ROYALTI BATU BARA IUP & PKP2B Disamakan Jadi 13%

Bisnis.com,17 Jan 2013, 18:10 WIB
Penulis: News Editor

JAKARTA—Belum selesai persoalan anjloknya harga komoditas batu bara, perusahaan batu bara pemegang izin usaha pertambangan (IUP) harus mulai memikirkan rencana penyamarataan royalti dengan pemegang perjanjian karya pengusaha pertambangan batu bara (PKP2B) sebesar 13% yang terus didorong pemerintah.

Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Thamrin Sihite mengatakan pemerintah terus mendorong penyamarataan royalti antara perusahaan pemegang IUP dan PKP2B. Pasalnya, kedua perusahaan tersebut memiliki hasil dan cara produksi yang relatif sama.

"Kedepan memang harus seperti itu [penyamarataan royalti antara IUP dan PKP2B] pemikirannya. Karena kan sama tanggungjawabnya dan pengelolaan lingkungannya," katanya hari ini, Kamis (17/1/2013).

Seperti diketahui saat ini pemerintah mematok royalti paling tinggi sebesar 7% untuk perusahaan pemegang IUP, sedangkan royalti untuk perusahaan pemegang PKP2B ditetapkan paling tinggi 13%.

Meski demikian, pemerintah juga akan akan mempertimbangkan kondisi pasar batu bara yang saat ini masih lesu. "Nanti tergantung dari Kementerian Keuangan apakah royalti itu layak untuk ditingkatkan saat ini, atau justru kami akan memberikan insentif karena memang komoditas saat ini cenderung menurun," jelasnya.

Untuk itu, Ditjen Minerba terus mengkaji upaya penyamarataan royalti itu dengan melihat kembali IUP yang dimiliki perusahaan. Hal itu dilakukan bersamaan dengan upaya penyisiran IUP untuk proses clean and clear.

Menurut Thamrin, pemerintah saat ini lebih mengupayakan agar perusahaan patuh membayar iuran tetap dan royalti saat ini untuk menggenjot penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dari sektor pertambangan. Pasalnya hingga saat ini masih banyak perusahaan yang menunggak pembayaran PNBP.

"Sasaran kami saat ini benahi dulu izin yang bermasalah untuk pertambangan ini, jadi kami bisa mengetahui petanya. Sekarang ini kan mereka sudah banyak yang membayar dan itu sudah bagus. Selama ini kan hanya berapa perusahaan saja yang bayar," terangnya.(sut)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Sutarno
Terkini