JAKARTA: Keberadaan pihak ketiga dalam melakukan penagihan utang dipandang masih diperlukan karena ada simbiosis mutualisme yang tak bisa dipisahkan antara pengguna dan penyedia jasa. Namun, pengawasan dan pelembagaan secara hukum diperlukan guna meminimalisir tindakan kriminal dalam proses penagihan utang, seperti dalam kasus tewasnya salah satu debitur kartu kredit Citibank.Pendapat tersebut mengemuka dalam sebuah seminar Debt Collector dan Penyelesaian Sengketa Bank dan Nasabah di Jakarta, sore ini.Hadir dalam diskusi itu Direktur Direktorat Hukum Bank Indonesia Ahmad Fuad, Kepala Biro Pembiayaan dan Penjaminan Bapepam-LK, M. Ihsanuddin, Advokat Maqdir Ismail dan Legislatif Fraksi PDIP Arif Budimanta.Adapun dari kalangan pelaku industri hadir Koordinator Manajemen Risiko Asosiasi Kartu Kredit Indonesia Adi Baskoro dan Ketua Umum Asosiasi Penguasaha Jasa Penagihan Indonesia Manihar Silaban.Maqdir Ismail mengatakan proses penyelesaian utang macet melalui pengadilan cukup bertele-tele, sehingga bank memilih menggunakan jasa pihak ketiga yang biayanya dinilai murah dibandingkan dengan melalui jalur hukum.Dengan nilai utang yang kecil, misal Rp10 juta harus menunggu proses pengadilan hingga 1-3 tahun. Ini jelas merugikan, sehingga bank memilih menggunakan debt collector, ujarnya.Menurut dia, perlu lembaga yang bisa mengadili dan menyelesaikan sengketa nasabah dengan bank secara cepat guna menggantikan peran debt collector. Namun, sambungnya, jika hal itu belum bisa dilakukan perlu ada aturan yang ketat dari bank sentral.Arif Budimanta mengamini bahwa saat ini ada celah regulasi yang membuat debt collector tak memiliki payung hukum, sehingga tak ada pengawasan yang berujung pada pelanggaran hukum.Kenapa BI tak mengatur debt collector? Namun, saat ada kasus, baru masuk [melakukan investigasi]. UU memberikan wewenang bank sentral itu [mengatur debt collector]. Atur dong. Bapepam saja bisa memberikan rambu-rambu debt collector, tuturnya.Manihar Silaban mengatakan bahwa debt collector saat ini mengalami status quo vadis, karena tak ada payung hukum yang mengatur. Menurut dia, jika penggunaan debt collector dihapuskan, tak hanya pelaku usaha yang kehilangan, tetapi keluarga para penagih utang pun akan terlantar karena saat ini mencapai 1 juta debt collector."Kami asumsi ada 1 juta, di Jabodetabek saja ada 100 agency yang bekerja sama dengan lembaga keuangan. Yang sering melakukan kekerasan itu ilegal biasanya. Kalau memang dalam hal teknis salah, ayo diperbaiki, kami siap kok, ujarnya.(yn)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google
News dan WA Channel