Menikmati masa tua dengan tenang menjadi impian kebanyakan orang. Bekal itu tidak bisa didapatkan secara instan, perlu adanya pengelolaan keuangan yang baik sejak dini.
Belum banyak generasi muda yang melek tentang pentingnya pengelolaan keuangan untuk mencapai merdeka secara finansial. Namun, perkembangan teknologi dan informasi telah membuat tren berinvestasi digandrungi anak-anak muda.
Faktanya, peningkatan tren berinvestasi itu tidak diikuti dengan literasi yang baik. Para generasi milenial dan generasi Z justru terjerumus ke lubang yang salah.
Generasi Z dan milenial juga menjadi penyumbang terbesar kredit macet perusahaan teknologi finansial. Pada rentang usia 19-34 tahun menyumbangkan kredit macet sebanyak Rp763 miliar atau sekitar 47 persen.
Di sisi lain, menurut data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), sepanjang 2017 hingga 2022 tercatat kerugian masyarakat akibat investasi ilegal senilai Rp139,03 triliun.
Minimnya literasi keuangan menjadi penyebab banyaknya para generasi penerus terjerat pada praktik pinjaman online ilegal dan investasi bodong.
Berdasarkan Survei Nasiona Literasi Keuangan pada 2022, secara nasional indeks literasi dan inklusi keuangan masih memiliki gap. Artinya, kebanyakan orang Indonesia telah lebih dulu mengakses produk atau jasa keuangan tanpa pengetahuan yang cukup.
Adapun, indeks literasi keuangan pada 2022 tercatat baru mencapai 49,7 persen, sedangkan indeks inklusi keuangan pada periode tersebut telah mencapai 85,1 persen.
Dengan demikian, gap antara indeks inklusi dan literasi pada 2022 masih terdapat sebesar 35,4 persen.
Tak heran, kondisi itu telah membuat banyak masyarakat yang menggunakan financial technology (fintech) ilegal, karena tidak tahu membedakan dengan dengan yang legal.
Untuk itu, Bisnis Indonesia bersama dengan OJK membuat sebuah inisiatif untuk meningkatkan literasi keuangan bagi generasi muda. Kolaborasi tersebut diaplikasikan dalam gelaran Festival Literasi Keuangan yang dihelat di Universitas Nusa Cendana, Nusa Tenggara Timur.
Acara tersebut sukses digelar pada Senin (28/8/2023) yang dihadiri oleh generasi-generasi muda Kupang. Dalam gelaran tersebut, para generasi muda diberikan bekal pemahanan literasi keuangan oleh para narasumber yang berasal dari pihak regulator, akademisi, dan juga praktisi di sektor fintech.
"Kami mengucapkan segala syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, sehingga kita dapat berkumpul pada forum yang luar biasa ini. Untuk kedua kalinya Bisnis Indonesia mengunjungi Kupang dengan berbagai agenda dan agenda kali ini adalah Pekan Literasi Finansial yang tentu saja begitu relevan dengan situasi saat ini," kata Direktur Bisnis Indonesia Hery Trianto.
Hery mengatakan Bisnis Indonesia mengamati bahwa tingkat pendidikan yang tinggi tidak linear dengan literasi keuangan.
Dengan demikian, dia mengatakan tak semua yang sudah berpendidikan tetapi masih minim literasi keuangan.
Termasuk terkait dengan pinjol ilegal yang belakangan ini marak dan perlu diwaspadai. Menurutnya, tak sedikit yang belum mengerti bahwa mereka tengah dalam situasi yang sulit saat terjebak invetasi maupun pinjol ilegal
"Oleh sebab itu Literasi Finansial Bisnis Indonesia bersama Otoritas Jasa Keuangan ini hadir di kampus Universitas Cendana untuk menularkan pemahaman terkait investasi ilegal hingga jebakan pinjaman di lingkungan civitas akademik. Kegiatan ini tidak hanya memberikan Literasi, tapi juga tips dalam berinvestasi sehingga diharapkan bermanfaat untuk adik-adik mahasiswa semua," paparnya.
Deputi Komisioner Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan dan Pelindungan Konsumen OJK, Sarjito menuturkan hampir di seluruh negara besar, tingkat literasi keuangan selalu berada di bawah inklusi keuangan.
Dia menuturkan, di tengah perkembangan era digital yang begitu pesat, masyarakat terlalu banyak menerima informasi, sehingga sulit untuk membedakan informasi yang benar dan salah.
Sarjito mengatakan tidak ada hubungan linear antara orang yang berpendidikan tinggi dengan literasi keuangan. Hal ini salah satunya dipengaruhi pikiran sebagian besar masyarakat terkait dengan uang, yaitu ingin mendapatkan uang banyak dalam waktu singkat.
Oleh karena itu, masyarakat sering terjerat investasi bodong atau ilegal dengan iming-iming yang menggiurkan. "Kalau ada yang terlalu baik dalam hal apapun, harus rasional. Orang investasi harus logis," ujarnya.
Sarjito juga menyebutkan saat menangani kasus-kasus investasi bodong dari Wahana Bersama Globalindo hingga Koperasi Pandawa, diketahui sejumlah korban merupakan figur publik ternama hingga petinggi perusahaan atau lembaga dengan pendidikan tinggi.
"Koperasi Pandawa bahkan pelakunya tidak lulus SMP, tetapi korbannya banyak petinggi-petinggi," tambahnya.
OJK pun terus gencar melakukan upaya peningkatan literasi keuangan kepada masyarakat. Salah satunya, e-book literasi keuangan yang bisa digunakan mulai anak-anak di PAUD. Hal ini untuk mengajari anak literasi keuangan sejak dini.
Selain itu, masyarakat juga bisa bertanya apapun mengenai produk-produk keuangan dari learning management system yang disediakan OJK. "Masyarakat bisa tanya apapun, dari saham, obligasi, hingga kripto. Nanti kami jawab," ujar Sarjito.
BACA JUGA: Jokowi dan Lurah yang 'Naik Kelas' jadi Raja
Gen Z Dalam Jeratan Investasi Bodong dan Pinjol
OJK melaporkan tidak sedikit generasi muda yang mulai terjebak dengan pinjaman online.
Sarjito mengungkapkan, para kaum dewasa muda ini memilih untuk memenuhi gaya hidup dengan meminjam uang secara digital.
“Anak-anak generasi Z dan sebagainya, mereka itu menikmati untuk meminjam tapi mereka tidak suka untuk membayar,” ungkapnya.
Selain kredit macet yang tinggi, Sarjito menyebut tak sedikit masyarakat Indonesia yang terjerat invetasi ilegal hingga pinjol ilegal. Bahkan kerugian masyarakat bisa mencapai Rp139,03 triliun karena hal tersebut.
Sarjito menyampaikan bahwa OJK pun telah berupaya untuk menutup situs invetasi dan pinjol ilegal. Bahkan pihaknya bekerjasama dengan pihak Google hingga Meta untuk menyaring informasi.
Tidak hanya itu pihaknya juga bekerjasama dengan Kominfo untuk pemblokiran situs dan pihak kepolisian. Meskipun sudah berkurang, dia tak memungkiri bahwa kecepatan pinjol muncul lagi pun sangat cepat.
Dengan demikian, dia mengatakan bahwa kesadaran masyarakat juga penting dalam hal ini. “Dari hal itu semua, satu hal yang paling penting kita harus juga bisa menahan diri,” katanya.
Rektor Universitas Nusa Cendana Maxs U. E Sanam menambahkan kalangan dosen juga sering tergiur tawaran investasi online yang pada akhirnya menyebabkan gaji dipotong untuk membayar utang yang ditimbulkan akibat kerugian dari investasi bodong.
Tak hanya itu, pada tahun lalu terdapat 12 mahasiswa yang kehilangan haknya untuk mendaftar melalui jalur SNBT karena terjerat bisnis ilegal yang ditawarkan melalui online.
"Sehingga, menjadi sangat penting pemberian informasi mengenai bentuk-bentuk investasi yang aman, sehingga anak-anak muda bisa paham," katanya.
Fenomena gaya hidup fear of missing out (FOMO) juga tengah merebak di lingkungan perkuliahan.
Sanam menuturkan, sejumlah mahasiswa Universitas Nusa Cendana yang mendapatkan alokasi KIP Kuliah, justru menghabiskan uang tersebut untuk memenuhi gaya hidup.
Kondisi itu menjadi sangat dilematis bagi pihak universitas. Pasalnya, pihaknya tidak dapat mengambil intervensi atas hak KIP Kuliah yang diberikan ke setiap mahasiswa.
"Ketika transfer pertama KIP Kuliah masuk ke rekening, maka dalam hitungan tidak lebih 1x12 jam uang itu habis dan kemudian besoknya kita lihat handphone dengan berbagai merk sudah ada di tangan mereka [mahasiswa], mungkin ini perlu literasi finansial," tuturnya
BACA JUGA: Paradoks Pinjol: Antara Jerit Debitur & Keluh Kesah Debt Collector
Kiat Merdeka Finansial
Pada Festival Literasi Finansial 2023 yang turut didukung OJK, Pegadaian, BPJS Ketenagakerjaan, BCA, AFTECH, mahasiswa di Universitas Nusa Cendana juga mendapatkan materi tentang pemahaman pentingnya pengelolaan keuangan.
Bonus demografi yang dimiliki Indonesia dengan banyaknya jumlah penduduk generasi Z akan mengambil peran penting dalam perekonomian pada masa yang akan datang. Literasi dan iklusi keuangan pada generasi Z dinilai menjadi sangat penting.
Direktur Literasi dan Edukasi Keuangan OJK, Horas V. M. Tarihoran mengatakan untuk mencapai kebebasan keuangan atau financial freedom, para generasi muda dinilai untuk terlebih dulu meningkatkan literasi keuangannya.
"Berinvestasi saat punya uang dan kalau sudah tau bagaimana caranya, investasi itu ada," ujarnya dalam acara Festival Literasi Finansial 2023, Nusa Tenggara Timur, Senin (28/8/2023).
Dia menambahkan, dengan meningkatnya literasi keuangan, maka generasi muda nantinya dapat memilah antara kebutuhan dan keinginan yang kebanyakan terjadi pada saat ini.
Horas memaparkan, dalam pengelolaan keuangan yang baik maka dari seluruh total pendapatan yang diterima 10 persen digunakan untuk kebutuhan sosial, 20 persen untuk investasi dan proteksi, 30 persen untuk cicilan dan utang, serta 40 persen biaya hidup.
"Harus bisa memisahkan mana kebutuhan dan keinginan," jelasnya.
Wakil Bendahara II AFTECH Chrisma Albandjar mengatakan perkembangan financial technology (fintech) dapat membantu masyarakat, terutama generasi Z untuk mengelola keuangannya.
Menurutnya, telah banyak aplikasi fintech yang dapat digunakan untuk mengelola keuangan, sehingga para generasi muda tidak lagi mengikuti keinginannya yang kurang diperlukan.
Adapun, mayoritas fintech-fintech tersebut dapat membuat tujuan investasi dalam jangka pendek dan jangka panjang dengan mengacu pada penghasilan.
Dari situ, aplikasi fintech dapat membantu menentukan keputusan investasi.
"Kehadiran fintech planner membantu financial plan kamu," jelasnya.
Selain investasi tersebut, para generasi muda juga dapat memilih emas sebagai produk investasi.
Pasalnya, emas dapat menjadi salah satu instrumen investasi pilihan masyarakat. Bahkan emas menjadi salah instrumen investasi yang paling bandel karena dapat bertahan di tengah krisis ekonomi.
“Emas itu tahan inflasi, emas itu selalu mengikuti inflasi. Bayangkan saja pada resesi 1998, jelas sekali pergerakan harga emas mengikuti dan tidak terjadi krisis artinya dia tahan inflasi,” kata Eryanus di Kupang, NTT, Senin (28/8/2023).
Eryanus mengatakan harga emas setiap tahunnya selalu mengalami kenaikan. Seperti pada 2007, harga emas mulanya hanya Rp206.000 per gram, nilainya naik menjadi Rp250.000 pada 2008.
Tidak hanya sampai disitu, pada 2012 nilainya merangkak naik menjadi Rp541.000. Pada 2023, harga emas naik turun sekitar Rp900.000 dan sempat menyentuh angka di atas Rp1 juta.
“Cepat berubah angkanya. Jadi secara jangka pendek mungkin sideways atau naik turun. Hari ini naik, besok turun tapi secara jangka panjang dia [emas] naik,” katanya.
Dengan demikian, Eryanus mengatakan bahwa emas lebih tepat untuk invetasi jangka panjang. Pasalnya angkanya bergerak naik terus dari tahun ke tahun.
Dia pun menambahkan bahwa invetasi emas ada dua bentuk yakni digital dan fisik. Tentunya ada kekurangan masing-masing, di mana apabila digital rentan terjadi masalah dengan sistem internet.
Namun aman karena tidak rentan dicuri. Sementara fisik lebih mudah dijual dan bisa terhindari dari sistem digital ketika mengalami masalah. Selain untuk investasi, Eryanus menyebutkan beberapa keunggulan emas sebagai dana darurat. Pertama bisa digadai untuk kebutuhan mendadak.
“Kalau uang tunai kan sangat likuid banyak godaan untuk dipakai. Kalau emas teman-teman harus konversi dulu harus cairkan dulu emasnya,” katanya.
BACA JUGA: Judi Online di Pusaran Kaum Sulit Hingga Berduit
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel