RI berpotensi surplus pasokan karet

Bisnis.com,21 Sep 2011, 18:51 WIB
Penulis: Hilman Hidayat

JAKARTA: Indonesia berpotensi mengalami surplus pasokan komoditas karet yang sangat tinggi seiring dengan gencarnya pembukaan kebun baru oleh investor asing di Tanah Air.Untuk menghambat pembukaan kebun baru itu, Gabungan Pengusaha Karet Indonesia (Gapkindo) mendesak pemerintah menyetop pemberian izin bagi investor asing.Direktur Eksekutif Gapkindo Suharto Honggokusumo mengatakan saat ini kapasitas terpasang pabrik pengolahan karet remah (CR) tercatat sekitar 3,9 Juta ton, sementara bahan baku yang tersedia hanya 2,7 juta ton. Ketersediaan bahan baku itu sudah mencukupi kebutuhan dunia.Apabila pemerintah terus memberi izin investasi pabrik CR, tuturnya, akan terjadi ketidakserasian efisiensi pengolahan dan ketidakwajaran dalam mendapatkan bahan baku.Hal tersebut, lanjutnya, dapat mengganggu efisiensi pengolahan dan di sisi lain tidak meningkatkan mutu bahan olah karet sehingga berdampak pada melemahnya daya saing karet Indonesia."Untuk itu, investasi baru dan perluasan pabrik CR ditutup sampai terdapat keseimbangan antara kapasitas terpasang dengan ketersediaan bahan baku. Kalau tidak, akan terjadi surplus pasokan yang tinggi," tegas Suharto, hari ini.Dia mengatakan investor asing sebaiknya diarahkan ke industri hilir yang membutuhkan teknologi tinggi dalam proses pengolahannya. Sementara untuk pengolahan karet remah di dalam negeri, seharusnya diberikan kepada investor domestik. Pasalnya, proses produksi CR tersebut tidak membutuhkan teknologi yang tinggi dan Indonesia pun telah sanggup memproduksi di dalam negeri.Menurut dia, surplus pasokan akibat investasi pembukaan karet akan berdampak pula pada kesejahteraan petani karena akan menyebabkan harga komoditas itu turun. Saat ini, beredar kabar telah ada joint venture senilai 40 juta ringgit Malaysia antara  Harteg Corporation dan Mazhongdu international di Kalimantan sebesar 1.000 ha. (tw) 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Nadya Kurnia
Terkini