JAKARTA: Suku bunga pasar uang antar bank mencapai level tertinggi dalam 5 bulan terakhir karena berkurangnya likuiditas yang dimiliki oleh perbankan nasional.Namun sejumlah pihak optimis kenaikan bunga pasar uang antar bank (PUAB) tersebut tidak akan mendorong peningkatan bunga kredit.Suku bunga Jakarta Interbank Offered Rate (Jibor), yang menjadi acuan bagi PUAB di Indonesia, bergerak naik sejak pertengahan Mei lalu, pasca Bank Indonesia (BI) mengeluarkan pernyataan peningkatan suku bunga instrumen operasi moneter.Pada hari ini suku bunga Jibor tersebut mencapai titik tertinggi selama kurun waktu 5 bulan terakhir. Suku bunga overnight mencapai 4,012% dan tenor 12 bulan mencapai 5,327%.Adapun rerata suku bunga riil PUAB overnight telah menembus 4,04% pada Juni lalu, meningkat 28 basis points dibandingkan dengan Februari yang tercatat masih 3,76%.Hal tersebut dipengaruhi oleh peningkatan diskonto rata-rata tertimbang (bunga) Sertifikat Bank Indonesia (SBI) yang telah mencapai 4,32% pada Juni, naik 50 basis points dibandingkan dengan Februari.Difi A. Johansyah, Direktur Grup Humas Bank Indonesia (BI) menolak anggapan ada kecenderungan bunga kredit akan naik seiring peningkatan PUAB.“Gak juga. Tren suku bunga kredit terus turun walau perlahan,” ujarnya kepada Bisnis, Rabu (11/7).Dia menilai kenaikan PUAB lebih didorong oleh berkurangnya ekses likuiditas perbankan, akibat ekspansi kredit sebesar 28% hingga akhir Semester I/2012.Selama Juni lalu, ekses likuiditas yang ditempatkan di bank sentral berkurang sebesar Rp40,35 triliun selama sebulan dari Rp390,97 triliun pada Akhir Mei menjadi Rp350,62.Penurunan terbesar terjadi pada sejumlah instrumen Operasi Pasar Terbuka (OPT) dengan total penarikan dana sebesar Rp55,47 triliun selama sebulan.Menurut Difi, kenaikan bunga PUAB tersebut masih dalam koridor normal selama masih di bawah suku bunga acuan (BI Rate) yang saat ini sebesar 5,75%.Ryan Kiryanto, Kepala Ekonom Bank Negara Indonesia (BNI) juga berpendapat serupa. Menurut dia, bunga SBI yang naik mengindikasikan keinginan bank sentral menyerap likuiditas perbankan.Sementara itu, kenaikan bunga PUAB mengindikasikan semakin ketatnya permintaan dana oleh bank yang kekeringan likuiditas.“Jadi kenaikan bunga SBI dan PUAB memberikan sinyal yang berbeda. Sejauh ini pertumbuhan kredit tetap tinggi uang berarti tidak terpengaruh lonjakan bunga SBI dan PUAB,” ujarnya.Sementara itu, suku bunga dasar kredit (SBDK) sejumlah bank papan yang berlaku mulai awal semester II/2012 relatif tidak bergerak dibandingkan dengan bulan sebulan.Sejumlah bank yang mempertahankan tingkat SBDK a.l. Bank Mandiri, Bank Central Asia (BCA), Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Danamon, dan Bank OCBC NISP.Namun ada juga yang bank menaikan SBDK, a.l Bank Tabungan Negara (BTN) yakni pada segmen KPR sebesar 43basis points (bps) menjadi 10,45% dan konsumsi non KPR naik 74bps menjadi 11%.Sementara itu, bank yang fokus pada kredit properti ini menurunkan SBDK pada segmen korporasi sebesar 19bps dan ritel sebesar 28bps.Kenaikan SBDK juga terjadi pada BNI yakni pada segmen konsumsi non KPR sebesar 1,1% menjadi 12%. Sementara itu KPR dan ritel masing-masing turun 5bps dan korporasi turun 20bps.Penurunan tingkat SBDK juga terjadi pada PT Bank Pan Indonesia Tbk, meski tidak signifikan yakni sebesar 2bps pada seluruh segmen kredit.Pahala N. Mansury, Direktur Keuangan Bank Mandiri, menjelaskan latar belakang perseroan tidak mengubah tingkat SBDK disebabkan karena suku bunga pasar dan BI Rate belum berubah.“Sehingga suku bunga LPS [Lembaga Penjaminan Simpanan] dan deposito juga belum mengalami perubahan sejauh ini,” ujarnya. (faa)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel