JAKARTA: Ketua DPR Marzuki Alie mengatakan pemerintah kurang memperhatikan Perguruan Tinggi Swasta (PTS), padahal jumlah PTS jauh lebih besar dari perguruan tinggi negeri (PTN).
"Pemerintah harusnya lebih memperhatikan perguruan tinggi swasta," ujar Marzuki Alie saat berbicara di acara 'Masa Depan Pendidikan Tinggi di Indonesia' yang digelar oleh Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) di Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat, hari ini Senin, 9 Mei 2012.
Dia menambahkan, terjadi ketidakadilan dalam pendistribusian dana antara PT di Jawa dan luar Jawa. "Universitas Sriwijaya, saya lulus S1 dan S2 di sana, baru tahun lalu mendapat perhatian besar," katanya.
Menurut Marzuki, jumlah PTN di Indonesia hanya berjumlah 53 PTN dan PTS berjumlah 2.987 PTS. Dari data itu, PTS memiliki peran vital dalam pembangunan bangsa.
"Ditjen Perguruan Tinggi bukan hanya mengurusi Perguruan Tinggi Negeri tapi juga untuk Perguruan Tinggi Swasta. Ini saya sampaikan supaya jangan melecehkan yang swasta karena ini adalah tanggung jawab," kata Marzuki.
Diskusi membicarakan rancangan undang-undang pendidikan tinggi (RUU Dikti). Hadir, antara lain, Ketua Panitia Kerja RUU Dikti Syamsul Bachri, Dirjen Dikti Djoko Santoso, Ketua Majelis Rektor PTN sekaligus Rektor Universitas Hasanuddin Idrus Paturusi, Rektor UI Gumilar Rusliwa Somantri, Sekjen Asosiasi PTS Suyatno dan Ketua Presidium ICMI Pusat Nanat Fatah Natsir.
Marzuki mengatakan, pemerintah harus memikirkan pembinaan untuk PTS termasuk dalam hal akreditasi. Menurutnya, jika pemerintah tidak mau memberikan pembinaan maka lebih baik sekaligus tidak menerbitkan izin bagi PTS tersebut.Menurutnya, RUU Dikti harus mampu menjawab persoalan pendidikan tinggi saat ini. Di antaranya, mengatasi pengangguran terdidik atau sarjana menganggur baik dari PTS maupun PTN. Selain itu, RUU Dikti harus bisa mengakomodasi prinsip link and match yaitu lulusan PT harus bisa memenuhi kebutuhan industri.
Dia juga meminta pasal dalam RUU Dikti tidak membuat multitafsir. Misalnya terkait pemberian bantuan kepada PTS. Pemerintah seharusnya bukan "dapat" melainkan "wajib" membantu PTS.
"Pastikan kalimat jangan multitafsir, tapi kalau ya, katakan ya, kalau tidak katakan tidak. Kalau tidak begitu bahaya, harus lobi sana sini, lobi ke banggar (badan anggaran). Lobi-lobi seperti itu yang buat negara ini rusak," tandasnya.
Marzuki menuturkan, PT seharusnya memberikan pencerahan kepada mahasiswa saat baru memasuki tahun pertama perkuliahan. Mahasiswa harus ditantang tentang cita-cita atau tujuan hidupnya sehingga sejak awal mereka bisa mempersiapkan diri.
Dia mengakui alokasi dana pendidikan sebesar 20% APBN belum berdampak signifikan kepada biaya pendidikan. Di tingkat pendidikan tinggi, biaya masih relatif mahal.
Penyebabnya adalah anggaran pendidikan tidak sepenuhnya dikelola oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Tapi, lebih banyak dikirim ke daerah.Sementara itu, Dirjen Dikti Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Djoko Santoso mengatakan pemerintah memberi perhatian kepada PTS dalam RUU Dikti. Urusan akademik PTS diatur pemerintah, sedangkan urusan non-akademik diatur yayasan.
Ketua Presidium ICMI Pusat Nanat Fatah Natsir mengatakan bahwa pembahasan RUU Dikti tersebut terdapat pro dan kontra. Namun disayangkan akhirnya menemui kebuntuan, sehingga pemerintah meminta penundaan pengesahan RUU tersebut.(msb)
>BACA JUGA
Sriwijaya Air buka kelas bisnis
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel