Tata kelola kehutanan mendesak diperbaiki

Bisnis.com,29 Nov 2011, 11:27 WIB
Penulis: News Editor

JAKARTA: Pemerintah diminta segera perbaiki tata kelola kehutanan dan menuntaskan pengukuhan kawasan hutan untuk menekan laju kerusakan hutan dan tumpang tindih kebijakan antara kepentingan  kehutanan dan perekonomian.Peneliti Indonesia Center of Environmental Law (ICEL) Josi Khatarina mengungkapkan laju deforestasi hutan di Indonesia yang mencapai 1,17 juta hektare per tahun tidak didukung kebijakan pemerintah yang harmonis. Di sisi lain, lanjutnya, konflik penggunaan lahan terjadi karena pengukuhan kawasan hutan belum sepenuhnya selesai."Baru 90% pengukuhan kawasan hutan. Ini menyebabkan masih banyak konflik di sektor kehutanan," ujarnya berbicara dalam diskusi tentang kehutanan oleh Bisnis Indonesia hari ini.Senada dengan Josi, pengamat kebijakan kehutanan dari Institut Pertanian Bogor Hariyadi Kartodiharjo menyoroti kebijakan moratorium hutan primer dan lahan gambut yang dituding mengganjal ekspansi sektor perkebunan.Menurut dia, belum tentu tanpa moratorium ekspansi perkebunan kelapa sawit juga tidak akan ada kendala karena yang menjadi persoalan selama ini adalah tata kelola kawsan kehutanan yang memang belum harmonis."Tuntaskan konflik tersebut, karena untuk mencapai pembangunan yang berkelanjutan tidak bisa hanya dengan menerapkan ISPO (Indonesia Sustainable Palm Oil). Setelah itu kawasan hutan juga harus segera dikukuhkan dalam rencana tata ruang yang jelas," tegasnya.Konflik atas kawasan hutan bahkan meluas setelah pemerintah mengeluarkan Inpres No.10/2011 yang menghentikan perizinan atau moratorium hutan primer dan lahan gambut. Kalangan perkebunan kelapa sawit mengkhawatirkan kebijakan ini akan menekan investasi kelapa sawit karena areal perluasan perkebunan yang akan terbatas.Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan menegaskan moratorium tidak akan mengganggu karena masih ada areal 12 juta hektare yang dapat digunakan untuk perluasan lahan sektor perkebunan dan industri produk kehutanan. (arh) 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Annisa Lestari Ciptaningtyas
Terkini