambilan keputusan RUU BUMN pada 4 Februari 2025. Dalam Sidang Paripurna yang dipimpin oleh Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad itu, seluruh fraksi di DPR RI menyetujui RUU BUMN disahkan menjadi UU.
Sesaat setelah pimpinan DPR ketok palu, Menteri BUMN Erick Thohir yang hadir untuk mewakili Presiden Prabowo Subianto menegaskan bahwa amandemen UU BUMN itu menjadi dasar hukum terbentuknya BPI Danantara.
“Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara secara resmi didirikan dan dibentuk dalam rangka melakukan konsolidasi pengelolaan BUMN, serta mengoptimalisasi pengelolaan dividen dan investasi,” kata Erick di gedung DPR, Selasa (4/2/2025).
Menurutnya, BPI Danantara akan melakukan pengelolaan BUMN, baik secara operasional maupun mengoptimalkan pengelolaan dividen dalam membantu pemerintah mencapai target pertumbuhan ekonomi 8% yang telah dicanangkan pemerintahan Presiden Prabowo.
“Tranformasi BUMN melalui pembentukan BPI Danantara merupakan langkah strategis dalam mewujudkan visi bersama Indonesia maju menuju Indonesia emas 2045 melalui sinergi pemerintah, BUMN, dan seluruh pemangku kepentingan,” imbuhnya.
Ambisi Prabowo Lahirkan Superholding BUMN
Lahirnya BPI Danantara memang menjadi salah satu ambisi besar Presiden Prabowo Subianto. Bahkan, Prabowo secara terbuka mengungkapkan soal BPI Danantara dalam forum World Government Summit 2025 pada 13 Februari 2025.
Saat menyampaikan paparan secara daring dalam ajang international yang berlangsung di Dubai, UEA itu Prabowo mengatakan Danantara akan diluncurkan pada 24 Februari 2025.
Dia menjelaskan Danantara akan menginvestasikan sumber daya alam dan aset negara kami ke dalam proyek yang berkelanjutan dan berdampak tinggi di berbagai sektor seperti energi terbarukan, manufaktur canggih, industri hilir, produksi pangan, dan lain-lain. Semua proyek tersebut diharapkan akan berkontribusi pada pencapaian target pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 8%.
“Kami tengah mempersiapkan peluncuran Danantara Indonesia, sovereign wealth fund terbaru kami, yang menurut evaluasi awal kami akan mengelola lebih dari US$900 miliar asset under management,” katanya.
Lebih lanjut, orang nomor satu di Indonesia itu pun mengungkapkan bahwa initial funding atau pendanaan awal Danantara diproyeksi mencapai US$20 miliar atau sekitar Rp326 triliun (asumsi kurs Rp16.300 per dolar AS). Nilai itu jauh lebih rendah dari amanat amandeman UU BUMN yang mematok modal BPI Danantara minimal Rp1.000 triliun.
“Kami berencana untuk memulai sekitar 15 hingga 20 proyek bernilai miliaran dolar, yang akan menciptakan nilai tambah yang signifikan bagi negara kami. Saya sangat yakin, saya sangat optimistis. Indonesia akan maju dengan kecepatan penuh,” pungkas Prabowo.
Dalam acara HUT ke-17 Partai Gerindra di Sentul International Convention Center (SICC), yang digelar pada Sabtu (15/2/2025), Prabowo meminta semua presiden sebelum dirinya untuk ikut menjadi pengawas Danantara. Selain itu, Kepala Negara juga meminta organisasi keagamaan (Ormas) seperti Nahdlatul Utama, Muhammadiyah, dan Konferensi Wali Gereja untuk turut membantu mengawasi Danantara.
Kasak Kusuk Berebut Kursi Bos Danantara
Sebagai lembaga baru yang diinisiasi pemerintah, Presiden Prabowo memang punya kendali penuh untuk menentukan pejabat BPI Danantara. Merujuk draf RUU BUMN yang diperoleh Bisnis, BPI Danantara akan digawangi oleh Dewan Pengawas, Dewan Penasehat, dan Badan Pelaksana beserta direksi holding. Keseluruhannya bakal ditunjuk langsung oleh Prabowo.
Dewan Pengawas BPI Danantara terdiri atas Menteri BUMN sebagai Ketua merangkap anggota, perwakilan dari Kementerian Keuangan sebagai anggota, dan pejabat negara atau pihak lain yang ditunjuk oleh Presiden sebagai anggota.
Sementara itu, Badan Pelaksana Danantara berasal dari unsur profesional, bukan pengurus atau anggota partai politik, dan berusia maksimal 70 tahun. Badan Pelaksana Danantara juga diwajibkan memiliki pengalaman dan keahlian di bidang investasi, ekonomi, keuangan, perbankan, hukum atau manajemen perusahaan.
Kasak-kusuk soal siapa yang bakal menduduki posisi-posisi strategis di Danantara pun menjadi sorotan. Bahkan, mencuat kabar bahwa posisi yang ditempati oleh Muliaman D. Hadad akan dikocok ulang.
Menteri Investasi dan Hilirisasi Rosan Roeslani mencuat sebagai kandidat pengganti Muliaman. Sebelumnya Rosan sempat dikabarkan sebagai Chairman atau dewan pengawas, tetapi kursi itu sudah diduduki Erick Thohir sebagai Menteri BUMN. Bisnis sudah mencoba konfirmasi ke Muliaman perihal informasi ini, tetapi belum direspons hingga berita ini diturunkan.
“Dewan pengawas [Danantara] atau apapun itu nanti akan ditetapkan oleh Presiden, sehingga siapa yang akan ditetapkan, kami belum tahu pada saat ini,” ujar Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad merangkap Ketua Harian DPP Gerindra saat ditemui usai Rapat Paripurna di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (4/2/2025).
Nama-nama lain yang muncul bakal mengisi kursi di Danantara seperti Kaharudin Djenod yang menjabat Wakil Kepala BPI Danantara dan Wakil Direktur Utama PT TBS Energi Utama Tbk. (TOBA) sekaligus Ketua Umum Aftech Pandu Sjahrir. Pandu dikabarkan akan menjadi direktur di holding investasi.
Kursi prestisius bos entitas yang menjadi cikal bakal superholding BUMN yang mengelola modal paling sedikit Rp1.000 triliun itu rupanya menjadi incaran banyak orang. Padahal tugas BPI Danantara dan organ di dalamnya tidak bisa dikatakan mudah.
Melansir RUU BUMN, BPI Danantara bertugas untuk melakukan pengelolaan dividen BUMN. Berdasarkan data historis Kementerian BUMN, dividen BUMN yang disetor ke negara mencapai Rp50 triliun pada 2019, Rp41,9 triliun pada 2020, Rp29,5 triliun pada 2021, Rp39,7 triliun pada 2022, Rp81,2 triliun pada 2023, Rp85,84 triliun pada 2024, dan ditargetkan Rp90 triliun pada 2025.
Lebih terperinci, BPI Danantara memiliki enam kewenangan dalam pelaksanakan tugas inti tersebut. Pertama, mengelola dividen Holding Investasi, dividen Holding Operasional, dan dividen BUMN. Kedua, menyetujui penambahan dan/atau pengurangan penyertaan modal pada BUMN yang bersumber dari pengelolaan dividen.
Ketiga, bersama Menteri membentuk Holding Investasi dan Holding Operasional. Keempat, bersama Menteri menyetujui usulan hapus buku dan/atau hapus tagih atas aset BUMN yang diusulkan oleh Holding Investasi atau Holding Operasional.
Kelima, memberikan pinjaman, menerima pinjaman, dan mengagunkan aset dengan persetujuan Presiden. Keenam, mengesahkan dan mengonsultasikan kepada alat kelengkapan DPR RI yang membidangi BUMN atas Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan Holding Investasi dan Holding Operasional.
Amandemen UU BUMN juga memberikan celah bagi pengurus Danantara untuk lepas dari tanggung jawab hukum apabila terjadi kerugian. Beleid itu mengatur bahwa keuntungan atau kerugian yang dialami Danantara dalam melaksanakan investasi merupakan keuntungan atau kerugian BPI Danantara. BPI Danantara juga melakukan pencadangan untuk menutup atau menanggung risiko kerugian dalam berinvestasi dan/atau melakukan akumulasi modal.
Pertanggungjawaban Hukum dan Tantangan Danantara
Lebih lanjut, Pasal 3Y amandemen UU BUMN itu mengatur bahwa Menteri BUMN, Dewan Pengawas, Badan Pelaksana, dan pegawai BPI Danantara tidak dapat dimintai pertanggung jawaban hukum atas kerugian apabila dapat membuktikan empat poin.
Pertama, kerugian BPI Danantara bukan karena kesalahan atau kelalaiannya. Kedua, telah melakukan pengurusan dengan iktikad baik dan kehati-hatian sesuai dengan maksud dan tujuan investasi dan tata kelola.
Ketiga, tidak memiliki benturan kepentingan, baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengelolaan investasi. Keempat, tidak memperoleh kepentingan pribadi secara tidak sah.
Toto Pranoto, Associate Director BUMN Research Group Lembaga Management Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Indonesia (UI), menjelaskan bahwa peran Kementerian BUMN nantinya akan tetap berada dalam ranah pengawasan, tanpa mengambil alih fungsi eksekutif yang dijalan oleh BPI Danantara.
Menurutnya, dalam skema tata kelola yang baru, baik Kementerian BUMN maupun BPI Danantara tetap bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Dengan demikian, koordinasi antara dua lembaga ini diharapkan dapat berjalan selaras.
“Komunikasi yang baik di antara mereka menjadi kunci utama. Mereka harus bekerja dalam kepentingan yang sama, yaitu memastikan BUMN dapat berkembang lebih maju ke depannya,” ujar Toto pada Rabu (5/2/2025).
Sementara itu, kata Toto, BPI Danantara memiliki kewenangan penuh dalam pengelolaan dan pengambilan keputusan strategis seperti aksi korporasi atau pergantian pengurus, meskipun hal tersebut masih dapat diintervensi.
“Jika pemerintah menilai ada keputusan yang bertentangan dengan kepentingan negara, Kementerian BUMN dapat memperbaiki dengan menggunakan dalam tanda petik hak veto sebagai pemegang saham Seri A,” pungkasnya.
Toto menilai bahwa di balik skema ini, diharapkan tidak ada persaingan antara Kementerian BUMN dan BPI Danantara. Sebaliknya, sinergi yang kuat akan mendorong lebih banyak perusahaan pelat merah menjadi pemain global.
“Dalam konteks ini, sistem tata kelolanya cukup kuat. Danantara tetap akan diawasi oleh pemerintah melalui keberadaan Kementerian BUMN. Namun, yang kami harapkan tentu bukan munculnya persaingan antara kedua lembaga ini, melainkan bagaimana mereka dapat berkonsolidasi dengan baik,” ucap Toto.
Pemerhati BUMN dari Datanesia Institute Herry Gunawan mengatakan kehadiran Danantara yang dipimpin oleh kepala badan setingkat menteri dan bertanggung jawab langsung kepada presiden sebenarnya diharapkan dapat mengubah pola yang sebelumnya telah berjalan.
Dengan mengacu model pengelolaan profesional seperti Khazanah atau Temasek, Danantara diharapkan bisa beroperasi lebih mandiri dan efisien. Badan ini juga diharapkan menjadi mesin baru perekonomian Indonesia.
Di samping itu, Herry menyatakan melalui strategi business-to-business dan konsolidasi aset BUMN yang sehat, Danantara juga berpotensi menarik investasi asing.
Namun, ada kekhawatiran Danantara akan ‘dikerdilkan’ karena kekuasaan akhir dalam pengambilan keputusan tetap berada di Kementerian BUMN.
“Danantara tidak akan bisa berbuat banyak, apalagi BUMN yang mungkin nanti ada dalam pengelolaan Danantara,” pungkasnya.
Selain itu, terdapat potensi gesekan dengan Kementerian Keuangan terkait pengalihan aset, yang dinilai memerlukan regulasi khusus semacam Omnibus Law untuk mengoreksi kewenangan kedua kementerian tersebut.
Kekhawatiran lain yang muncul adalah beban birokrasi baru yang justru dapat menghambat fleksibilitas operasional perusahaan pelat merah.
“Bayangkan ada BUMN yang berada di bawah pengelolaan Danantara atas mandat undang-undang, tapi keputusan akhirnya tetap ada di Kementerian BUMN. Ini adalah tambahan birokrasi yang membuat BUMN makin susah lincah,” kata Herry.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel