Pelanggaran kode etik pers masih marak

Bisnis.com,16 Feb 2011, 14:36 WIB
Penulis: Ria Indhryani

JAKARTA: Dewan Pers mengungkapkan sekitar 80% dari total 48 kasus pengaduan yang dimediasi institusi itu sepanjang 2010 berakhir dengan keputusan bahwa media melakukan pelanggaran kode etik jurnalistik.Agus Sudibyo, Ketua Komisi Pengaduan Masyarakat dan Penegakan Etika Dewan Pers, mengungkapkan banyak juga kasus yang dimediasi itu diadukan oleh pihak wartawan atau media, namun setelah cek ke lapangan ternyata pihak wartawan yang melakukan pelanggaran kode etik."Misalnya ada wartawan yang mengadu dipukul pejabat di Bekasi, setelah dicek ternyata si wartawan terlebih dulu mengatai si pejabat. "Pejabat kok otaknya di dengkul"," ujar Agus dalam Lokakarya Kode Etik Jurnalistik, hari ini.Dari keputusan/rekomendasi Dewan Pers tersebut, menurut dia, sebanyak 95% di antaranya dipatuhi oleh pihak media. Ada juga yang mematuhi rekomendasi itu setelah 'ditakut-takuti' masalah itu bisa dibawa ke pengadilan. Kasus pengaduan yang dimediasi itu merupakan bagian dari total pengaduan yang masuk ke Dewan Pers sepanjang tahun lalu sebanyak 512 pengaduan. Perinciannya, 144 pengaduan langsung, 368 berupa tembusan, 48 kasus dimediasi Dewan Pers, 4 keputusan akhir Dewan Pers, dan 92 surat menyurat.Berdasarkan asal wilayah, menurut Agus, DKI Jakarta mendominasi dengan 68 pengaduan, diikuti Sumatra Utara 13 pengaduan, Jawa Barat 9 pengaduan, Jawa Timur 8 pengaduan, dan NTT 2 pengaduan. Adapun sisanya tersebar dari daerah lain.Sementara itu pihak wartawan atau media menjadi pihak yang paling banyak diadukan yakni 110 pengaduan, pemerintah atau pejabat 8 pengaduan, perusahaan 7 pengaduan, serta TNI, Polisi dan perguruan tinggi masing - masing 2 pengaduan.Adapun pihak pengadu paling banyak dari masyarakat yakni 42 pengaduan, wartawan atau media 33 pengaduan, pemerintah atau pejabat 17 pengaduan, perusahaan 13 pengaduan, polisi 7 pengaduan, organisasi wartawan 6 pengaduan, dan ormas / LSM sebanyak 5 pengaduan.Agus menilai banyaknya pengaduan sepanjang tahun lalu bisa menjadi parameter terhadap dua hal. Pertama, meningkatnya kepercayaan terhadap UU Pers, Dewan Pers, dan menurunnya potensi kriminalisasi atau kekerasan terhadap pers.Kedua, banyaknya pelanggaran kode etik jurnalistik atau buruknya kualitas jurnalisme di Indonesia. Pelanggaran kode etik jurnalistik terjadi karena tidak berimbang, berpihak, tidak ada verifikasi, menghakimi, mencampurkan fakta dan opini, data tidak akuran, keterangan sumber berbeda dengan yang dikutip dalam berita, dan sumber tidak kredibel.Di samping itu, dalam beberapa kasus berita mengandung muatan kekerasan, sadisme dan pornografi, serta media yang menjadi conflict intensivier (pemicu konflik). (mfm)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Mursito
Terkini