APBNP 2012: Relokasi belanja untuk tutup subsidi maksimal Rp55 triliun

Bisnis.com,13 Mei 2012, 12:44 WIB
Penulis: Diena Lestari

JAKARTA: Badan Kebijakan Fiskal memperkirakan pagu belanja APBN-P 2012 yang efektif untuk direalokasi guna menutup pembengkakan subsidi BBM mencapai Rp55 triliun.

 

Potensi maksimal anggaran belanja yang bisa direalokasi untuk menutup pembengkakan subsidi energi mencapai Rp70 triliun. Namun, yang efektif diperkirakan hanya Rp55 triliun.

 

"Ya sekitar segitu, tapi itu potensi maksimal,” kata Rofyanto Kurniawan, Kepala Pusat Kebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara BKF Kementerian Keuangan, Sabtu 12 Mei 2012.

 

Apabila tahun ini tidak dilakukan penyesuaian harga BBM bersubsidi, potensi penghematan dan realokasi pada pos belanja pemerintah senilai Rp70 triliun.

 

Potensi ini a.l. berasal dari dana belanja non K/L (transito) Rp5,0 triliun, penghematan 1 bulan subsidi pangan Rp1,5 triliun, anggaran subsidi raskin bulan ke-14 Rp1,5 triliun.

 

Kemudian anggaran subsidi siswa miskin Rp4,7 triliun, anggaran kompensasi perubahan besaran subsidi Rp30,6 triliun, dan 5% anggaran K/L yang tidak terserap Rp26,7 triliun.

 

Selain itu, BKF ikut mempertimbangkan penggunaan dana cadangan risiko fiskal energi yang mencapai Rp23 triliun dalam APBN-P 2012, serta SAL yang belum dialokasikan Rp30 triliun.

 

Rofyanto menyayangkan potensi anggaran yang mencapai lebih dari Rp50 triliun itu, tidak dapat dialokasikan untuk menambah belanja modal dan belanja produktif lain yang masih relatif minim.

 

Dalam APBN-P 2012, pagu belanja modal mencapai Rp168,87 triliun atau 13,4% dari total belanja pemerintah pusat Rp1.032,3 triliun.

 

"Ya itu, sebenarnya kan itu bisa digunakan untuk belanja modal tapi terpaksa untuk subsidi," kata Rofyanto.

 

Di sisi lain, pemerintah juga mengharapkan tambahan penerimaan untuk menutup risiko pembengkakan subsidi BBM, seiring tertundanya rencana penaikan harga BBM bersubsidi.

 

"Yang pasti, yang kita harapkan itu yang dari bea keluar mineral. Kalau renegosiasi harga gas dampak yang besar itu di 2013," ungkapnya.

 

Berdasarkan estimasi BKF, di luar APBN-P 2012, potensi tambahan penerimaan berasal dari penerapan bea keluar mineral Rp10 triliun, dan dari selisih harga jual minyak Rp40 triliun.

 

"Jadi kita di 2012 menghitungnya tidak bisa terlalu banyak, tapi memang ada tambahan yang lumayanlah," tuturnya.

 

Tren ICP turun

Kepala Pusat Kebijakan APBN ini menuturkan, tren ICP cenderung menurun, sehingga pemerintah harus bersiap apabila tahun ini tidak ada kenaikan BBM.

 

Hingga pertengahan Mei ini, kata Rofyanto, rata-rata ICP berada di posisi US$118-119 per barel.

 

Realisasi ini turun dibandingkan harga pada Februari, Maret, dan April yang masing-masing US$122,17 per barel, US$128,14 per barel, dan US$124,65 per barel.

 

"Kalau lihat ICP kan sekarang memang trennya menurun, ya kita bisa mempertimbangkan itu. Tapi kalau melonjak lagi, kita harus berpikir ulang," kata Rofyanto.

 

Pada kondisi normal, proyeksi ICP pada semester II juga cenderung menurun. Namun tergantung pada banyak faktor, a.l. geopolitik, dan konsumsi BBM di negara-negara Utara.

 

Pada musim semi, harga minyak cenderung turun, tetapi masuk musim panas naik lagi. Polanya berulang pada musim gugur, di mana BBM cenderung turun, dan terangkat pada musim dingin.

 

Sesuai pasal 7 ayat 6A UU APBNP 2012, untuk menaikkan harga BBM, realisasi ICP rata-rata 6 bulan minimal US$120,75 per barel atau 15% dari asumsi ICP 2012 US$105 per barel. (04/Bsi)

 

+ JANGAN LEWATKAN:

>>> 10 ARTIKEL PILIHAN REDAKSI HARI INI

>>> 5 KANAL TERPOPULER BISNIS.COM

>>> 10 ARTIKEL MOST VIEWED BISNIS.COM

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Puput Jumantirawan
Terkini