Trah Sudono Salim, dari Jualan Cengkeh hingga Berkebun Emas

Bisnis.com,12 Okt 2022, 21:50 WIB
Penulis: Others

Bisnis.com, JAKARTA — Usai digilas krisis yang nyaris meluluhlantakkan semua lini bisnisnya, Salim Group mampu menepis ramalan publik. Kejatuhan Presiden Soeharto pada 1998 diprediksi bakal menyeret ke jurang kehancuran konglomerasi besutan Liem Sioe Liong alias Sudono Salim itu.

Di tangan generasi kedua, anak ketiga Sudono Salim, Anthoni Salim, kebangkitan gurita bisnis Salim Group perlahan melewati kejayaan masa lalu. Bila 24 tahun lalu, Salim  Group harus melepas PT Bank Central Asia (BBCA) Tbk. ke tangan keluarga Hartono, Grup Djarum, untuk melunasi utang ke Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), kini konglomerasi ini kembali melakukan ekspansi besar—besaran ke berbagai bisnis baru.

Konglomerasi Salim kini menjamah semua lini. Tidak hanya pangan sebagai core bisnis awal, tetapi kini sektor jasa keuangan, jalan tol, pembangkit listrik mikro hydro, hingga aneka tambang--emas, batu bara, dan tambang minyak.

Baru-baru ini, Salim agresif dalam bisnis tambang. Salim rencana injeksi Rp24 triliun ke penambang batu bara terbesar di Tanah Air, PT Bumi Resources Tbk. (BUMI). Kepastian aksi jumbo itu diaminkan oleh Presiden Direktur BUMI Adika Nuraga Bakrie.

Masuknya Grup Salim akan dimanfaatkan BUMI untuk ekspansi ke sektor non-batu bara, di antaranya ke industri amonia, sejalan dengan rencana pemerintah dalam program Beyond Coal 2030.

Entitas Salim juga baru saja mengeluarkan persetujuan mengakuisisi 40 persen saham PT Jasamarga Jalanlayang Cikampek atau lebih dikenal dengan Tol MBZ senilai Rp4,3 triliun. Lainnya, nama Anthoni muncul dalam aksi korporasi Tamaris Hidro, akusisi Bank Ina Perdana Tbk. (BINA) hingga menjadi pemegang saham data center tier 4, PT DCI Indonesia (DCII) 

Belanja portofolio baru secara massif ini tidak membuat sang taipan melepas kerajaan bisnis eksisting. Salim Group masih menguasai usaha perkebunan kelapa sawit, penggilingan tepung hingga gula, produsen mie dan minyak goreng, semen, hingga petrokimia.

Produk-produk terkenalnya saat ini mudah dijumpai masyarakat Indonesia seperti Indomie, Supermi, Bogasari, Bimoli, Indomilk, dan sebagian besar produk pangan lain. Lalu siapa saja yang menjadi tulang punggung konglomerasi ini sejak awal?

Sudono Salim Pendiri Konglomerasi Bisnis

Sang Ayah, Sudono Salim merupakan keturunan Tionghoa yang lahir pada 16 Juli 1916 di Fuqing, Fuzhou, China. Dia merantau ke Kudus, Jawa Tengah, padai usia yang masih muda, yakni 20 tahun. Mulanya, dia bekerja dan mengawali karir di pabrik tahu dan kerupuk.

Beberapa tahun kemudian, pada usia 24 tahun, dia menikah dengan Lie Las Nio atau Lilani Salim, putri dari saudagar terpandang di wilayah tersebut. Bisnis Sudono Salim berawal dari modal sang mertua untuk mendirikan pabrik tembakau dan cengkeh yang didatangkan dari Sumatra, Sulawesi, dan Maluku.

Bisnisnya terus berkembang, dia menjadi penyedia logistik berupa senjata dan obat-obatan untuk Tentara Revolusi Nasional Indonesia. Dia berhubungan langsung dengan Soeharto pada 1945.

Sudono kemudian berekspansi ke sektor keuangan dengan mendirikan BCA bersama Mochtar Riady, pendiri Lippo Group, meski akhirnya bank swasta terbesar di Indonesia itu berpindah tangan.

Dia mendirikan PT Bogasari Flour Mills, produsen tepung terigu terbesar di tanah air. Adapun tiga merek produk perdananya yaitu Cakra Kembar, Segitiga Biru, dan Kunci Biru. Pada tahun 1975, dia mendirikan perusahaan penghasil semen yaitu PT Indocement Tunggal Prakarsa yang kini menjadi produsen terbesar kedua di Indonesia.

Gurita bisnis Salim Group kian berkembang ketika Sudono Salim membangun First Pacific Finance Ltd, perusahaan penyedia jasa keuangan yang berbasis di Hong Kong. Perusahaan tersebut mendanai sekaligus menjadi fondasi berdirinya Group Consumer Branded Product (CBP) dan Indofood CBP yang memproduksi mie instan pada 1982.

Pada 1990, Salim Group mendirikan Indofood, perusahaan pembuat mie terbesar yang membuat keluarga Salim mengantongi aset lebih dari US$29 miliar, 500 anak perusahaan, dan telah mempekerjakan lebih dari 200.000 orang.

Berbagai usahanya terus menajamkan taring sebagai konglomerat terpandang di tanah air. Apalagi, sosok Sudono dikenal teramat dekat dengan Presiden Soeharto. Tak sedikit tulisan mengulas pesatnya bisnis Salim Group ditopang pemerintahan Soeharto.

Keruntuhan Soeharto yang ditandai dengan tragedi kerusuhan 1998 menjadi kondisi kelam bagi Salim di mana tempat tinggalnya menjadi sasaran amuk massa. Sudono lari meninggalkan negara tempatnya membangun kerajaan bisnis menuju Singapura, negara tempatnya menghembuskan nafas terakhir pada 10 Juni 2012 (usia 95 tahun) di Raffles Hospital.

Kiprah Anthoni Salim

Anak bungsu Sudono Salim, Anthoni Salim, bertekad untuk mempertahankan gurita bisnis sang keluarga, meski kala itu Salim Group terlilit utang akibat krisis monoter 1998. Salim Group terkena dampak luar biasa.

Sejumlah asetnya harus dilego karena menerima Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Konglomerasi ini terlilit utang hingga mencapai US$4,8 miliar, sehingga harus melepas kepemilikan BCA.

Setelah berjibaku dengan utang, kerajaan bisnis Salim Group mampu bertahan. Anthoni berhasil merestrukturisasi bisnis keluarganya. Bahkan, kini menjadi salah satu orang terkaya di Indonesia dengan kekayaan mencapai US$8,5 miliar atau setara Rp123 triliun, versi Forbes.

Kelihaiannya dalam berbisnis tak hanya turunan dari ayahnya. Anthoni Salim merupakan lulusan North East Surrey College of Technology di Inggris jurusan konsentrasi bisnis. Anthoni Salim memiliki 3 anak yaitu Axton Salim (1979), Astrid Salim (1983), dan Alston Salim (1987).

Saat ini, Anthoni Salim tercatat sebagai Chairman of First Pacific Company Ltd, Presiden Direktur PT Indofood Sukses Makmur Tbk dan PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk, Dewan Penasihat Internasional Allianz SE, President Commissioner PT Fastfood Indonesia Tbk (KFC), dan perusahaan lainnya.

Dia aktif menanamkan modalnya baik pribadi maupun melalui usaha lainnya di sejumlah perusahaan ternama seperti PT Elang Mahkota Teknologi Tbk (EMTK), PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP), PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF) melalui First Pacific Investment Management Ltd, PT Indomobil Multi Jasa tbk (IMJS) melalui PT Indomobil Sukses Internasional Tbk (IMAS).

Kemudian, dia juga tercatat memiliki saham PT Nippon Indosari Corpindo Tbk (ROTI) melalui DNET, PT PP London Sumatra Indonesia Tbk (LSIP) melalui PT Salim Ivomas Pratama Tbk (SIMP), SIMP melalui PT Indofood Agri Resources Ltd dan INDF, PT Fast Food Indonesia Tbk (FAST) melalui DNET, PT Nusantara Infrastructure Tbk (META) melalui PT Metro Pacific Tollways Indonesia, PT DCI Indonesia (DCII), dan Allo Bank melalui Indolife Pensiontama.

Peran Franciscus Welirang & Mira salim

Franciscus Welirang lahir di Padang, 9 November 1951. Menikah dengan Mira Salim (anak Sudono Salim). Memiliki dua anak yakni Jessica Welirang dan Deynica Welirang. Muncul di jajaran direksi Salim Group setelah menamatkan pendidikan insinyur kimia bidang plastik, di Institute South Bank Polytechnic, London, Inggris tahun 1974.

Dia mengawali sepak terjangnya dengan bergabung ke Salim Economic Development pada 1974 hingga 1975. Franciscus Welirang tercatat menjadi Komisaris Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (INTP). Selain itu, menjabat sebagai Komisaris Utama anak perusahaan INDF yakni ICBP (Indofood CBP Sukses Makmur Tbk).

Franciscus Welirang pernah tercatat sebagai Chief Executive Officer dari PT Bogasari Flour Mills, President Commissioner dari PT Perusahaan Perkebunan London Sumatra Indonesia, Vice President Director dari Indocement Tunggal Prakarsa, dan Vice President Director dari PT Indofood Sukses Makmur Tbk., bagian dari board of directors (dewan direksi) Indofood.

Pada 1977 hingga 1991, ia mulai diorbitkan ke salah satu anak perusahaan Salim Grup di Bogasari Flour Mills sebagai Wakil General Manager, dan menjadi General Manager pada tahun 1991-1992.

Pada 1992, ia mulai dirotasi tour of duty sebagai pada PT Indocement Tunggal Prakarsa, juga milik Salim Group. Ketika Bogasari diakuisisi oleh PT Indofood Sukses Makmur (INDF) demi kepentingan strategi perusahaan, Franciscus Welirang ikut terbawa promosi di INDF hingga sekarang.

Pewaris Tahta Ketiga Axton Salim

Pria kelahiran 1 Januari 1979 tersebut merupakan generasi ketiga Salim Group, dan anak laki-laki pertama dari Anthony Salim. Dia merupakan lulusan University of Colorado, Amerika Serikat. Setelah lulus dari jurusan Science Business Administration, Axton Salim memulai karir bisnisnya di Singapura dan bekerja di Credit Suisse.

Pada 2004, ia mulai bekerja sebagai Brand Manager di PT Indofood Fritolay Makmur, produsen makanan ringan (snack) dan merupakan anak perusahaan PT. Indofood CBP Sukses Makmur (ICBC) tbk. Tidak lama kemudian, dia dipromosikan menjadi asisten CEO di PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. Pada 2009, Axton Salim naik jabatan dan resmi jadi direktur di PT Indofood CBP Sukses Makmur (ICBP).

Di usianya yang ke-30, Axton juga tercatat menjabat direktur di beberapa anak perusahaan lain Salim Group. Dia tercatat sebagai direktur non-eksekutif di Indofood Agri Resources sejak tahun 2007 dan komisaris di PT Salim Ivomas Pratama Tbk pada periode yang sama dan sederet posisi direksi di anak perusahaan di antaranya PT Indolakto and Pascari Pte Ltd, dan PT Indofood Asahi Sukses Beverage.

Axton juga merupakan komisaris di PT Salim Ivomas Pratama Tbk, PT Perusahaan Perkebunan London Sumatra Indonesia Tbk dan PT Nestlé Indofood Citarasa Indonesia.

Adapun, jabatan lain yang pernah dia emban sebelum menguasai Salim Group adalah direktur non-eksekutif Gallant Venture Ltd., eksekutif di Scaling Up Nutrition (SUN) Business Advisory Group dan Art Photography Centre Ltd.

Axton Salim mulai membentuk bisnis startup (usaha perintis) Block71 di tahun 2017 Block71 merupakan fasilitas inkubator hasil kerja sama Grup Salim dan National University of Singapore (NUS) Enterprise. Bangunan seluas 1.500 meter persegi di kawasan Kuningan tersebut disiapkan sebagai penghubung antara pelaku startup Indonesia dan Singapura. Kini ada di Bandung dan Yogyakarta.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor: Anggara Pernando
Terkini