NERACA PEMBAYARAN defisit 3 bulan terakhir

Bisnis.com,11 Mei 2012, 12:32 WIB
Penulis: Saeno

JAKARTA: Neraca pembayaran Indonesia pada 3 bulan pertama tahun ini tercatat defisit  seiring dengan lonjakan impor minyak mentah nasional karena tingginya permintaan dalam negeri. Penundaan kenaikan harga bahan bakar membuat konsumsi melonjak. Dampak dari pembatalan itu sendiri membuat defisit transaksi berjalan lebih besar dibandingkan dengan surplus transaksi modal.Berdasarkan data yang diperoleh Bisnis, hari ini, defisit neraca pembayaran mencapai US$1,03 miliar. Negatif neraca itu disebabkan defisit transaksi berjalan mencapai US$2,9 miliar, karena lonjakan biaya  impor migas. Defisit itu lebih tinggi dari surplus transaksi modal dan finansial US$2,2 miliar. Direktur Eksekutif Departemen Perencanaan dan Humas Bank Indonesia Dody Budi Waluyo menyampaikan bahwa tahun ini neraca pembayaran masih akan surplus meskipun pada kuartal I/2012 mengalami defisit."Surplus karena ada aliran modal masuk dan investasi fiskal. Selain itu memang ada masuk dana hasil ekspor kebijakan yang sebelumnya dirilis," ujarnya di Jakarta, kemarin.Defisit neraca pembayaran membuat nilai tukar tertekan seiring dengan lonjakan ekspektasi inflasi, meskipun harga BBM batal dinaikkan. Guna menangkal itu BI mendorong kenaikan bunga operasi moneter untuk menarik likuiditas, tetapi BI Rate dipertahankan di level 5,75%. Pada lelang Sertifikat Bank Indonesia (SBI), kemarin, bunga yang ditetapkan 4,238% untuk jangka 9 bulan. Angka tersebut lebih besar dari imbal hasil yang ditetapkan pada lelang sebulan sebelumnya 3,926%. Adapun penyerapan lelang periode Mei ini mencapai Rp7,17 triliun dari pagu indikatif Rp10 triliun. Penyerapan lebih besar dari pada bulan sebelumnya sebesar Rp5 triliun dari pagu Rp4 triliun. (arh)

 

 

+ JANGAN LEWATKAN:

10 ARTIKEL PILIHAN Hari Ini

5 Kanal TERPOPULER Bisnis.com

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Annisa Lestari Ciptaningtyas
Terkini