JAKARTA: Bank Indonesia memperketat aturan program antipencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme bagi penyelenggara jasa sistem pembayaran selain bank. Hal itu diatur melalui Peraturan BI No. 14/3/PBI/2012 tentang Program Anti Pencucian Uang (APU) dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (PPT) Bagi Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran Selain Bank, yang terbit pada 29 Maret dan akan berlaku mulai 8 Juni 2013.Beleid anyar tersebut ditujukan bagi usaha kegiatan jasa sistem pembayaran yang berbadan hukum Indonesia dan telah memperoleh izin dari BI, termasuk penerbit atau acquirer alat pembayaran menggunakan kartu dan uang elektronik, serta penyelenggara kegiatan usaha pengiriman uang (KUPU) .Dalam aturan tersebut, bank sentral mewajibkan penerapan APU dan PPT sedikitnya berupa tanggung jawab Direksi dan pengawasan aktif Dewan Komisaris, kebijakan dan prosedur tertulis, pengendalian internal dan sumber daya manusia.Setiap penyelenggara jasa sistem pembayaran diwajibkan melakukan Customer Due Diligence (CDD) dan Enhanced Due Diligence (EDD) bagi pengguna jasa sistem pembayaran.CDD adalah kegiatan berupa identifikasi, verifikasi, dan pemantauan yang penyelenggara untuk memastikan bahwa transaksi tersebut sesuai dengan profil pengguna jasa.Adapun EDD adalah tindakan CDD lebih mendalam pada saat berhubungan dengan pengguna jasa yang tergolong berisiko tinggi termasuk Politically Exposed Person, yakni penyelenggara negara atau orang yang tercatat sebagai anggota partai politik yang memiliki pengaruh terhadap kebijakan dan operasional partai politik.Selanjutnya, penyelenggara jasa wajib menyampaikan laporan transaksi keuangan mencurigakan kepada Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Selain itu pelaporan yang sama juga wajib bagi laporan transaksi keuangan tunai, laporan keuangan transfer dana dari dan ke luar negeri sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.Penyelenggara juga wajib menolak memberikan jasa apabila calon pengguna tidak memiliki dokumen identitas yang sah, tidak dapat menyediakan informasi yang cukup untuk penyusunan profil dan diduga menggunakan nama fiktif atau tidak bersedia menginformasikan nama (anonim).Aturan baru tersebut juga mewajibkan penyelenggara membentuk unit kerja khusus atau menunjuk pejabat Penyelenggara yang bertanggungjawab atas penerapan program APU dan PPT.Selain itu, perusahaan juga wajib menyelenggarakan pelatihan yang berkesinambungan tentang APU dan PPT termasuk implementasi peraturan perundang-undangan, teknik, metode dan tipologi pencucian uang atau pendanaan terorisme serta kebijakan dan prosedur penerapan.Bank sentral juga telah menyiapkan sejumlah sanksi kepada penyelenggara jasa sistem pembayaran yang melanggar aturan baru ini, a.l. denda, teguran tertulis, penghentian sementara seluruh atau sebagian kegiatan usaha, pembatalan izin dan pencabutan izin. (tw)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel